
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan proses demutualisasi Bursa Efek Indonesia (BEI) ditargetkan rampung pada semester I-2026 mendatang.
Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan payung hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP) sebagai landasan pelaksanaan perubahan struktur kelembagaan bursa tersebut.
Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan Masyita Crystallin mengatakan, pemerintah sedang merumuskan sejumlah opsi terkait skema demutualisasi. Ia menyampaikan bahwa penyusunan regulasi dilakukan sambil berkoordinasi dengan pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BEI, dan para pelaku pasar.
“Kami sedang menyiapkan Peraturan Pemerintah. Tentu kita berkoordinasi, tapi memang draftnya tetap akan di pemerintah. Kita akan dengar dari Bursa, OJK dan pelaku pasar bagaimana tata kelola yang baik,” kata Maysita di gedung BEI, Senin (8/12/2025) malam.
Demutualisasi BEI Bisa Buat Biaya Transaksi Bursa Jadi Lebih Mahal
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia Jeffrey Hendrik menerangkan demutualisasi bukan merupakan aksi korporasi BEI, melainkan shareholder action atau tindakan para pemegang saham BEI.
Karena itu, prosesnya mengikuti mandat regulasi dan melibatkan pihak-pihak yang berwenang seperti yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
“Kami mengikuti seluruh prosesnya dan kemudian berkoordinasi dengan seluruh pihak. Mudah-mudahan berjalan dengan baik,” ujar Jeffrey.
Jeffrey menambahkan, analisis mengenai kelebihan dan kekurangan demutualisasi saat ini masih dikaji oleh masing-masing lembaga. Nantinya, hasil kajian dari tiap institusi akan dihimpun dan dipadukan untuk dibahas secara bersama.
Pengamat Pasar Modal Reydi Octa menyebutkan, ada sejumlah keuntungan dan kerugian dalam demutualisasi BEI. Dari sisi keuntungan, tata kelola dan independensi akan lebih kuat karena kepemilikannya dipisah antara keanggotaan dan kepemilikan sehingga mengurangi kepentingan antara Anggota Bursa dan BEI.
“Saat ini BEI termasuk salah satu bursa yang masih mutual, sehingga langkah untuk demutualisasi adalah upaya untuk meningkatkan kredibilitas yang dapat bersaing dengan bursa negara lain,” kata Reydi kepada Kontan, Selasa (9/12/2025).
Namun, ia juga menyoroti potensi kerugian yang dapat terjadi. Salah satunya adalah perubahan komposisi investor strategis di BEI yang mungkin memiliki orientasi keuntungan. Kondisi ini bisa mendorong bursa lebih fokus pada profit sehingga berpeluang memicu pelonggaran standar pencatatan atau pengawasan demi mengejar kenaikan volume untuk memenuhi target tertentu.
Oleh karena itu, Reydi menilai ada sejumlah hal perlu dipersiapkan sebelum demutualisasi diberlakukan. Di antaranya adalah sosialisasi bertahap kepada investor untuk memastikan bahwa orientasi profit tidak serta-merta diikuti kenaikan biaya perdagangan, fee listing, atau biaya lainnya. Selain itu, edukasi kepada Anggota Bursa dan emiten perlu diperkuat agar perubahan yang terjadi dapat dipahami.
Ia juga menekankan pentingnya pemisahan fungsi yang jelas antara unit yang bertanggung jawab pada pengawasan kepatuhan dan unit yang berfokus pada pengembangan produk serta aktivitas komersial.
Begini Dampak Demutualisasi BEI ke Investor, Simak Analisisnya
Disamping itu, Reydi menambahkan, beberapa bursa di Asia telah lebih dahulu melakukan demutualisasi, seperti Singapura, India, dan Malaysia. Menurutnya, model Bursa Malaysia dan India merupakan contoh yang paling relevan bagi Indonesia karena memiliki kemiripan dari sisi struktur ekonomi, peran negara, dan tingkat perkembangan pasar.
Ia menerangkan saat ini Malaysia memberikan contoh bahwa bursa dapat melakukan demutualisasi dan mencatatkan saham tanpa kehilangan karakter meskipun berorientasi profit.
Sementara di India memperlihatkan bahwa demutualisasi harus dibarengi penguatan ekosistem apabila ingin pasar modal benar-benar likuid, bukan hanya membuat bursa semakin besar sebagai entitas korporasi.
Reydi juga berpendapat target demutualisasi yang rampung semester I-2026 cukup realistis. Namun, proses ini membutuhkan sinkronisasi antara semua stakeholder terkait serta dilakukan uji operasional secara bertahap.