Pesatnya perkembangan aset kripto di Indonesia, termasuk nama-nama besar seperti Bitcoin, Ethereum, Dogecoin, dan Cardano, tidak hanya menarik perhatian para investor, tetapi juga memicu diskusi menarik tentang potensi penggunaannya. Kini, muncul wacana serius untuk menjadikan produk investasi kripto yang inovatif ini sebagai agunan atau jaminan pinjaman, sebuah langkah yang dapat merevolusi lanskap keuangan digital Tanah Air.
Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengonfirmasi geliat luar biasa ini. Hingga April 2025, tercatat sebanyak 14,16 juta investor kripto di Indonesia, menunjukkan peningkatan signifikan sekitar 450.000 orang hanya dalam sebulan. Angka ini bahkan dua kali lipat lebih banyak dibandingkan jumlah investor saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mencapai 7.001.268 Single Investor Identification (SID) per 26 Mei 2025. Skala transaksi pun tak kalah mengesankan, dengan total nilai mencapai Rp 650,61 triliun sepanjang tahun 2024 dan Rp 191,8 triliun dari Januari hingga Mei 2025.
Melihat potensi masif ini, banyak pihak mulai mendesak agar aset kripto dapat digunakan sebagai agunan pinjaman, sebuah praktik yang sudah umum di berbagai negara maju. Gayung bersambut, OJK melalui Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto, Hasan Fawzi, menyatakan bahwa pihaknya sedang aktif mengkaji potensi ini. Hasan Fawzi menyoroti berbagai keunggulan aset kripto, termasuk kemampuannya untuk tokenisasi aset dunia nyata (real world asset) hingga fungsinya sebagai jaminan pinjaman, serupa dengan model yang sudah berjalan di kancah internasional. “Beberapa bentuk inovasi seperti tokenisasi aset nyata atau proyek berbasis kripto sudah masuk ke sandbox OJK,” tutur Hasan dalam acara CFX Crypto Conference 2025, Kamis (21/8/2025).
Sebagai informasi, regulatory sandbox adalah sebuah wadah uji coba inovasi yang disediakan oleh OJK bagi berbagai terobosan di sektor keuangan digital. Di sinilah ide-ide baru dievaluasi secara cermat untuk memastikan keamanan dan kelayakannya sebelum diimplementasikan secara luas. Beberapa proyek tokenisasi aset telah melewati tahap uji coba ini, termasuk token emas dan properti. Menariknya, token emas bahkan telah dinyatakan “lulus” oleh OJK setelah satu tahun pengujian intensif sejak 8 Agustus tahun lalu.
Dari kalangan pelaku industri, dorongan agar aset kripto dapat berfungsi sebagai agunan pinjaman bukanlah hal baru. Usulan ini telah lama digaungkan, dan salah satu tokoh yang vokal adalah Andrew Hidayat, pemegang saham PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN). Andrew menegaskan bahwa praktik ini telah sukses diterapkan di berbagai negara, sehingga memiliki potensi besar untuk diadopsi di Indonesia. “Kami berharap regulasi bisa disesuaikan agar kripto bisa digunakan sebagai jaminan pinjaman,” ujarnya di acara yang sama. Ia juga menyoroti bagaimana bank-bank global terkemuka seperti JP Morgan dan Citibank telah lebih dulu berinovasi dengan menyediakan pinjaman yang dijamin oleh aset kripto seperti Bitcoin, Ethereum, hingga ETF berbasis kripto.
Lantas, mengapa kripto dinilai begitu ideal sebagai agunan? William Sutanto, CEO dan Co-founder Indodax, menjelaskan bahwa keunggulan utama aset kripto terletak pada sifatnya yang sangat likuid atau mudah diperjualbelikan. “Berbeda dengan properti atau kendaraan yang memerlukan waktu untuk proses penjualan, kripto dapat langsung dicairkan dalam hitungan detik berkat ketersediaan supply dan demand yang konstan,” terang William. Karakteristik ini tentu menjadi nilai plus yang signifikan bagi para pemberi pinjaman, memungkinkan mereka untuk mencairkan aset dengan cepat dan efisien apabila terjadi gagal bayar dari pihak nasabah.