Jakarta, IDN Times – Chief Investment Officer (CIO) BPI Danantara, Pandu Patria Sjahrir, memberikan penjelasan komprehensif terkait keputusan Danantara untuk menempatkan sebagian dana hasil dividen BUMN ke dalam Surat Berharga Negara (SBN). Langkah strategis ini, menurut Pandu, merupakan fondasi awal yang dirancang untuk mengoptimalkan pengelolaan dana sebelum akhirnya dialokasikan ke berbagai instrumen investasi jangka panjang lainnya.
SBN sebagai Pilihan Utama Karena Likuiditas Tinggi
Pandu menekankan bahwa SBN dipilih karena keunggulannya dalam tingkat likuiditas yang tinggi, memungkinkan dana untuk dimanfaatkan dengan cepat dan efisien. Faktor ini menjadi krusial mengingat Danantara baru saja menerima alokasi dana dan memiliki batasan waktu sekitar dua bulan untuk segera menggerakkan investasinya. “Pembelian SBN ini agar Danantara Investment bisa langsung mulai berinvestasi. Kebetulan waktu yang kami miliki hanya sekitar dua bulan, jadi kami butuh instrumen yang cepat dan paling likuid. Salah satunya ada di pasar obligasi. Ke depan, tentu kami juga akan masuk ke pasar saham publik,” jelas Pandu saat ditemui di Hotel JS Luwansa, Jakarta, pada Kamis (16/10/2025). Penempatan dana ini merupakan pijakan awal sebelum melangkah lebih jauh ke pasar modal yang lebih beragam, termasuk pasar saham publik.
SBN: Instrumen Investasi yang Aman dan Stabil untuk Jangka Pendek
Selain likuiditas, Pandu juga menyoroti SBN sebagai instrumen yang menawarkan keamanan dan stabilitas. Karakteristik ini menjadikannya pilihan ideal untuk penempatan dana sementara, sembari Danantara merancang portofolio investasi jangka panjang yang lebih bervariasi. Ia menegaskan bahwa investasi pada SBN bersifat jangka pendek, dengan strategi jangka panjang yang akan mengkombinasikan instrumen di pasar modal dan pasar obligasi. “Jangka pendek, jangka panjang harus ada kombinasi, baik dari sisi pasar modal dan juga dari sisi bond market. Itu dari sisi public market investasi, itu semua mix lah,” tegasnya, menggarisbawahi pentingnya diversifikasi dalam pengelolaan investasi.
Tantangan Likuiditas Pasar Saham Indonesia
Di sisi lain, Pandu juga menyampaikan keprihatinannya terhadap rendahnya likuiditas pasar saham Indonesia yang saat ini baru mencapai sekitar Rp1 triliun per hari. Menurutnya, peningkatan volume transaksi menjadi kunci untuk mengoptimalkan pasar saham sebagai instrumen investasi nasional. “Volume transaksi (pasar saham) harus ditingkatkan menjadi Rp5 atau Rp8 triliun per hari. Kita tidak boleh kalah dengan negara lain seperti India, yang likuiditas pasarnya sudah jauh lebih besar,” serunya. Dengan mengupayakan diversifikasi portofolio dan mendorong penguatan pasar keuangan domestik, Danantara berharap dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan aset negara demi mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Kritik Menteri Keuangan Terkait Penempatan Dana Dividen BUMN di SBN
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa melontarkan kritik tajam kepada Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara). Purbaya secara khusus menyoroti besarnya proporsi dana dari dividen BUMN yang ditempatkan Danantara pada Surat Berharga Negara (SBN). Ia bahkan mempertanyakan keahlian badan pengelola investasi tersebut. “Saya tadi sempat kritik. Kalau Anda taruh obligasi begitu banyak di pemerintah, keahlian Anda apa?” kata Purbaya saat rapat Dewan Pengawas (Dewas) perdana yang digelar di Wisma Danantara, Jakarta, Rabu (15/10/2025). Kritik tersebut disampaikan langsung kepada jajaran pimpinan Danantara, termasuk Kepala BPI Danantara Rosan Roeslani, Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria, dan Chief Investment Officer (CIO) Danantara Pandu Patria Sjahrir, dalam sebuah pertemuan penting yang membahas arah investasi dan pengelolaan aset negara.
Ringkasan
Pandu Sjahrir dari BPI Danantara menjelaskan bahwa penempatan dana dividen BUMN ke dalam SBN merupakan langkah awal karena likuiditas SBN yang tinggi. Hal ini memungkinkan Danantara untuk segera berinvestasi dalam waktu singkat, sebelum dana dialokasikan ke instrumen investasi jangka panjang yang lebih beragam, termasuk pasar saham publik.
SBN dipilih karena keamanannya dan stabilitasnya sebagai instrumen investasi jangka pendek, sembari Danantara merancang portofolio investasi jangka panjang yang lebih bervariasi. Pandu juga menyoroti perlunya peningkatan likuiditas pasar saham Indonesia agar lebih optimal sebagai instrumen investasi nasional, mengingat saat ini volume transaksi masih rendah.