
JAKARTA – Wacana pengenaan bea keluar untuk komoditas emas dan batu bara kembali menghangat di tengah perdebatan antara Komisi XI DPR RI dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Diskusi regulasi ini sempat diwarnai perbedaan pandangan, di mana DPR menekankan pentingnya koordinasi erat Kemenkeu dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memastikan implementasi yang tepat sasaran.
Wakil Ketua Komisi XI DPR, Fauzi Amro, secara prinsip menyetujui rencana pemungutan bea keluar atas ekspor emas dan batu bara, serta cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Kebijakan ini diproyeksikan akan signifikan meningkatkan pendapatan negara pada tahun APBN 2026, terutama setelah adanya laporan penurunan penerimaan negara dari sektor kepabeanan dan cukai sekitar 8,5% oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu. Dalam rapat yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Senin (17/11/2025), Fauzi menegaskan perlunya komunikasi intensif antara Kemenkeu dan kementerian teknis seperti ESDM. “Jangan sampai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) diterbitkan tanpa melibatkan kementerian teknis yang lebih memahami seluk-beluk situasi pasar batu bara dan emas,” ujarnya, menekankan pentingnya sinergi.
Senada, Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, mengingatkan agar pembahasan aturan turunan Undang-Undang APBN 2026 terkait bea keluar batu bara dan emas, termasuk cukai MBDK, harus konsisten dengan kesepakatan-kesepakatan rapat sebelumnya. Politisi Partai Golkar itu menegaskan bahwa perluasan pengenaan bea masuk dan pungutan cukai ini telah diamanatkan untuk diterapkan pada APBN 2026, bukan pada tahun fiskal sebelumnya.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa regulasi pengenaan bea keluar emas telah mencapai tahap finalisasi dalam rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK). Febrio menegaskan, produk emas yang akan dikenai tarif ekspor, yang meliputi dore, granules, cast bars, dan minted bars, merupakan usulan langsung dari Kementerian ESDM. Hal ini disampaikan Febrio dalam rapat kerja Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan pada Senin (17/11/2025), menunjukkan adanya koordinasi awal.
Febrio juga memaparkan bahwa PMK bea keluar emas ini ditargetkan untuk diundangkan pada November 2025 dan akan mulai berlaku dua minggu setelahnya. Implementasi di lapangan akan diikuti dengan penyusunan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) serta Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) guna menetapkan Harga Patokan Ekspor (HPE) emas. Secara terperinci, tarif bea keluar untuk empat produk emas tersebut akan berkisar antara 7,5% hingga 15%. Penentuan kisaran tarif ini didasarkan pada fluktuasi harga global, dirancang untuk memungkinkan negara meraih “windfall profit” saat harga melonjak. Jika harga emas berada di bawah US$3.200 per troy ounce, tarif terendah akan diterapkan. Namun, jika harga menembus di atas US$3.200 per troy ounce, maka tarif tertinggi yang akan diberlakukan.
Rincian tarif bea keluar emas yang diusulkan adalah sebagai berikut:
1. Dore (bongkah, ingot, batang tuangan, dan bentuk lainnya): Dikenakan tarif antara 12,5% hingga 15%.
2. Emas atau paduan emas dalam bentuk granules (tidak ditempa, tidak termasuk dore): Dikenai tarif 12,5% hingga 15%.
3. Emas atau paduan emas dalam bentuk cast bars (bongkah, ingot, tidak ditempa, tidak termasuk dore): Tarif berkisar 10% hingga 12,5%.
4. Minted bars: Dikenai tarif 7,5% hingga 10%.
Febrio menambahkan, “Ketika harganya naik cukup tinggi, kami harapkan tarifnya juga lebih tinggi, sehingga pendapatan negara dapat meningkat signifikan.” Penetapan akhir HPE emas akan diatur lebih lanjut melalui Permendag dan Kepmendag.
Menariknya, skema pengenaan tarif bea keluar ini tidak semata-mata bergantung pada harga pasar. Terdapat kebijakan yang sejalan dengan semangat hilirisasi, di mana produk yang masih berupa bahan mentah akan dikenai bea keluar lebih tinggi. Febrio menjelaskan bahwa insentif diberikan bagi ekspor produk emas yang telah diolah, baik dalam bentuk setengah jadi maupun produk jadi. “Granules memiliki tarif yang lebih tinggi dibandingkan produk yang lebih hilir. Ketika emas sudah dalam bentuk ingot atau cast bars, tarifnya menjadi lebih rendah, dan bahkan paling rendah jika sudah diolah menjadi minted bars,” pungkasnya, menegaskan komitmen pemerintah untuk mendorong nilai tambah di dalam negeri.
Ringkasan
DPR dan Kemenkeu membahas pengenaan bea keluar untuk emas dan batu bara dalam APBN 2026. DPR menekankan pentingnya koordinasi antara Kemenkeu dan Kementerian ESDM agar implementasi tepat sasaran, terutama terkait pemahaman pasar batu bara dan emas. Kebijakan ini diharapkan meningkatkan pendapatan negara setelah adanya penurunan penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai.
Kemenkeu menyatakan bahwa rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) bea keluar emas sudah mencapai tahap finalisasi. Produk emas yang dikenakan tarif ekspor meliputi dore, granules, cast bars, dan minted bars dengan tarif 7,5% hingga 15%, bergantung pada harga global emas. Tarif lebih tinggi dikenakan pada produk mentah untuk mendorong hilirisasi.