Ifonti.com – JAKARTA. Indeks Dolar AS (DXY) kembali tertekan dan jatuh di bawah level 100. Sentimen ini dipicu oleh meningkatnya harapan pasar terhadap penurunan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed).
Taufan Dimas Hareva, Research and Development ICDX, menjelaskan bahwa pelemahan indeks dolar ini sejalan dengan ekspektasi pasar yang semakin kuat bahwa The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada pertemuan bulan Desember mendatang. Pasar bereaksi terhadap sinyal-sinyal perlambatan ekonomi AS.
Beberapa indikator ekonomi AS memang menunjukkan tren yang kurang menggembirakan. Kontraksi pada indeks manufaktur dan indikator aktivitas lainnya mengindikasikan adanya perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini memberikan tekanan pada imbal hasil obligasi AS, yang pada gilirannya mengurangi daya tarik dolar sebagai aset safe haven.
Di sisi lain, sentimen risiko global yang membaik mendorong para investor untuk mengalihkan dana mereka dari dolar ke aset dan mata uang lain yang menawarkan potensi imbal hasil yang lebih menarik. Investor mencari peluang di luar dolar seiring dengan perubahan lanskap ekonomi global.
Neraca Dagang Surplus, Begini Proyeksi Rupiah Rabu 3 Desember 2025
“Ke depan, kami memproyeksikan indeks dolar akan melanjutkan tren pelemahannya hingga akhir tahun. Pergerakannya diperkirakan berada di kisaran 98 hingga 101, kecuali ada kejutan data yang secara signifikan dapat memicu penguatan kembali dolar,” ungkap Taufan kepada Kontan, Selasa (2/12).
Lebih lanjut, Taufan menekankan bahwa ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter yang semakin menguat akan menjadi faktor utama yang terus menekan pergerakan dolar. Pasar terus mencermati setiap sinyal dari The Fed terkait arah kebijakan suku bunga.
Selain itu, kebijakan moneter dari bank sentral global lainnya, seperti European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BoE), yang cenderung stabil, memberikan ruang bagi mata uang mereka untuk mempertahankan posisinya terhadap dolar. Stabilitas kebijakan ini menjadi faktor penyeimbang di pasar valuta asing.
Dalam kondisi seperti ini, beberapa mata uang global menunjukkan potensi yang lebih stabil dibandingkan dengan dolar AS, terutama yang didukung oleh prospek kebijakan moneter yang relatif lebih ketat atau fundamental ekonomi yang masih kuat. Mata uang negara-negara dengan fundamental ekonomi yang solid cenderung lebih menarik bagi investor.
Euro dan poundsterling, contohnya, berpotensi mempertahankan momentum positifnya selama bank sentral masing-masing tetap mempertahankan suku bunga tinggi dan inflasi menunjukkan tren penurunan secara bertahap. Kebijakan suku bunga dan pengendalian inflasi menjadi kunci bagi kekuatan kedua mata uang ini.
Kemudian, mata uang komoditas seperti dolar Australia dan dolar Selandia Baru juga berpotensi mendapatkan keuntungan jika sentimen risiko global terus membaik dan permintaan komoditas tetap terjaga. Permintaan komoditas global dapat memberikan dorongan signifikan bagi mata uang negara-negara produsen.
Saham Big Banks Melemah di Penutupan Bursa Selasa (2/12), BBRI Menguat Sendiri
Sementara itu, aset-aset defensif seperti Yen Jepang dan Swiss Franc tetap relevan sebagai mata uang safe haven di tengah ketidakpastian global. Namun, potensi penguatannya sangat bergantung pada arah kebijakan bank sentral dan dinamika imbal hasil obligasi negara maju. Pergerakan mata uang safe haven akan sangat dipengaruhi oleh sentimen risiko global.
“Dengan demikian, pergerakan sejumlah mata uang hingga akhir tahun akan sangat ditentukan oleh kombinasi antara sentimen risiko global, arah kebijakan moneter bank sentral utama, serta perkembangan situasi geopolitik yang sewaktu-waktu dapat memengaruhi preferensi investor,” pungkas Taufan.
Ringkasan
Indeks Dolar AS (DXY) mengalami pelemahan hingga di bawah level 100, didorong oleh ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga oleh The Fed. Sentimen ini dipicu oleh sinyal-sinyal perlambatan ekonomi AS, termasuk kontraksi pada indeks manufaktur, yang menekan imbal hasil obligasi AS. Seiring membaiknya sentimen risiko global, investor cenderung mengalihkan dana dari dolar ke aset dan mata uang lain dengan potensi imbal hasil lebih menarik.
ICDX memproyeksikan indeks dolar akan melanjutkan tren pelemahannya hingga akhir tahun dengan kisaran 98 hingga 101, kecuali ada kejutan data yang signifikan. Ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter The Fed menjadi faktor utama yang menekan dolar. Mata uang seperti Euro dan poundsterling berpotensi mempertahankan posisinya, sementara mata uang komoditas seperti dolar Australia dan Selandia Baru dapat diuntungkan jika sentimen risiko global membaik. Yen Jepang dan Swiss Franc tetap relevan sebagai aset safe haven di tengah ketidakpastian.