Bursa saham Amerika Serikat, atau yang akrab disebut Wall Street, kembali menunjukkan kekuatannya pada penutupan perdagangan Senin (22/9). Penguatan ini menandai kenaikan beruntun selama tiga sesi, dengan saham-saham teknologi menjadi penggerak utama. Di tengah euforia pasar ekuitas, harga emas mencatat rekor baru yang mengesankan, sementara dolar AS justru mengalami pelemahan.
Mengutip laporan Reuters, pergerakan indeks utama menunjukkan performa solid. Indeks Dow Jones Industrial Average melonjak 66,27 poin atau 0,14 persen, mencapai level 46.381,54. Tak kalah impresif, S&P 500 menguat 29,39 poin atau 0,44 persen ke 6.693,75, sedangkan Nasdaq Composite, yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan teknologi raksasa, melesat 157,50 poin atau 0,70 persen hingga menyentuh posisi 22.788,98.
Para investor sepanjang pekan ini memfokuskan perhatian pada sinyal-sinyal yang beragam dari pejabat Federal Reserve (The Fed) terkait prospek pemangkasan suku bunga. Selain itu, sentimen pasar juga dipengaruhi oleh kabar terbaru mengenai kebijakan imigrasi. Presiden AS, Donald Trump, sebelumnya menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan di AS perlu membayar USD 100.000 untuk setiap visa kerja H-1B baru, sebuah kebijakan yang berpotensi memberikan tekanan signifikan pada sektor teknologi.
Raihan rekor Wall Street pekan lalu terus berlanjut, dengan kontribusi besar dari dua nama besar: Nvidia dan Apple Inc. Nvidia mengumumkan rencana investasi fantastis senilai USD 100 miliar, sementara permintaan iPhone terbaru Apple dinilai sangat kuat oleh para analis pasar. Kedua perusahaan ini menjadi tulang punggung penguatan sektor teknologi yang mendorong pasar.
“Saat ini pasar sangat bergantung pada kepemimpinan yang amat sempit. Pasar juga sudah terus naik sepanjang bulan ini, kuartal ini, bahkan sejak April. Jadi wajar jika ada konsolidasi,” ujar Michael O’Rourke, Kepala Strategi Pasar di JonesTrading, memberikan gambaran tentang dinamika pasar yang terjadi.
Dari ranah kebijakan moneter, Gubernur Federal Reserve Stephen Miran menyuarakan pandangannya bahwa bank sentral telah salah membaca tingkat keketatan kebijakan saat ini. Menurutnya, kondisi ini bisa membahayakan pasar tenaga kerja jika tidak segera melakukan pemangkasan suku bunga secara lebih agresif. Namun, pandangan ini tidak diamini oleh tiga pejabat Fed lainnya yang bersikeras akan pentingnya kehati-hatian karena inflasi masih menjadi ancaman yang nyata.
Presiden Federal Reserve St. Louis, Alberto Musalem, menegaskan bahwa ruang untuk pemangkasan lanjutan sangat terbatas setelah penurunan suku bunga pekan lalu, mengingat inflasi masih berada di atas target 2 persen. Senada, Presiden Fed Atlanta, Raphael Bostic, menyatakan belum melihat adanya kebutuhan untuk pemangkasan tambahan pada tahun ini.
Sementara itu, Presiden Fed Cleveland, Beth Hammack, berpendapat bahwa kebijakan saat ini belum terlalu ketat, sehingga Fed perlu bersikap hati-hati dalam melonggarkan kebijakan. Ini menunjukkan perbedaan pandangan yang jelas di antara para pejabat bank sentral.
“Mayoritas pejabat Fed selain Miran cenderung hawkish, tapi pasar tetap naik sehingga pernyataan mereka tidak terlalu memengaruhi pergerakan,” kata Michael, mengomentari bagaimana pasar tampaknya mengabaikan nada yang lebih hawkish dari sebagian besar pejabat Fed.
Meskipun demikian, dengan pidato lanjutan dari pejabat Fed, termasuk Ketua Jerome Powell, serta rilis data inflasi penting pekan ini, Carol Schleif, Kepala Strategi Pasar di BMO Private Wealth Management, memperkirakan bahwa perdagangan bisa berlangsung dengan sangat volatil. Antisipasi terhadap pengumuman data ekonomi dan komentar pejabat akan menjadi kunci pergerakan pasar.
Di pasar global, Indeks MSCI atas saham global terpantau naik 3,69 poin atau 0,38 persen, mencapai level 985,44. Sementara itu, indeks pan-Eropa STOXX 600 sedikit melemah, ditutup turun tipis 0,13 persen, menunjukkan variasi kinerja di berbagai belahan dunia.
Di pasar valas, dolar AS mengalami pelemahan terhadap euro dan franc Swiss, mengakhiri tren penguatan selama tiga hari beruntun. Indeks Dolar AS, yang mengukur kinerja greenback terhadap sekeranjang mata uang utama, turun 0,4 persen ke 97,33. Euro menguat 0,47 persen ke USD 1,1799 per euro, sementara dolar AS melemah 0,4 persen terhadap franc Swiss menjadi 0,792. Terhadap yen Jepang, dolar AS turun tipis 0,12 persen ke 147,76.
Pergerakan di pasar obligasi AS menunjukkan stabilitas relatif pasca pemangkasan suku bunga Fed pekan lalu. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik 1,3 basis poin menjadi 4,15 persen dari 4,14 persen pada akhir pekan sebelumnya. Sementara itu, yield obligasi tenor 30 tahun juga naik 1,4 basis poin ke 4,77 persen.