Ditopang Permintaan Domestik dan Ekspor, Simak Rekomendasi Saham Emiten Sektor CPO

Ifonti.com – JAKARTA. Prospek emiten di sektor perkebunan minyak kelapa sawit (CPO) diperkirakan tetap cerah pada paruh kedua tahun 2025. Optimisme ini didorong oleh sejumlah sentimen kuat, mulai dari peningkatan ekspor CPO hingga komitmen pemerintah dalam program biodiesel yang berkelanjutan, menjadikannya penentu utama kinerja industri ke depan.

Menurut Sukarno Alatas, Senior Equity Research Kiwoom Sekuritas, proyeksi positif bagi emiten CPO pada semester kedua tahun ini sangat kuat, terutama berkat dorongan dari implementasi program biodiesel B50. Program ini, yang merupakan kelanjutan dari inisiatif bahan bakar nabati pemerintah, diharapkan dapat secara signifikan mendongkrak permintaan domestik CPO. Sejarah program biodiesel di Indonesia dimulai dengan B15 pada tahun 2015, dan kini telah mencapai B40 sejak Januari 2025, menunjukkan komitmen kuat pemerintah terhadap energi terbarukan. “Secara keseluruhan, pandangan kami untuk emiten CPO hingga akhir tahun 2025 tetap positif, ditopang oleh solidnya permintaan domestik dan terbukanya peluang ekspor yang lebih luas,” jelas Sukarno.

Senada, Analis Samuel Sekuritas, Ahnaf Yassar, menyoroti bahwa mandat biodiesel Indonesia yang terus berevolusi, terutama melalui program B50, memberikan fondasi struktural yang kokoh bagi industri sawit. Program B50, yang direncanakan beroperasi penuh pada tahun 2026, diperkirakan akan menyerap 15 hingga 16 juta ton CPO setiap tahun. Angka ini mencerminkan porsi signifikan, sekitar 19,7% hingga 21% dari total produksi CPO nasional, menegaskan peran vital biodiesel dalam menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan di pasar domestik.

Impor CPO India Tembus Level Tertinggi dalam 13 Bulan

Dari perspektif teknikal, Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, memaparkan bahwa harga CPO global berpotensi menguat signifikan, menembus kisaran MYR 4.700 per ton, asalkan mampu mempertahankan posisi di atas level krusial MYR 4.350. Penguatan ini, lanjut Ekky, utamanya didorong oleh lonjakan konsumsi biodiesel di Indonesia seiring implementasi program B40 yang telah berjalan.

Meskipun demikian, di balik momentum positif tersebut, Ekky juga menggarisbawahi beberapa tantangan struktural yang patut diwaspadai emiten CPO. Salah satunya adalah tekanan dari tarif dan biaya ekspor yang tinggi. Adanya tarif impor hingga 32% yang diterapkan oleh Amerika Serikat mendorong Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) untuk mendesak pemerintah agar menurunkan tarif ekspor. Langkah ini krusial demi menjaga daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar global. Selain itu, fluktuasi harga CPO, perubahan kebijakan domestik, serta intensitas persaingan dari produsen lain seperti Malaysia, juga menjadi faktor penting yang berpotensi menekan margin keuntungan dan pangsa pasar emiten CPO nasional.

Sukarno Alatas kembali menambahkan, beberapa sentimen utama yang perlu dicermati untuk memantau kinerja sektor CPO pada paruh kedua tahun 2025 mencakup arah kebijakan energi hijau global serta progres implementasi program biodiesel B50 di tingkat domestik. Kabar baiknya, hubungan perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa menunjukkan sinyal perbaikan, berpotensi membuka keran ekspor CPO yang lebih luas setelah sebelumnya terganjal isu deforestasi. Kemenangan Indonesia di WTO terkait bea masuk biodiesel berbasis CPO Uni Eropa juga menjadi katalis positif, meredam sebagian risiko regulasi dan memberikan dorongan kuat bagi volume ekspor. Tidak ketinggalan, tren harga minyak dunia juga menjadi indikator penting, mengingat korelasinya yang erat dengan pergerakan harga CPO di pasar global.

Putusan Panel WTO Bisa Memperluas Akses Pasar Produk Minyak Sawit Indonesia

Ekky Topan lebih lanjut menjelaskan, kebijakan biodiesel tetap menjadi pilar utama penopang permintaan domestik CPO. Program ini terbukti efektif dalam menahan risiko kelebihan pasokan dan menjaga stabilitas harga CPO di pasar domestik. Selain itu, pertumbuhan volume ekspor juga krusial. Data menunjukkan peningkatan ekspor CPO dan produk turunannya pada Juni 2025 hampir 37% dibandingkan bulan sebelumnya, menandakan momentum kuat dan kepercayaan pasar yang berkelanjutan terhadap produk Indonesia. Namun, perlu dicatat, jika ekspor CPO di masa mendatang justru melambat, hal ini bisa menjadi peluang positif bagi pasokan domestik untuk lebih optimal mendukung program biodiesel pemerintah.

Melihat kondisi pasar terkini, Ekky mengamati bahwa mayoritas saham emiten CPO telah membukukan kenaikan signifikan sejak awal tahun, namun kini mulai menunjukkan indikasi koreksi teknikal. Oleh karena itu, pendekatannya adalah “wait and see” atau menanti, sembari mencari momentum “buy on weakness” (BOW) yang lebih optimal. Ekky menyarankan, “Strategi akumulasi harus dilakukan secara selektif, dengan memperhatikan tren harga CPO global dan bagaimana setiap emiten merespons isu-isu struktural serta dinamika kebijakan ekspor.”

Grafik AALI oleh TradingView.

Dalam konteks rekomendasi saham, Sukarno Alatas merekomendasikan trading buy untuk saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dengan target harga antara Rp 7.675 hingga Rp 7.825 per saham. Sementara itu, Ahnaf Yassar memberikan rekomendasi buy untuk saham PT Nusantara Sawit Sejahtera Tbk (NSSS), dengan target harga Rp 550 per saham. Terakhir, Ekky Topan merekomendasikan beli saham PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) dengan target harga yang lebih ambisius, yakni Rp 1.900 hingga Rp 2.000 per saham.