Batubara Terancam Turun: Prospek Saham & Rekomendasi Analis Terbaru!

Ifonti.com JAKARTA. Prospek bagi emiten batubara di Indonesia diperkirakan akan menghadapi tantangan signifikan hingga tahun 2026. Tekanan ini mengemuka seiring adanya sinyal penurunan proyeksi produksi batubara nasional oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) untuk tahun depan.

Kementerian ESDM mengindikasikan bahwa target produksi batubara nasional pada tahun 2026 berpotensi berada di bawah angka 700 juta ton. Keputusan ini didasari oleh tren pelemahan permintaan global dan laju capaian produksi yang lebih lambat dari perkiraan pada tahun berjalan. Sebagai konteks, target produksi batubara yang ditetapkan untuk tahun 2025 adalah 735 juta ton, namun realisasi hingga pertengahan tahun cenderung tertinggal dari target.

Di samping itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kinerja ekspor batubara masih tertekan. Selama sembilan bulan pertama tahun 2025, nilai ekspor batubara mengalami penurunan tajam 20,85% year on year (yoy) menjadi US$ 17,94 miliar. Secara volume, ekspor batubara nasional juga menyusut 4,74% yoy, mencapai 285,23 juta ton.

Data Ekonomi Domestik Bakal Setir IHSG, Cek Rekomendasi Saham Pilihan Analis

Menyikapi potensi tekanan ini, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), salah satu emiten batubara terbesar, telah menyiapkan strategi mitigasi. Corporate Secretary Division Head PTBA, Eko Prayitno, pada Sabtu (15/11/2025), menjelaskan bahwa strategi tersebut meliputi optimasi biaya, peningkatan efisiensi operasional, serta perencanaan penambangan yang lebih selektif guna menjaga harga pokok produksi (HPP) tetap kompetitif. Lebih lanjut, PTBA juga fokus pada pengembangan infrastruktur dan rantai pasok logistik untuk mencapai biaya angkutan yang lebih efisien.

Untuk tahun 2025, PTBA menargetkan volume produksi batubara sebesar 50,05 juta ton, dengan volume penjualan dan angkutan masing-masing sebesar 50,09 juta ton dan 43,25 juta ton. Hingga kuartal III-2025, PTBA mencatatkan peningkatan volume produksi batubara sebesar 9% yoy menjadi 35,90 juta ton. Pada periode yang sama, volume penjualan batubara juga tumbuh 8% yoy mencapai 33,70 juta ton.

Berbeda dengan PTBA, emiten lain, PT Bumi Resources Tbk (BUMI), justru menunjukkan keyakinan. BUMI mengklaim tidak khawatir dengan sentimen penurunan produksi batubara nasional pada tahun 2026, bahkan meyakini adanya perbaikan kondisi pasar batubara global. Analisis internal BUMI mengindikasikan bahwa sejumlah negara utama berpeluang besar meningkatkan pemesanan batubara dari Indonesia. Hal ini didorong oleh habisnya kuota batubara domestik dari klien regional BUMI, yang mengharuskan mereka meningkatkan volume pembelian dari BUMI, seperti yang disampaikan pada Jumat (14/11).

BUMI Chart by TradingView

Meskipun demikian, kinerja volume produksi batubara BUMI per kuartal III-2025 tercatat berkurang 4% yoy menjadi 54,9 juta ton, dengan penjualan batubara juga menurun 2% yoy menjadi 54,5 juta ton.

Simak Rekomendasi Saham MEDC, ENRG, PGAS, ELSA untuk Perdagangan Senin (10/11)

Dari perspektif analis, Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo, Praska Putrantyo, menilai bahwa potensi penurunan produksi batubara nasional mencerminkan kondisi permintaan komoditas yang belum sepenuhnya pulih, baik dalam jangka pendek maupun menengah. Ia juga menyoroti tantangan ekspor batubara, terutama akibat kebijakan China yang lebih memilih batubara berkalori tinggi, sebuah permintaan yang sulit dipenuhi oleh eksportir Indonesia. “Sentimen-sentimen ini bersifat negatif dan berpotensi menekan margin emiten batubara,” ujar Praska pada Jumat (14/11). Sebagai langkah antisipasi, Praska menyarankan emiten batubara untuk menekan biaya produksi dan mengevaluasi belanja modal (capex) untuk pembelian peralatan tambang serta alat berat.

Sementara itu, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, berpendapat bahwa ancaman pengurangan produksi batubara nasional pada tahun 2026 seharusnya menjadi momentum bagi emiten di sektor batubara untuk mempercepat diversifikasi bisnis di luar batubara. Upaya ini dinilai krusial untuk menjaga keberlanjutan usaha dalam jangka panjang. “Agar kinerja tetap sustain, emiten perlu memperkuat prinsip tata kelola usaha yang baik dan efisiensi bisnis,” tambahnya pada Minggu (16/11).

Menganalisis kinerja saham batubara, Nafan melihat kondisi yang bervariasi. Saham BUMI, misalnya, saat ini berada dalam kondisi jenuh beli (overbought) yang ekstrem menyusul lonjakan harga tajam. Saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) cenderung bergerak sideways, namun sering terkoreksi saat musim pembagian dividen. Sementara itu, saham PTBA berada dalam tren menurun, sehingga investor disarankan untuk wait and see, meskipun emiten ini dikenal dengan rekam jejak dividen yield yang tinggi di tengah tantangan industri batubara.

Untuk saham PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) dan PT Indika Energy Tbk (INDY), Nafan menyarankan pemantauan lebih lanjut mengingat status teknikalnya yang masih on going. Ia merekomendasikan akumulasi beli saham INDY dengan target harga Rp 2.430 per saham, serta merekomendasikan add untuk saham AADI dengan target harga Rp 9.225 per saham. Di sisi lain, Praska juga menambahkan bahwa meskipun saham-saham emiten batubara memiliki valuasi yang menarik, risiko tekanan terhadap kinerja keuangan masih cukup besar. Ia merekomendasikan saham PTBA dan PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) untuk dipantau investor karena keduanya konsisten membagi dividen dengan yield yang cukup tinggi.

Ringkasan

Prospek emiten batubara di Indonesia menghadapi tantangan hingga 2026, dipicu potensi penurunan target produksi batubara nasional oleh Kementerian ESDM akibat melemahnya permintaan global. Data BPS menunjukkan ekspor batubara juga mengalami penurunan signifikan, baik dari segi nilai maupun volume. Beberapa perusahaan seperti PTBA telah menyiapkan strategi mitigasi, sementara BUMI optimis dengan prospek pasar batubara global.

Para analis menyarankan emiten batubara untuk menekan biaya produksi dan diversifikasi bisnis di luar batubara demi keberlanjutan usaha. Beberapa saham seperti BUMI mengalami kondisi *overbought*, ITMG bergerak *sideways*, dan PTBA dalam tren menurun. Rekomendasi saham bervariasi, dengan beberapa analis menyarankan akumulasi beli atau *add* untuk saham tertentu, sambil menekankan pentingnya tata kelola usaha yang baik dan efisiensi bisnis.