
Ifonti.com JAKARTA. Euforia tren kenaikan harga emas yang dinikmati sejumlah emiten tampaknya akan terganggu. Sebab, pemerintah resmi menetapkan pengenaan bea keluar terhadap barang ekspor seperti emas.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 80 Tahun 2025. Beleid ini diundangkan pada 9 Desember 2025 dan berlaku 14 hari sejak tanggal diundangkan.
Pemerintah menjelaskan bahwa pengenaan bea keluar terhadap emas diperlukan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan emas dalam negeri, menjaga stabilitas harga komoditas, sekaligus mendorong hilirisasi mineral.
Aturan ETF Emas Siap Meluncur Kuartal I-2026, MI Bersiap Bikin Produk
Dalam Pasal 3, pemerintah menetapkan bahwa tarif bea keluar ekspor emas tergantung harga referensi dan jenis emas yang akan diekspor.
Jika harga referensi emas yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan berada di kisaran US$ 2.800 per ons troi sampai dengan kurang dari US$ 3.200 per ons troi, tarif bea keluar akan berada pada rentang tarif 7,5%-12,5%.
Di sisi lain, bila harga referensi mulai dari US$ 3.200 per ons troi, maka tarif bea keluar akan berada pada rentang 10% sampai dengan 15%, tergantung dari jenis emas yang diekspor para eksportir.
Sebenarnya, isu mengenai kebijakan bea keluar atas ekspor emas sudah berhembus sejak pertengahan November 2025 lalu. Kala itu, mayoritas harga saham emiten emas merosot.
Namun kali ini, tampaknya pasar sudah mengantisipasi terbitnya beleid tentang bea keluar ekspor emas. Terbukti, mayoritas harga saham emiten emas tetap menghijau pada perdagangan Rabu (10/12). Contohnya, BRMS (+2,08%), ANTM (+0,34%), ARCI (+0,36%), UNTR (+1,69%), PSAB (0,92%), MDKA (+1,79%), dan EMAS (+10,97%).
Sejauh ini, PSAB dan UNTR menjadi contoh emiten produsen emas yang aktif melakukan penjualan ekspor. PSAB misalnya, seluruh penjualannya per kuartal III-2025 yang berjumlah US$ 221,59 juta ditujukan ke pelanggan luar negeri, seperti Metalor Technologies Singapore Pte. Ltd, Beijing Fuhaihua Import and Export Corp Ltd, dan Kewangsa Group Sdn Bhd.
ETF Emas Berpotensi Ramai Peminat, Tapi Tantangan Pajak Masih Membayangi
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy mengatakan, secara teoritis pengenaan bea atau pajak akan menggeser kurva permintaan ke kiri, sehingga kuantitas penjualan akan menurun dan harga yang dibayarkan pelanggan menjadi lebih tinggi.
“Margin mungkin akan tertekan jika besarnya pajak ini tidak diteruskan ke konsumen sepenuhnya,” ujar dia, Rabu (10/12/2025).
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menyampaikan, kebijakan bea keluar berpotensi membatasi pertumbuhan kinerja emiten emas berorientasi ekspor.
Padahal, harga emas dunia berpeluang melanjutkan tren kenaikannya pada 2026 mendatang seiring tingginya permintaan yang disertai keterbatasan pasokan.
Menurut Nafan, langkah mitigasi yang bisa dilakukan emiten produsen emas yang bakal terdampak kebijakan ini adalah mengoptimalkan penjualan ke pasar domestik. “Emiten juga bisa mengoptimalkan kolaborasi dengan bullion bank,” imbuh dia, Rabu (10/12/2025).
Lantas, Nafan merekomendasikan beli saham PSAB dengan target harga di level Rp 585 per saham, serta menyarankan wait and see saham UNTR.
Di lain pihak, Budi menganggap, selama permintaan emas masih tinggi, maka harga emas bakal terus melonjak dan saham-saham di sektor ini tetap layak dipertimbangkan oleh investor.