Ifonti.com – JAKARTA. Sektor perbankan menunjukkan kehati-hatian yang cukup signifikan dalam penyaluran kredit, terutama di tengah kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih. Indikasi ini tercermin jelas dari hasil survei Bank Indonesia (BI) yang memproyeksikan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) permintaan kredit baru pada kuartal III 2025 akan lebih rendah dibandingkan periode kuartal II 2025.
Berdasarkan catatan BI, nilai SBT permintaan kredit baru pada kuartal II 2025 mencapai 85,22%, angka ini memang lebih tinggi dibandingkan 55,07% pada kuartal I 2025. Namun, BI juga menyoroti bahwa capaian di kuartal II 2025 tersebut masih di bawah SBT permintaan kredit baru pada kuartal II 2024 yang mencapai 89,11%. Selanjutnya, untuk kuartal III 2025, proyeksi menunjukkan bahwa nilai SBT penyaluran kredit baru diperkirakan akan kembali menurun, mencapai 81,71%.
Menurut Trioksa Siahaan, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), sentimen yang menyebabkan prakiraan penurunan penyaluran kredit baru di kuartal III 2025 ini adalah absennya momentum festive yang sebelumnya menjadi pendorong utama. Sebagai contoh, pada kuartal II, momen lebaran berhasil menopang konsumsi masyarakat sehingga permintaan kredit sempat menguat. Selain itu, Trioksa juga menambahkan bahwa efek pemangkasan suku bunga acuan oleh BI belum memberikan dampak langsung terhadap realisasi permintaan kredit baru.
Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 5,25% pada Juli 2025, turun dari sebelumnya 5,50%. Pemangkasan ini merupakan yang ketiga kalinya sepanjang tahun 2025. “Prakiraan SBT permintaan kredit baru kuartal III lebih rendah dibanding kuartal II, karena di kuartal II ada momen Lebaran sehingga arus konsumsi menguat. Selain itu, pemangkasan BI-Rate belum berdampak langsung pada permintaan kredit. Faktor lain juga daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih,” jelas Trioksa kepada KONTAN, Minggu (17/8/2025).
Kondisi inilah yang menjelaskan mengapa survei perbankan BI untuk triwulan ketiga 2025 mengindikasikan penyusutan nilai SBT prakiraan penyaluran kredit baru dibandingkan periode triwulan kedua. Dalam survei yang sama, terungkap pula bahwa Indeks Lending Standard (ILS) pada kuartal III 2025 diperkirakan tetap positif, yaitu 0,02. Angka ILS yang positif ini secara jelas menunjukkan sikap perbankan yang lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit.
“Bank akan lebih konservatif dalam menyalurkan kredit pada kuartal III. Bank tidak langsung melonggarkan syarat kredit, karena bank tetap harus memperhatikan manajemen risiko kredit, terutama di tengah kondisi daya beli yang belum sepenuhnya pulih,” tambah Trioksa. Di samping itu, tekanan pada Net Interest Margin (NIM) dan biaya dana juga turut mendorong bank untuk lebih selektif dalam menyalurkan pembiayaan.
Di sisi lain, PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) justru memandang bahwa pada kuartal III maupun sepanjang semester II 2025, pertumbuhan penyaluran kredit akan menunjukkan performa yang lebih baik. “Hal ini disebabkan karena mulai ada kejelasan tarif AS terhadap Indonesia dan beberapa negara lain. Juga mulai meredanya geopolitik di dunia ini,” terang Presiden Direktur Maybank Indonesia, Steffano Ridwan, kepada Kontan, Jumat (15/8/2025).
Untuk periode kuartal III ini, Maybank Indonesia akan terus memfokuskan penyaluran kredit pada empat segmen prioritas mereka, yaitu: Large Corp, Business Banking, SME (Pembiayaan Modal Kerja), dan KPM (Kredit Pemilikan Mobil). Meskipun demikian, Steffano menegaskan bahwa Maybank Indonesia akan senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam setiap langkah penyaluran kredit ke depannya. Sebagai informasi, dari sisi intermediasi, penyaluran kredit Maybank tercatat turun tipis 1,1% year-on-year (YoY) menjadi Rp 121,69 triliun sepanjang semester I 2025. Namun, kualitas kredit bermasalah atau (non-performing loan/NPL) gross membaik dari 2,66% menjadi 2,35%, sedangkan NPL net membaik dari 1,7% menjadi 1,5%.
Senada dengan optimisme terhadap pertumbuhan kredit, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga menyampaikan pandangannya. Mengenai hal ini, EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyatakan bahwa kinerja industri perbankan akan selalu sejalan dengan kondisi perekonomian. “Terkait dengan prospek ke depan, kami berharap penyaluran kredit dapat terus mencatatkan pertumbuhan positif pada tahun ini,” tutur Hera.
Per Juni 2025, total kredit BCA tumbuh sebesar 12,9% secara tahunan (YoY) mencapai Rp 959 triliun. Pertumbuhan impresif ini berada di atas rata-rata industri. Hingga akhir 2025, pertumbuhan kredit BCA ditargetkan masih tetap sejalan dengan Rencana Bisnis Bank (RBB) yang telah ditetapkan. Pertumbuhan kredit BCA disokong oleh berbagai segmen, mulai dari korporasi, UMKM, hingga konsumer. Kontribusi terbesar dicatat oleh pertumbuhan kredit korporasi yang naik 16,1% YoY dengan nilai Rp 451,8 triliun per Juni 2025. “BCA akan terus mendorong penyaluran kredit ke berbagai segmen dan sektor secara pruden, sekaligus mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan penerapan manajemen risiko yang disiplin,” tambah Hera.
Sementara itu, Direktur Kepatuhan OK Bank, Efdinal Alamsyah, mengemukakan bahwa beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan menurunnya SBT adalah karena bank-bank cenderung lebih ketat dalam menyalurkan kredit sebagai langkah kehati-hatian, mengingat risiko global diperkirakan masih tinggi. “Jadi likuiditas sebagian lebih diarahkan pada surat berharga ketimbang kredit,” tutur Efdinal.
Untuk semester II 2025 ini, Efdinal menjelaskan bahwa OK Bank akan terus menerapkan sikap hati-hati dan selektif dalam menyalurkan kredit, terutama yang berkaitan dengan kredit modal kerja dan kredit investasi. Namun, Efdinal menyebut, untuk kredit konsumtif bisa saja lebih dilonggarkan. Terakhir, ia menyampaikan bahwa OK Bank akan tetap menyalurkan kredit sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam RBB. “Pada akhir bulan Juni 2025, kredit OK Bank tumbuh sebesar lebih kurang 8%. Sampai akhir tahun OK Bank menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 10%,” pungkasnya.
Ringkasan
Bank Indonesia memproyeksikan penurunan permintaan kredit baru pada kuartal III 2025, dengan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) yang lebih rendah dibandingkan kuartal II. Penurunan ini dipicu oleh absennya momentum festive seperti Lebaran dan belum signifikannya dampak pemangkasan suku bunga acuan BI. Bank diperkirakan akan lebih konservatif dalam penyaluran kredit, memperhatikan manajemen risiko dan daya beli masyarakat yang belum pulih.
Beberapa bank seperti Maybank Indonesia dan BCA tetap optimis terhadap pertumbuhan kredit di kuartal III dan semester II 2025. Mereka berencana fokus pada segmen prioritas dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Sementara itu, OK Bank akan lebih selektif dalam menyalurkan kredit modal kerja dan investasi, tetapi mungkin melonggarkan kredit konsumtif, dengan target pertumbuhan kredit tahunan sebesar 10%.