Bitcoin Sentuh US$100.000, Analis Bloomberg Sebut Speed Bump Menuju US$56.000

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasar kripto kembali dihadapkan pada proyeksi yang mengkhawatirkan. Harga Bitcoin (BTC), aset kripto terbesar berdasarkan kapitalisasi pasar, dikabarkan berpotensi mengalami koreksi tajam hingga hampir 50% jika tren penurunan yang terjadi selama sebulan terakhir terus berlanjut. Pernyataan ini datang dari analis terkemuka Bloomberg, Mike McGlone, yang dikenal dengan pandangannya yang seringkali jitu. Melalui unggahannya di platform X pada Kamis (7/11/2025), McGlone memperingatkan bahwa level US$100.000 mungkin hanyalah “batu sandungan” sebelum BTC meluncur lebih jauh menuju US$56.000. Angka ini menandai potensi penurunan drastis menuju rata-rata pergerakan 48 bulan, sebuah indikator teknikal penting.

McGlone menambahkan bahwa pergerakan harga Bitcoin saat ini masih berada dalam batas normal, mirip dengan pola koreksi yang sering terjadi setelah periode reli panjang, seperti yang diamati pada tahun 2025. Pernyataan ini memberikan konteks bahwa volatilitas bukanlah hal baru bagi aset digital ini. Mengacu pada data Coinmarketcap, pada pukul 09.39 WIB, harga Bitcoin tercatat di level US$101.503, menunjukkan penurunan sebesar 1,62% dalam kurun waktu 24 jam terakhir.

Kendati demikian, pandangan Mike McGlone tidak diamini oleh semua pihak. Sejumlah analis lainnya justru memiliki optimisme bahwa penurunan harga Bitcoin yang terjadi di bawah US$100.000 pada tanggal 4 November lalu kemungkinan besar telah menandai titik terendah atau local bottom. Analisis ini didukung oleh fakta bahwa, berdasarkan data CoinMarketCap, BTC memang sempat terperosok hingga US$98.000 sebelum akhirnya berhasil bangkit tipis dan diperdagangkan kembali di kisaran US$101.380, menunjukkan adanya daya beli di level tersebut.

Sinyal positif dari potensi local bottom ini diperkuat oleh analisis dari tim riset XWIN Research Japan. Mereka menyoroti bahwa rasio Market Value to Realized Value (MVRV) Bitcoin—sebuah indikator krusial yang digunakan untuk mengukur apakah suatu aset cenderung overvalued atau undervalued—telah merosot ke level yang secara historis kerap menjadi penanda fase dasar harga. Senada dengan itu, firma analisis on-chain terkemuka, Glassnode, turut menggarisbawahi bahwa pelemahan harga BTC yang terjadi saat ini masih tergolong sebagai koreksi wajar yang lazim terjadi dalam siklus pasar.

Laporan Glassnode secara spesifik mengungkapkan bahwa tingkat Relative Unrealized Loss Bitcoin saat ini hanya berkisar 3,1%. Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan periode bear market ekstrem pada tahun 2022–2023. Menurut mereka, selama indikator ini tetap berada di bawah 5%, pasar kripto masih dapat dianggap stabil dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda kepanikan yang signifikan di kalangan investor.

Meski demikian, ada pula suara-suara yang menyerukan kewaspadaan terhadap prospek jangka panjang Bitcoin. CEO Sigma Capital, Vineet Budki, misalnya, memperkirakan bahwa Bitcoin masih berpotensi mengalami koreksi harga yang lebih dalam, bahkan hingga 65%-70% dalam dua tahun ke depan. Di lain pihak, tokoh investasi ternama, Cathie Wood dari ARK Invest, telah merevisi turun proyeksi jangka panjangnya untuk Bitcoin. Ia memangkas targetnya sebesar US$300.000, dari estimasi awal US$1,5 juta menjadi US$1,2 juta pada tahun 2030. Wood beralasan bahwa peningkatan pesat penggunaan stablecoin di pasar negara berkembang mulai menggerus dan mengikis peran Bitcoin sebagai penyimpan nilai (store of value) utama.