BI Waspadai NPL Kredit Konsumsi, Apa Artinya Bagi Anda?

Bank Indonesia (BI) menyoroti tren peningkatan kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) pada kredit konsumsi, sebuah perkembangan yang terjadi seiring dengan perlambatan pertumbuhan segmen kredit tersebut. Kondisi ini memicu kewaspadaan di tengah upaya menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.

Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa pertumbuhan kredit konsumsi pada September 2025 melambat signifikan menjadi 7,3% secara tahunan (year on year/yoy), dengan total nilai mencapai Rp 2.307,3 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan 7,7% yoy atau sebesar Rp 2.295,4 triliun. Irman Robinson, Direktur Kebijakan Makroprudensial BI, menegaskan bahwa meskipun NPL kredit konsumsi masih berada di bawah ambang batas 5%, tren peningkatannya adalah hal yang perlu diwaspadai bersama.

Perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor utama. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hanya tumbuh 7,2% pada September 2025, mengalami perlambatan dari bulan sebelumnya yang tercatat 7,1%. Sementara itu, kredit kendaraan bermotor menunjukkan pelambatan yang lebih drastis, hanya tumbuh 0,7% pada September 2025, turun signifikan dari 3,4% di bulan sebelumnya.

Meskipun terjadi perlambatan pada segmen konsumsi, secara keseluruhan kredit perbankan masih menunjukkan pertumbuhan yang stabil. Pada September 2025, total kredit perbankan tercatat tumbuh 7,70% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan angka 7,56% yoy pada Agustus 2025.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, sebelumnya menjelaskan bahwa permintaan kredit yang belum menguat disebabkan oleh sikap kehati-hatian (wait and see) dari pelaku usaha, optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, serta suku bunga kredit yang masih relatif tinggi. Fenomena ini tercermin dari fasilitas pinjaman yang belum dicairkan (undisbursed loan) pada September 2025 yang masih cukup besar, mencapai Rp 2.374,8 triliun atau 22,54% dari total plafon kredit yang tersedia. Porsi terbesar dari undisbursed loan ini berasal dari segmen korporasi, khususnya di sektor Perdagangan, Industri, dan Pertambangan, dengan jenis kredit modal kerja sebagai kontributor utama.

Di sisi penawaran, kapasitas pembiayaan perbankan dinilai memadai. Hal ini didukung oleh rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 29,29% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 11,18% (yoy) pada September 2025. Kondisi likuiditas yang kuat ini merupakan hasil dari ekspansi keuangan pemerintah, termasuk penempatan dana pemerintah pada beberapa bank besar, serta kebijakan pelonggaran likuiditas dan insentif makroprudensial yang diterapkan oleh Bank Indonesia.

Ringkasan

Bank Indonesia (BI) mewaspadai peningkatan Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet pada kredit konsumsi, yang terjadi bersamaan dengan perlambatan pertumbuhan kredit di segmen tersebut. Meskipun NPL kredit konsumsi masih di bawah ambang batas 5%, tren peningkatannya memerlukan perhatian. Perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi dipengaruhi oleh penurunan pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor.

Secara keseluruhan, pertumbuhan kredit perbankan masih stabil, meskipun permintaan kredit belum menguat karena sikap kehati-hatian pelaku usaha dan suku bunga yang relatif tinggi. Kapasitas pembiayaan perbankan dinilai memadai, didukung oleh rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang kuat dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK).