
Ifonti.com – Pemerintah Indonesia, melalui sinergi kuat antara Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai – DJBC dan Direktorat Jenderal Pajak – DJP) serta Satuan Tugas Khusus Optimalisasi Penerimaan Negara Kepolisian Republik Indonesia (Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara Polri), berhasil membongkar dugaan kecurangan ekspor produk turunan CPO oleh PT MMS. Operasi gabungan ini dilancarkan di Pelabuhan Tanjung Priok pada Kamis (6/11), menandai komitmen serius pemerintah dalam menegakkan kepatuhan ekspor dan mengamankan penerimaan negara.
Dari hasil investigasi awal yang mendalam, tim gabungan telah melakukan penegahan terhadap 87 kontainer milik PT MMS. Kontainer-kontainer tersebut diketahui berisi Fatty Meter dengan berat bersih sekitar 1.802 ton, yang diperkirakan bernilai fantastis, mencapai Rp 28,7 miliar. Nilai ini menjadi indikasi awal potensi kerugian negara yang disebabkan oleh praktik ilegal tersebut.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Djaka Budhi Utama, menjelaskan bahwa tindakan penyitaan ini diambil setelah pihaknya menerima informasi akurat mengenai ketidaksesuaian fundamental antara pemberitahuan ekspor yang disampaikan dengan izin ekspor yang sebenarnya. Barang yang dilaporkan dalam dokumen awal adalah Fatty Meter, sebuah komoditas yang seharusnya tidak dikenakan biaya keluar dan tidak termasuk dalam kategori larangan atau pembatasan ekspor (lartas).
DPR Mendesak Percepatan Proyek Pusat Data Nasional untuk Keamanan Digital
Namun, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberitahuan izin ekspor tersebut tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Indikasi ini diperkuat oleh temuan adanya pola pemberitahuan yang tidak konsisten secara berkala dari pihak importir. Untuk itu, langkah penegahan menjadi krusial dalam mengungkap modus operandi ini secara menyeluruh.
“Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh Bea Cukai dan Institut Pertanian Bogor, serta disaksikan oleh Satgasus Polri, dengan jelas menunjukkan bahwa barang yang diekspor tersebut mengandung produk turunan CPO. Konsekuensinya, produk ini seharusnya berpotensi dikenakan biaya keluar dan tunduk pada ketentuan ekspor yang berlaku,” tegas Djaka Budhi Utama saat memberikan keterangan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada hari yang sama.
Djaka menambahkan bahwa proses penegakan hukum ini masih dalam tahap penelitian lebih lanjut. Pihak berwenang akan melakukan pemeriksaan intensif terhadap individu atau pihak terkait serta mengumpulkan bukti tambahan untuk memperkuat kasus. Penegahan ini sekaligus menegaskan sinergi menyeluruh dalam tata kelola sektor sawit nasional, dari hulu hingga hilir.
Menko Polkam Djamari Chaniago Termui Komandan Satuan TNI-Polri di Papua, Ingatkan Pendekatan Keamanan yang Humanis
Dalam konteks ini, Satuan Tugas Penguatan Tata Kelola Komunitas Sawit (Satgas PKH) yang berada di bawah koordinasi Presiden, memfokuskan upaya pada sektor hulu. Tugasnya mencakup penertiban perizinan penguasaan lahan dan konsolidasi data industri kelapa sawit. Sementara itu, Kementerian Keuangan, melalui DJP dan DJBC, bersama Satgassus Polri, bertugas memperkuat sisi hilir, yaitu melalui pengawasan, pemeriksaan, dan penindakan tegas terhadap berbagai pelanggaran ekspor serta potensi kehilangan penerimaan negara.
“Kolaborasi antar kementerian dan lembaga, khususnya antara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Polri, dan instansi teknis lainnya, merupakan kunci vital. Kerja sama ini penting untuk memastikan bahwa industri sawit Indonesia beroperasi secara transparan, berkeadilan, akuntabel, dan memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian negara,” jelas Djaka lebih lanjut.
Pada kesempatan yang sama, Kapolri Listyo Sigit Prabowo menyampaikan temuan penting dari kerja sama tersebut. Pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap kandungan Fatty Meter di tiga laboratorium berbeda. Hasil pemeriksaan tersebut secara konsisten mengindikasikan bahwa kandungan yang ada di dalamnya tidak sesuai dengan standar komoditas yang seharusnya mendapatkan kompensasi bebas pajak.
Terungkap bahwa sebagian besar komoditas di dalam kontainer adalah campuran produk turunan kelapa sawit. Temuan ini akan ditindaklanjuti secara serius bersama dengan Dirjen Bea Cukai untuk pendalaman kasus lebih lanjut dan mengungkap skala sebenarnya dari praktik ini.
“Kami ingin mendalami lebih lanjut, karena dari modus yang terungkap, terlihat adanya upaya sistematis untuk penghindaran pajak. Praktik semacam ini seringkali terjadi dan kini kembali ditemukan pada komoditas Fatty Meter, yang oleh pemerintah sebenarnya tidak dikenakan bea keluar maupun pungutan ekspor, serta tidak termasuk dalam kategori larangan dan pembatasan ekspor,” ujar Listyo Sigit Prabowo.
“Celah inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk menghindari kewajiban pajak, sehingga berpotensi menyebabkan kerugian negara yang signifikan. Oleh karena itu, kami tidak akan berhenti pada kasus ini, melainkan akan melakukan pendalaman terhadap perusahaan-perusahaan lain yang mungkin terlibat dalam praktik serupa,” pungkasnya, menegaskan komitmen penegakan hukum.
Ringkasan
Pemerintah Indonesia, melalui sinergi antara Kementerian Keuangan (DJBC dan DJP) serta Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara Polri, berhasil membongkar dugaan kecurangan ekspor produk turunan CPO oleh PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok. Dari investigasi awal, tim gabungan telah melakukan penegahan terhadap 87 kontainer milik PT MMS yang berisi Fatty Meter dengan berat bersih sekitar 1.802 ton, diperkirakan bernilai Rp 28,7 miliar.
Penyitaan dilakukan karena ketidaksesuaian antara pemberitahuan ekspor dengan izin ekspor, dimana barang yang dilaporkan adalah Fatty Meter yang seharusnya tidak dikenakan biaya keluar. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa barang tersebut mengandung produk turunan CPO yang seharusnya dikenakan biaya keluar. Pihak berwenang akan melakukan pemeriksaan intensif dan mengumpulkan bukti tambahan untuk memperkuat kasus serta mendalami keterlibatan perusahaan lain dalam praktik serupa penghindaran pajak.