Ifonti.com JAKARTA. Penyesuaian suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) yang dipangkas sebesar 25 basis poin, kini berada di angka 4,75%, ternyata tidak serta-merta diikuti oleh penyesuaian bunga pembiayaan di industri multifinance. Sejumlah perusahaan memilih untuk mempertahankan stabilitas suku bunga yang mereka tawarkan, sementara yang lain menerapkan pendekatan yang lebih dinamis, menyesuaikan tarif bunga berdasarkan profil risiko masing-masing nasabah.
Sebagai contoh, PT Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN) mengonfirmasi bahwa tingkat bunga pembiayaan kepada para debitur masih stabil, bahkan setelah Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuannya. Direktur Utama Clipan Finance, Harjanto Tjitohardjojo, menjelaskan bahwa penentuan bunga pembiayaan jauh lebih kompleks daripada sekadar mengacu pada biaya dana (cost of fund/CoF). Faktor-faktor lain seperti biaya operasional (opex), provisi, serta pencadangan risiko juga menjadi pertimbangan utama.
“Saat ini, tingkat bunga pembiayaan kepada debitur masih relatif stabil dan belum mengalami penurunan seiring dengan penyesuaian suku bunga acuan BI,” ungkap Harjanto kepada Kontan pada hari Selasa (23/9/2025). Ia menambahkan bahwa strategi Clipan Finance dalam mempertahankan tingkat bunga yang kompetitif ditempuh melalui peningkatan kualitas analisis kredit untuk meminimalkan risiko pembiayaan, mendorong produktivitas, serta mengendalikan biaya operasional secara ketat. “Dengan begitu, bunga yang ditawarkan tetap kompetitif bagi konsumen dan sehat bagi perusahaan,” lanjutnya.
Clipan Finance (CFIN) Cetak ROA 2,45% per Agustus 2025
Sementara itu, dari sudut pandang yang berbeda, Presiden Direktur PT CIMB Niaga Auto Finance (CNAF), Ristiawan Suherman, menjelaskan bahwa ketika suku bunga acuan turun, perusahaan tetap konsisten menerapkan metode risk based pricing dalam menentukan suku bunga pembiayaan. Pendekatan ini secara cermat mempertimbangkan profil risiko unik dari setiap nasabah.
“Dengan demikian, suku bunga yang dikenakan kepada nasabah akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat risiko profil nasabah itu sendiri. Hal ini kami lakukan untuk menjaga tingkat kualitas portofolio dan memastikan keberlanjutan bisnis yang sehat,” papar Ristiawan kepada Kontan, belum lama ini.
CNAF Sambut Positif Penurunan BI-Rate, Gunakan Risk Based Pricing dalam Pembiayaan
Lebih lanjut, Ristiawan memaparkan bahwa CNAF juga proaktif dalam menyiapkan sumber pendanaan yang beragam. Diversifikasi ini krusial untuk menjaga keseimbangan optimal antara biaya dana (cost of fund) dan suku bunga pembiayaan yang ditawarkan kepada konsumen. Hingga saat ini, sumber pendanaan utama CNAF berasal dari bilateral loan, skema joint financing bersama induk usaha (Bank CIMB Niaga), serta penerbitan sukuk.
“Dengan diversifikasi sumber pendanaan ini, CNAF dapat mengoptimalkan upaya untuk menekan angka cost of fund, sehingga kami dapat meningkatkan kemampuan bersaing di pasar,” jelas Ristiawan. Strategi ini terbukti efektif. Per Agustus 2025, penyaluran pembiayaan baru CNAF tercatat sebesar Rp 6,66 triliun, menunjukkan pertumbuhan signifikan 6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 6,29 triliun.
Rincian penyaluran pembiayaan baru CNAF per Agustus 2025 menunjukkan dominasi segmen kendaraan bekas, menyumbang 62% atau senilai Rp 4,11 triliun. Diikuti oleh segmen kendaraan baru sebesar 28% dengan nilai mencapai Rp 1,84 triliun. Sementara itu, fasilitas dana atau refinancing berkontribusi 10% atau setara dengan Rp 701 miliar.