Ekonom Sebut Buyback Saham Bank Mandiri Demi Stabilitas Pasar Modal

Jakarta, IDN Times – Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menganalisis bahwa program pembelian kembali saham atau buyback oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) lebih merupakan strategi untuk menstabilkan pasar modal, bukan semata-mata cerminan dari kondisi fundamental perusahaan. Bhima menjelaskan, Bank Mandiri adalah perusahaan BUMN yang memiliki status ikonik dengan kapitalisasi pasar yang sangat besar, sehingga fluktuasi harga sahamnya berpotensi memengaruhi persepsi stabilitas keuangan nasional. “Di situlah kebutuhan untuk melakukan buyback — semata-mata bukan karena faktor fundamental, tetapi lebih ke arah stabilisasi pasar di saat harganya sedang jatuh,” ujar Bhima, dikutip pada Kamis (13/11/2025).

Bhima melanjutkan, aksi korporasi buyback saham BMRI ini diharapkan mampu memulihkan dan mengatrol kepercayaan para investor serta lembaga keuangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Kepercayaan ini krusial bagi mereka yang berpotensi menjalin kemitraan strategis atau menempatkan dana investasinya di bank pelat merah tersebut. Ia juga menekankan bahwa langkah ini akan menumbuhkan keyakinan di kalangan bank-bank internasional yang merencanakan skema pendanaan bersama Bank Mandiri, didorong oleh ekspektasi kenaikan harga saham. Namun, Bhima kembali menegaskan bahwa motivasi utama di balik aksi ini tetaplah stabilisasi pasar, seraya menyiratkan bahwa opsi serupa sebenarnya bisa saja diinisiasi oleh Danantara tanpa harus melalui buyback internal dari Bank Mandiri sendiri.

Meskipun demikian, Bhima mengkritisi bahwa alokasi dana buyback Bank Mandiri senilai Rp1,17 triliun masih terlampau kecil untuk memberikan dampak yang signifikan. Angka ini jauh dibandingkan dengan nilai penjualan bersih investor asing atas saham Bank Mandiri yang mencapai Rp21,85 triliun dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Oleh karena itu, Bhima menyarankan bahwa nilai buyback yang ideal untuk benar-benar memengaruhi stabilitas pasar seharusnya berkisar antara Rp5 triliun hingga Rp10 triliun. Dengan anggaran yang ada saat ini, ia menilai bahwa aksi buyback senilai Rp1,17 triliun tersebut lebih berfungsi sebagai stimulus psikologis bagi pasar, semata-mata untuk memelihara kepercayaan investor agar tetap menempatkan Bank Mandiri (BMRI) sebagai pilihan investasi prioritas.

Sebagai informasi tambahan, Bank Mandiri sebelumnya telah mengumumkan persetujuan pelaksanaan program buyback saham ini dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar pada Maret 2025. Aksi korporasi ini ditekankan sebagai manifestasi keyakinan kuat manajemen terhadap fundamental perusahaan yang kokoh serta prospek cerah industri perbankan nasional dalam jangka panjang. Direktur Finance & Strategy Bank Mandiri, Novita Widya Anggraini, menyatakan, “Buyback ini merupakan sinyal tegas kepercayaan manajemen perseroan terhadap kekuatan model bisnis dan nilai jangka panjang Bank Mandiri.” Selain berfokus pada penguatan nilai bagi pemegang saham, saham hasil buyback juga dialokasikan untuk mendukung program kepemilikan saham bagi karyawan atau Employee Stock Ownership Program (ESOP). Novita menambahkan, “Langkah ini menunjukkan konsistensi manajemen dalam menjunjung tinggi keseimbangan tata kelola dan keberlanjutan nilai bagi seluruh pemangku kepentingan.”