Emiten Farmasi 2024: Efisiensi vs Utang, Mana yang Unggul?

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kuartal III-2025 menjadi panggung yang memisahkan kinerja emiten farmasi. Ada yang bersinar dengan fundamental kuat, ada pula yang terhuyung karena beban biaya dan utang yang membebani. Kondisi ini menciptakan polarisasi yang jelas di sektor farmasi.

Abida Massi Armand, Analis Fundamental BRI Danareksa Sekuritas, melihat fenomena ini sebagai dua kutub yang berbeda. Emiten yang efisien seperti Kalbe Farma (KLBF) dan Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul (SIDO) berhasil menuai keuntungan berkat stabilitas harga bahan baku dan pengelolaan biaya yang disiplin. Pemulihan kinerja manufaktur global juga turut memuluskan rantai pasok, memungkinkan emiten besar mempertahankan margin yang sehat.

“SIDO mampu menjaga margin tinggi berkat efisiensi yang konsisten, sementara KLBF menikmati peningkatan margin laba kotor seiring dengan stabilnya rantai pasok,” jelas Abida kepada Kontan, Senin (24/11/2025).

Chandra Daya Investasi (CDIA) Operasikan PLTS di Kawasan Industri Krakatau

Selain itu, Tempo Scan Pacific (TSPC) juga menunjukkan stabilitas yang solid, didukung oleh neraca yang konservatif dan beban keuangan yang ringan. Valuasi TSPC yang saat ini berada di zona diskon menjadikannya opsi menarik bagi para investor.

Namun, di sisi lain, tantangan berat menghadang emiten yang agresif dalam ekspansi atau sedang dalam proses transformasi. Pyridam Farma (PYFA), misalnya, mencatatkan lonjakan pendapatan sebesar 77,3%. Sayangnya, peningkatan ini harus dibayar dengan kerugian bersih akibat beban bunga yang meroket. Pasca akuisisi beberapa aset, rasio utang terhadap ekuitas PYFA melonjak hingga 8,44 kali.

“Risiko leverage PYFA sangat tinggi. Interest coverage mereka bahkan negatif. Pemulihan hanya akan mungkin terjadi jika integrasi pasca akuisisi dapat menghasilkan arus kas yang signifikan dalam waktu dekat,” ungkap Abida.

Kimia Farma (KAEF) mulai menunjukkan sinyal perbaikan dari sisi efisiensi. Pemangkasan beban usaha berhasil mengubah rugi usaha menjadi laba usaha positif. Kendati demikian, penurunan penjualan masih menjadi ganjalan, sehingga perbaikan laba bersih belum sepenuhnya tercapai.

“KAEF sudah berhasil melakukan efisiensi biaya. Namun, pemulihan penuh masih sangat bergantung pada kembalinya pertumbuhan penjualan. Investor sebaiknya mengambil sikap wait and see,” sarannya.

Menatap prospek hingga akhir tahun, Abida memprediksi bahwa emiten besar seperti KLBF, SIDO, dan TSPC akan tetap menunjukkan stabilitas berkat diversifikasi produk yang luas, kekuatan merek yang mapan, dan kemampuan dalam menjaga margin keuntungan. KLBF diperkirakan akan terus didorong oleh pertumbuhan penjualan obat resep dan pengembangan obat specialty, sementara SIDO akan mempertahankan karakter defensifnya dengan margin bersih di kisaran 30%.

Frekuensi Transaksi BCA UMKM Fest 2025 Melejit, Buktikan Optimisme di Indonesia

Dari sudut pandang investasi, Abida menekankan bahwa emiten dengan neraca keuangan yang sehat, tingkat leverage yang rendah, serta profitabilitas yang berulang menjadi pilihan investasi yang paling menarik dalam kondisi pasar yang penuh tantangan saat ini.

Investor cenderung menghindari emiten dengan struktur utang yang berat, terutama di tengah ketidakpastian risiko suku bunga global yang belum sepenuhnya mereda.

“Emiten yang mampu mengonversi pendapatan menjadi arus kas bebas tanpa terbebani oleh tekanan bunga yang besar akan tetap menjadi pilihan favorit di mata investor,” pungkas Abida.

Ringkasan

Kinerja emiten farmasi di kuartal III-2025 terpolarisasi, dengan beberapa perusahaan seperti Kalbe Farma (KLBF) dan Sido Muncul (SIDO) menunjukkan kinerja solid berkat efisiensi biaya dan stabilitas rantai pasok. Sementara itu, Tempo Scan Pacific (TSPC) juga stabil dengan neraca konservatif. Analis menekankan pentingnya neraca keuangan yang sehat dan profitabilitas yang berkelanjutan dalam memilih investasi di sektor ini.

Di sisi lain, Pyridam Farma (PYFA) menghadapi tantangan akibat beban bunga yang tinggi setelah akuisisi, sementara Kimia Farma (KAEF) menunjukkan perbaikan efisiensi tetapi masih terhambat oleh penurunan penjualan. Prospek hingga akhir tahun diperkirakan akan menguntungkan emiten besar dengan diversifikasi produk dan kekuatan merek, dan investor cenderung menghindari perusahaan dengan utang yang besar di tengah ketidakpastian suku bunga.