
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kini semakin mengukuhkan komitmennya terhadap transisi energi yang berpihak pada rakyat dan berkelanjutan. Langkah strategis ini merupakan implementasi nyata dari Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, yang menitikberatkan pada percepatan transformasi energi sebagai fondasi menuju ekonomi hijau yang tangguh.
Visi ambisius ini diwujudkan melalui serangkaian inisiatif konkret di sektor energi bersih. Fokus utamanya meliputi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) atau Waste to Energy (WtE), pemanfaatan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF), ekspansi biogas, serta optimalisasi biomassa. Inisiatif-inisiatif ini dirancang tidak hanya untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang tidak terbarukan, tetapi juga untuk membuka gerbang peluang ekonomi baru yang signifikan, terutama dalam pengelolaan limbah dan industri energi terbarukan.
Kementerian ESDM memastikan bahwa setiap program energi bersih yang digulirkan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat tanpa membebani biaya tambahan. Sebagai ujung tombak, PLTSa hadir sebagai solusi inovatif yang mampu mengubah tumpukan sampah perkotaan menjadi sumber listrik vital, sekaligus secara signifikan mengurangi volume sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Lebih dari sekadar solusi limbah, proyek-proyek PLTSa ini juga menjadi motor penggerak penciptaan lapangan kerja baru di sektor ekonomi hijau.
Untuk memperkuat implementasi kebijakan energi terbarukan ini, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025, yang merupakan penyempurnaan dari Perpres Nomor 35 Tahun 2018. Regulasi baru ini menjadi payung hukum yang vital, menjamin harga listrik yang dihasilkan dari PLTSa tetap kompetitif dan terjangkau bagi masyarakat melalui mekanisme subsidi, sehingga daya beli tetap terjaga.
Keberhasilan transisi energi ini telah nyata terlihat dengan beroperasinya dua proyek PLTSa di Surabaya dan Solo, dengan total kapasitas terpasang mencapai 36,47 megawatt (MW). Dengan dukungan regulasi yang lebih kuat, pembangunan PLTSa di berbagai wilayah diharapkan dapat dipercepat. Hal ini tidak hanya akan memberikan solusi komprehensif terhadap masalah sampah di perkotaan, tetapi juga secara signifikan memperluas kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional.
Selain PLTSa, teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) menawarkan solusi bahan bakar alternatif yang sangat efisien. Melalui proses canggih, sampah non-organik diubah menjadi bahan bakar padat yang dapat menggantikan batu bara untuk sektor industri, khususnya pabrik semen dan pembangkit listrik. Implementasi RDF tidak hanya berpotensi meningkatkan efisiensi energi industri, tetapi juga turut memperpanjang usia operasional TPA melalui pengelolaan limbah yang lebih produktif dan bernilai ekonomi.
Bergerak ke pelosok pedesaan, biogas hadir sebagai wujud nyata penerapan energi bersih yang langsung menyentuh kehidupan masyarakat. Dengan memanfaatkan limbah peternakan dan pertanian, biogas diubah menjadi sumber energi untuk kebutuhan memasak dan penerangan rumah tangga. Dampaknya sangat multifaset: menekan pengeluaran rumah tangga, meningkatkan sanitasi lingkungan, dan secara signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca, berkontribusi pada udara yang lebih bersih.
Kementerian ESDM secara konsisten memperluas pembangunan instalasi biogas berbasis komunitas, guna memperkuat kemandirian energi di tingkat desa. Dukungan terhadap ekosistem bisnis energi bersih ini semakin kokoh dengan diterbitkannya Perizinan Bahan Bakar Biogas (Biometana) pada akhir tahun 2023 dengan KBLI 35203. Hingga September 2025, pemanfaatan biogas secara langsung telah mencapai angka impresif 71,5 juta meter kubik, menunjukkan adopsi yang terus meningkat.
Tak kalah penting, program pemanfaatan biomassa juga menjadi salah satu prioritas utama dalam agenda transisi energi. Limbah dari sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan diolah menjadi bahan bakar ramah lingkungan, seperti pelet kayu. Pemanfaatan biomassa ini tidak hanya berkontribusi signifikan terhadap ketahanan energi nasional, tetapi juga menciptakan nilai tambah ekonomi yang substansial bagi para petani dan pelaku usaha kecil menengah di seluruh Indonesia.
Kementerian ESDM dengan tegas menyatakan bahwa setiap kebijakan transisi energi diemban dengan prinsip keadilan dan keberpihakan mutlak kepada rakyat. Oleh karena itu, kolaborasi erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor industri, dan seluruh lapisan masyarakat terus diperkuat. Sinergi ini krusial untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi dan perlindungan lingkungan dapat berjalan seimbang dan selaras, demi masa depan yang lebih baik.
Pada akhirnya, transisi energi merupakan momentum krusial yang mengantarkan Indonesia menuju perekonomian rendah karbon yang berkelanjutan. Pemerintah berkomitmen penuh untuk memastikan arah kebijakan energi nasional akan senantiasa pro rakyat dan menjaga keberlanjutan. Dengan demikian, manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dapat tumbuh bersama secara harmonis, menciptakan Indonesia yang lebih sejahtera dan lestari.
Ringkasan
Kementerian ESDM terus mendorong transisi energi hijau melalui percepatan pengembangan PLTSa, biogas, dan biomassa sebagai implementasi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto menuju ekonomi hijau. Inisiatif ini bertujuan mengurangi ketergantungan pada energi fosil, membuka peluang ekonomi baru, dan memastikan manfaat energi bersih dirasakan langsung oleh masyarakat tanpa membebani biaya tambahan.
Pemerintah mendukung pengembangan PLTSa melalui Perpres Nomor 109 Tahun 2025, mendorong pemanfaatan RDF sebagai bahan bakar alternatif, memperluas instalasi biogas berbasis komunitas, dan memprioritaskan pemanfaatan biomassa. Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat diperkuat untuk memastikan transisi energi berjalan adil, pro rakyat, dan menjaga keberlanjutan lingkungan.