Ifonti.com – Bank Indonesia (BI) kembali mengambil langkah strategis dengan memangkas suku bunga acuannya. Keputusan ini, yang merupakan penurunan keempat kalinya sepanjang tahun ini, selaras dengan ekspektasi Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, serta menegaskan arah kebijakan moneter yang akomodatif.
Andry Asmoro menjelaskan bahwa langkah penurunan suku bunga ini didesain untuk menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi domestik. “Tujuan utama adalah mendorong momentum pertumbuhan yang lebih kuat, sekaligus meningkatkan likuiditas di pasar uang dan sektor perbankan,” ujarnya, menyoroti dampak positif yang diharapkan dari kebijakan ini.
Namun, kendati suku bunga telah diturunkan secara bertahap, akselerasi penyaluran kredit perbankan belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Fenomena ini menjadi perhatian serius, terutama mengingat target BI untuk pertumbuhan kredit sepanjang tahun 2025 yang dipatok pada kisaran 8 hingga 11 persen.
Analisis lebih lanjut berdasarkan segmen menunjukkan bahwa kredit konsumsi dan kredit modal kerja tumbuh pada level yang masih moderat, masing-masing sebesar 8,11 persen Year-on-Year (YoY) dan 3,08 persen YoY. Berbeda halnya dengan kredit investasi yang justru menunjukkan geliat pertumbuhan yang cukup kuat, mencapai 12,42 persen YoY, menandakan potensi di sektor produktif.
Dalam upaya mendukung kapabilitas sektor perbankan, BI telah mengucurkan insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) senilai Rp 384 triliun pada pekan pertama Agustus 2025. Insentif ini didistribusikan secara merata, dengan Rp 171,5 triliun untuk bank BUMN, Rp 169,2 triliun untuk bank swasta nasional (BUSN), Rp 37,2 triliun untuk Bank Pembangunan Daerah (BPD), serta Rp 5,7 triliun untuk kantor cabang bank asing (KCBA).
Sementara itu, kondisi pendanaan perbankan menunjukkan sinyal positif dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di Juli 2025 sebesar 7 persen, relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya. Secara Year-to-Date (YtD), DPK berhasil tumbuh 5,18 persen, jauh melampaui angka 2,71 persen YtD yang tercatat pada Juli 2024. “Peningkatan DPK dan distribusi insentif likuiditas ini menandakan adanya perbaikan fundamental dari sisi pendanaan, yang krusial bagi kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit di masa mendatang,” imbuh Asmoro.
Andry Asmoro juga menggarisbawahi sinyal dari BI bahwa ruang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut masih terbuka lebar. Proyeksi inflasi yang rendah dan stabilitas nilai tukar rupiah menjadi faktor pendorong utama di balik kemungkinan kebijakan akomodatif tambahan ini, yang diharapkan dapat semakin memacu pertumbuhan ekonomi.
Senada dengan pandangan tersebut, Corporate Secretary Bank Mandiri, M. Ashidiq Iswara, menyatakan bahwa penurunan BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5 persen merupakan langkah yang tepat. Kebijakan ini dinilai selaras dengan kebutuhan untuk menjaga stabilitas di tengah dinamika perekonomian global dan domestik yang terus bergerak.
Ashidiq menegaskan, penyesuaian suku bunga acuan ini diharapkan mampu menopang momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Kunci keberhasilannya terletak pada kemampuan untuk mempertahankan inflasi yang terkendali serta nilai tukar rupiah yang stabil, dua indikator makroekonomi vital.
Bank Mandiri sendiri, dengan identitas khas berlogo pita emas, berkomitmen untuk terus menjalankan peran intermediasi secara sehat dan selektif. Prioritas diberikan pada dukungan terhadap sektor-sektor produktif yang berorientasi pada penguatan ekonomi kerakyatan. “Penyesuaian suku bunga kredit dan simpanan akan kami lakukan secara prudent, dengan cermat mempertimbangkan kondisi likuiditas internal, dinamika pasar, dan arah kebijakan moneter yang berlaku,” jelas M. Ashidiq Iswara.
Tak hanya itu, optimalisasi solusi digital perbankan juga menjadi fokus utama Bank Mandiri. Melalui platform seperti Livin’ by Mandiri untuk nasabah ritel, Kopra by Mandiri untuk nasabah wholesale, dan Livin’ Merchant bagi pelaku UMKM, Bank Mandiri berupaya memperluas akses layanan keuangan. Inisiatif ini diharapkan dapat memperkuat fondasi pertumbuhan ekonomi nasional secara inklusif dan berkelanjutan.