Ifonti.com PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), perusahaan energi yang kini semakin mantap menapaki jalur transformasi, resmi memperkenalkan identitas barunya. Perubahan ini seiring dengan fokus strategis terhadap lini bisnis yang lebih hijau dan berkelanjutan, didukung oleh alokasi belanja modal (capex) yang signifikan.
Dari yang sebelumnya sangat bergantung pada bisnis batubara, TBS Energi Utama kini secara tegas beralih ke tiga pilar utama yang lebih hijau dan lestari. Pilar-pilar tersebut meliputi pengelolaan limbah (waste management), pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), serta ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle).
“Melalui ketiga pilar strategis ini, kami berkomitmen untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi perusahaan dapat selaras dan berkelanjutan dengan tanggung jawab lingkungan,” demikian pernyataan Presiden Direktur & CEO TBS dalam acara “TBS Re/define” yang digelar di Jakarta pada Rabu (12/11). Visi transformasi ambisius ini telah tertuang jelas dalam peta jalan TBS2030, dengan target mulia untuk mencapai status karbon netral pada tahun 2030.
Pergeseran fokus ini terbukti signifikan. Hingga akhir September 2025, kontribusi bisnis batubara TBS terhadap pendapatan perusahaan tercatat sebesar 52%. Angka ini merupakan penurunan drastis jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024, di mana bisnis batubara masih mendominasi dengan kontribusi mencapai 80%.
Juli Oktarina, Direktur dan CFO TBS, menjelaskan bahwa penekanan pada bisnis batubara akan sepenuhnya berakhir dalam kurun waktu satu hingga dua tahun ke depan. Proses divestasi bisnis batubara ini akan dilaksanakan secara cermat, sesuai dengan regulasi yang berlaku, sekaligus memastikan upaya konservasi vegetasi di area bekas tambang.
Dari ketiga lini bisnis baru tersebut, pengelolaan limbah (waste management) diprediksi akan menjadi kontributor terbesar, diikuti oleh EBT dan kendaraan listrik. Juli Oktarina menambahkan, “Jika harga batubara tidak mengalami kenaikan berarti di tahun depan, sangat mungkin porsi pendapatan dari waste management dapat mencapai 50%.”
Sebagai wujud komitmennya, TBS telah menunjukkan agresivitas luar biasa dalam memperluas jangkauan bisnis pengelolaan limbah tahun ini. Langkah strategisnya mencakup akuisisi perusahaan seperti Asia Medical Enviro Services dan Arah Environmental Indonesia. Tak hanya itu, TBS juga mengakuisisi pengelola sampah terkemuka di Singapura, Sembcorp Environment Pte Ltd, yang kini telah bertransformasi menjadi CORA Environment.
Di sektor EBT, TBS telah mengoperasikan beberapa pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan tenaga surya (PLTS). Salah satu proyek ambisius mereka adalah pembangunan Tembesi floating solar power plant berkapasitas 46 MWp di Batam, yang ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2026. Kendati demikian, Juli Oktarina menegaskan bahwa TBS untuk sementara waktu belum akan terlibat dalam proyek pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) atau waste-to-energy (WTE) yang diinisiasi oleh Danantara. “Kami sedang meninjau proyek-proyek renewable energy lain, namun detailnya belum dapat kami sampaikan saat ini,” imbuhnya.
Melangkah ke segmen kendaraan listrik, TBS berupaya keras untuk memperkuat ekosistemnya secara menyeluruh. Ini mencakup pengembangan perakitan kendaraan, inovasi teknologi baterai, pembangunan infrastruktur penukaran baterai (swapping), hingga penyediaan skema pembiayaan hijau. Juli Oktarina optimis bahwa perusahaan dapat mencapai target penjualan 20.000 unit motor Electrum pada tahun depan.
Untuk merealisasikan dan mempercepat langkah transformasi monumental ini, TBS telah menganggarkan investasi sebesar US$ 600 juta dalam periode lima tahun, mulai dari 2026 hingga 2030. Pendanaan jumbo ini tidak seluruhnya akan berasal dari kas internal perusahaan. Diperkirakan sekitar 25% hingga 30% akan bersumber dari ekuitas perusahaan, sementara sisanya dapat diperoleh melalui pinjaman bank atau penerbitan obligasi. “Proses pencarian dan penggunaan dana ini akan dilakukan secara bertahap, seiring dengan progres perjalanan transformasi hingga tahun 2030,” jelas Juli Oktarina.
Meskipun demikian, Juli Oktarina juga memperkirakan bahwa TBS kemungkinan masih akan membukukan kerugian keuangan pada akhir tahun 2025. Sebagai informasi, pada akhir kuartal III-2025, TBS Energi telah mencatat kerugian sebesar US$ 127 juta. Kerugian tersebut utamanya disebabkan oleh proses divestasi dua unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang membebani sekitar US$ 126 juta. Namun, Juli Oktarina dengan tegas menyatakan bahwa secara posisi kas dan rasio keuangan lainnya, perusahaan tetap berada dalam kondisi yang sehat dan stabil. Bahkan, hingga kuartal III tahun ini, di tengah catatan kerugian bersih, TBS berhasil membukukan EBITDA positif sebesar US$ 31 juta, menandakan kinerja operasional yang kuat.
Ringkasan
PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) mengumumkan fokus strategis baru pada bisnis berkelanjutan, meliputi pengelolaan limbah, energi baru dan terbarukan (EBT), dan ekosistem kendaraan listrik. Perusahaan menargetkan netral karbon pada tahun 2030 dan telah mengalokasikan investasi sebesar US$ 600 juta untuk periode 2026-2030 guna mendukung transformasi ini. Bisnis batubara TBS mengalami penurunan kontribusi signifikan terhadap pendapatan perusahaan, dan proses divestasi bisnis batubara akan diselesaikan dalam satu hingga dua tahun ke depan.
TBS melakukan ekspansi bisnis pengelolaan limbah melalui akuisisi beberapa perusahaan dan telah mengoperasikan PLTA dan PLTS di sektor EBT. Perusahaan juga mengembangkan ekosistem kendaraan listrik secara menyeluruh, termasuk perakitan kendaraan, teknologi baterai, dan infrastruktur penukaran baterai. Meskipun TBS diperkirakan akan membukukan kerugian di akhir tahun 2025 akibat divestasi PLTU, perusahaan tetap memiliki posisi kas dan rasio keuangan yang sehat, dengan EBITDA positif sebesar US$ 31 juta pada kuartal III-2025.