JAKARTA – Ketahanan sektor eksternal perekonomian Indonesia semakin kokoh seiring dengan peningkatan signifikan pada cadangan devisa Indonesia. Bank Indonesia (BI) baru-baru ini mengumumkan bahwa posisi cadangan devisa per akhir Oktober 2025 mencapai 149,9 miliar dolar AS. Angka ini menunjukkan kenaikan 1,2 miliar dolar AS dibandingkan posisi akhir September 2025 yang tercatat sebesar 148,7 miliar dolar AS.
Kenaikan impresif ini tidak terlepas dari beberapa faktor pendorong. Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa peningkatan cadangan devisa terutama bersumber dari penerbitan global bond oleh pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa. Peningkatan ini terjadi di tengah upaya Bank Indonesia yang gencar melakukan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah, guna menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi, demikian disampaikannya pada Jumat (7/11/2025).
Denny lebih lanjut menerangkan bahwa posisi cadangan devisa pada akhir Oktober 2025 ini sangat memadai. Jumlah tersebut setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, melampaui standar kecukupan internasional yang umumnya sekitar tiga bulan impor. Bank Indonesia meyakini bahwa tingkat cadangan devisa ini tidak hanya mampu menopang ketahanan sektor eksternal, tetapi juga esensial dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan nasional.
Melihat ke depan, BI optimistis bahwa ketahanan sektor eksternal Indonesia akan terus menguat. Prospek ekspor yang terjaga dan berlanjutnya arus masuk penanaman modal asing (PMA) menjadi pilar utama keyakinan ini. Kondisi ini mencerminkan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik, ditambah lagi dengan imbal hasil investasi yang tetap atraktif. Untuk itu, Bank Indonesia menegaskan komitmennya untuk terus mempererat sinergi dengan pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal, demi menjaga stabilitas perekonomian dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kinerja Ekspor Impor Mendukung Ketahanan Ekonomi
Dukungan terhadap gambaran positif ketahanan eksternal juga datang dari data ekspor impor Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya telah merilis data bahwa nilai ekspor Indonesia periode Januari hingga September 2025 mencapai 209,80 miliar dolar AS, menunjukkan peningkatan sebesar 8,14 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, pada Senin (3/11/2025) lalu, menjelaskan bahwa meskipun nilai ekspor migas mengalami penurunan 14,09 persen menjadi 10,03 miliar dolar AS, ekspor nonmigas justru mencatat kenaikan signifikan 9,57 persen, mencapai 199,77 miliar dolar AS.
Peningkatan nilai ekspor nonmigas secara kumulatif didorong oleh kinerja sektor industri pengolahan dan pertanian. Sektor industri pengolahan menjadi motor utama dengan kontribusi sebesar 12,58 persen terhadap peningkatan ekspor nonmigas sepanjang Januari hingga September 2025. Pudji menyebutkan beberapa komoditas unggulan dari sektor ini yang menunjukkan kenaikan besar, antara lain minyak kelapa sawit, logam dasar bukan besi, barang perhiasan dan berharga, kimia dasar organik berbasis hasil pertanian, serta semikonduktor dan komponen elektronik lainnya.
Tiga negara tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia meliputi Cina dengan nilai 46,47 miliar dolar AS, didominasi oleh besi dan baja; Amerika Serikat dengan 23,03 miliar dolar AS, didominasi mesin dan perlengkapan elektrik; serta India dengan 14,02 miliar dolar AS, didominasi bahan bakar mineral. Total ekspor ke ketiga negara ini menyumbang sekitar 41,81 persen dari keseluruhan ekspor nonmigas Indonesia. Jika dibandingkan secara kumulatif dengan tahun sebelumnya, ekspor nonmigas ke AS, ASEAN, dan Uni Eropa menunjukkan peningkatan, sementara ekspor ke India mengalami penurunan.
Di sisi impor, periode Januari hingga September 2025 menunjukkan nilai total 176,32 miliar dolar AS, meningkat 2,62 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pudji merinci bahwa impor migas turun 11,21 persen menjadi 23,75 miliar dolar AS, sedangkan impor nonmigas naik 5,17 persen menjadi 152,58 miliar dolar AS. Peningkatan nilai impor secara kumulatif terutama disumbangkan oleh barang modal, yang mencapai 35,90 miliar dolar AS atau naik 19,13 persen, memberikan andil 3,36 persen terhadap peningkatan impor. Barang modal yang mencatat kenaikan signifikan meliputi mesin atau perlengkapan elektrik, mesin atau peralatan mekanis, serta kendaraan dan bagiannya.
Berbeda dengan barang modal, impor bahan baku penolong justru menurun 0,74 persen menjadi 124,40 miliar dolar AS, begitu pula impor barang konsumsi yang turun 2,06 persen menjadi 16,02 miliar dolar AS. Cina, Jepang, dan AS menjadi negara asal impor tertinggi dalam periode tersebut, sementara impor dari negara-negara ASEAN dan Uni Eropa mengalami penurunan. Khusus untuk September 2025, total nilai impor mencapai 20,34 miliar dolar AS, naik 7,17 persen dibandingkan kondisi September 2024.

Petugas mengawasi proses bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate, Maluku Utara. – (ANTARA FOTO/Andri Saputra)
Perkembangan ekspor, impor, dan neraca perdagangan pada September 2025 dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya fluktuasi harga komoditas global. Pudji mengemukakan bahwa secara umum, harga komoditas menunjukkan variasi baik secara bulanan (mtm) maupun tahunan (yoy). Kenaikan harga secara bulanan dan tahunan terjadi pada kelompok logam mulia serta logam dan mineral, dengan peningkatan harga emas menjadi pendorong utama. Sebaliknya, harga komoditas energi, seperti minyak mentah dan batu bara, mengalami penurunan baik secara bulanan maupun tahunan. Sementara itu, harga komoditas pertanian menunjukkan penurunan secara bulanan tetapi meningkat secara tahunan, melengkapi dinamika kompleks yang membentuk kinerja perdagangan Indonesia.