BI Rate Turun? Ini Alasan KPR Syariah Tetap Jadi Pilihan!

Ifonti.com JAKARTA – Di tengah era suku bunga rendah yang dipicu oleh kebijakan Bank Indonesia (BI) yang gencar menurunkan BI rate, sebuah fenomena menarik terjadi di pasar pembiayaan properti. Meskipun bunga acuan melandai, produk kredit pemilikan rumah (KPR) syariah justru tetap mempertahankan popularitasnya. Hal ini terutama didorong oleh keengganan bank-bank konvensional untuk turut menyesuaikan penurunan bunga kredit mereka, menciptakan celah bagi KPR syariah untuk bersinar.

Daya tarik utama KPR syariah terletak pada karakteristik angsurannya yang tetap sepanjang masa pembiayaan, sepenuhnya terbebas dari fluktuasi bunga acuan BI. Ini sangat kontras dengan KPR konvensional, di mana cicilan akan mengikuti pergerakan BI rate setelah periode bunga tetap berakhir dan memasuki fase bunga mengambang atau floating rate.

Menanggapi tren ini, Direktur Sales & Distribution Bank Syariah Indonesia (BSI), Anton Sukarna, menegaskan bahwa minat masyarakat terhadap KPR syariah tetap sangat tinggi. Bahkan, kondisi ini bertahan di tengah dinamika tren penurunan suku bunga acuan yang tengah berlangsung.

Anton menjelaskan, prinsip kepastian angsuran hingga akhir masa pembiayaan menjadi keunggulan fundamental KPR syariah. Fitur ini, lanjutnya, secara signifikan memberikan ketenangan pikiran bagi nasabah, memungkinkan mereka merencanakan keuangan jangka panjang tanpa beban kekhawatiran yang berarti.

“Nasabah tidak perlu khawatir akan risiko kenaikan cicilan di masa depan, suatu hal yang sering terjadi pada skema bunga mengambang atau floating rate di bank konvensional,” ungkap Anton pada Kamis (4/9/2025).

Kinerja BSI Griya sendiri menunjukkan hasil yang impresif. Hingga kuartal I-2025, produk ini mencatatkan pertumbuhan sebesar 8,63% secara tahunan (year-on-year/yoy), dengan total portofolio yang fantastis mencapai Rp 58,03 triliun.

Lebih lanjut, Anton juga menyoroti fenomena meningkatnya tren take over KPR, yakni pemindahan fasilitas KPR dari bank konvensional ke BSI melalui produk BSI Griya Take Over. Meskipun detail pertumbuhan produk ini tidak dijelaskan secara spesifik, tren tersebut mengindikasikan pergeseran signifikan dalam preferensi nasabah.

Menurutnya, fenomena ini adalah indikator kuat pergeseran preferensi nasabah. Mereka kini tidak hanya mencari tawaran suku bunga rendah di awal, melainkan juga mengutamakan stabilitas dan keberkahan dalam bertransaksi pembiayaan rumah mereka.

“Angka pertumbuhan 8,63% ini secara jelas membuktikan kuatnya kepercayaan masyarakat serta keberhasilan strategi yang telah kami terapkan,” tegas Anton.

Senada dengan pandangan tersebut, Direktur BCA Syariah Pranata menyatakan bahwa penyaluran KPR syariah di lembaganya tetap menunjukkan kinerja positif, bahkan di tengah kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya stabil. Hingga Juli 2025, portofolio KPR di BCA Syariah tumbuh impresif sebesar 16% secara tahunan (YoY), mencapai angka Rp 1,4 triliun.

Pranata menambahkan, ukuran pembiayaan rata-rata (ticket size) KPR BCA Syariah berada di kisaran Rp 962 juta, dengan jangka waktu pembiayaan pemilikan rumah yang paling diminati nasabah adalah 10 tahun.

Lebih lanjut, pertumbuhan pembiayaan KPR ini ditopang oleh kontribusi positif dari pembiayaan baru serta tren take over yang terus meningkat. Oleh karena itu, Pranata menyimpulkan bahwa capaian ini jelas merefleksikan minat masyarakat yang tetap tinggi terhadap KPR syariah.

“Kami juga konsisten melakukan edukasi komprehensif mengenai berbagai manfaat yang ditawarkan melalui KPR iB, seperti keuntungan angsuran tetap dan opsi jangka waktu pembiayaan hingga 20 tahun,” jelas Pranata.

Melengkapi pandangan dari bank syariah lainnya, Direktur CIMB Niaga Syariah Pandji P. Djajanegara menambahkan bahwa KPR syariah memiliki fleksibilitas tinggi. Produk ini tidak hanya ideal untuk pembelian rumah baru, tetapi juga menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam segmen pembelian rumah bekas hingga fasilitas take over.

Pandji optimistis bahwa KPR syariah akan terus menunjukkan pertumbuhan yang berkelanjutan di masa depan, seiring dengan tingginya kebutuhan nasabah akan pembiayaan rumah. Keyakinan ini diperkuat oleh fakta bahwa backlog atau kesenjangan kebutuhan rumah di Indonesia masih sangat besar, mencapai sekitar 12 juta unit.

Ringkasan

Di tengah penurunan BI rate, KPR syariah tetap populer karena bank konvensional enggan menurunkan bunga kredit. Angsuran KPR syariah yang tetap selama masa pembiayaan menjadi daya tarik utama, berbeda dengan KPR konvensional yang cicilannya mengikuti fluktuasi BI rate setelah periode bunga tetap berakhir. Hal ini memberikan kepastian dan ketenangan pikiran bagi nasabah dalam merencanakan keuangan jangka panjang.

Beberapa bank syariah, seperti BSI dan BCA Syariah, mencatatkan pertumbuhan positif pada KPR syariah mereka. Tren take over KPR dari bank konvensional ke bank syariah juga meningkat, menunjukkan pergeseran preferensi nasabah yang kini mengutamakan stabilitas dan keberkahan dalam pembiayaan rumah. Fleksibilitas KPR syariah, yang juga mencakup pembelian rumah bekas dan fasilitas take over, mendukung pertumbuhan berkelanjutan di masa depan.