JAKARTA – PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) menghadapi paruh pertama tahun 2025 dengan kinerja yang menantang, namun prospek pemulihan signifikan diproyeksikan akan terjadi pada semester kedua. Meskipun demikian, perusahaan perlu mencermati sejumlah tantangan, terutama volatilitas harga minyak global yang terus membayangi.
Pada semester I – 2025, kinerja keuangan MEDC mencerminkan tekanan yang signifikan. Perseroan membukukan pendapatan sebesar US$ 1,12 miliar, menurun tipis 2,3% secara tahunan (YoY). Namun, penurunan laba bersih jauh lebih drastis, anjlok hingga 81,52% menjadi US$ 37,36 juta. Penurunan juga terlihat pada EBITDA yang turun 4% YoY menjadi US$ 623 juta. Faktor utama di balik kemerosotan ini adalah penurunan rata-rata harga realisasi minyak sebesar 14%, mencapai US$ 70 per barel. Andhika Audrey, Analis Panin Sekuritas, dalam risetnya pada 1 Agustus 2025, menegaskan bahwa penurunan pendapatan kumulatif disebabkan oleh harga realisasi minyak yang turun signifikan menjadi US$ 69,5 per barel atau 14% YoY. Di sisi lain, harga realisasi gas relatif stabil di level US$ 7 per MMBTU.
Dari komposisi pendapatan, segmen minyak dan gas tetap menjadi penopang utama bagi Medco Energi, dengan kontribusi US$ 1,03 miliar. Angka ini mengalami penurunan 1% YoY seiring dengan penurunan volume produksi di level 143 mboepd (million barrels of oil per day), yang berarti turun 6,9% YoY. Penurunan ini sebagian besar diakibatkan oleh faktor musiman (seasonality) serta kegiatan pemeliharaan (maintenance) di Senoro. Lifting minyak dan gas juga menunjukkan penurunan, masing-masing sebesar 40 MBOPD (Million Barrel Oil Equivalent Per Day) atau turun 3,4% YoY, dan 526,4 BBTUD (Billion British Thermal Units per Day) atau turun 6,4% YoY.
Panin Sekuritas juga mengidentifikasi beberapa pos akun yang menjadi pemicu anjloknya laba bersih MEDC. Salah satunya adalah beban pendanaan yang meningkat signifikan menjadi US$ 169,2 juta, melonjak 18,7% YoY. Selain itu, kerugian penyesuaian nilai wajar aset keuangan mencapai US$ 20,6 juta, meningkat sekitar 10 kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Lebih lanjut, kontribusi negatif dari entitas asosiasi PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang mencatatkan rugi bersih US$ 31,1 juta, turut memberikan tekanan berarti pada laba bersih perseroan pada semester I – 2025.
Meskipun menghadapi tantangan harga jual, MEDC berhasil menjaga efisiensi operasionalnya. Hal ini tercermin dari cash cost minyak dan gas yang tetap solid di level US$8,5/boe (barrel of oil equivalent). Pada segmen ketenagalistrikan, penjualan mencapai 1.994 Gwh (gigawatt hour), sedikit menurun 0,4% YoY. Penurunan ini disebabkan oleh gangguan pada fasilitas Riau IPP, Sarulla, dan Sumbawa PV. Namun, penurunan ini dapat diimbangi oleh kontribusi positif dari proyek-proyek baru, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ijen tahap-I sebesar 35 MW (megawatt) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Bali Timur sebesar 25 MWp (megawatt peak).
Medco Energi Internasional (MEDC) Catat Penurunan Emisi Karbon Lebih Cepat
MEDC Chart by TradingView
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, menilai bahwa semester II – 2025 berpotensi menjadi titik balik bagi MEDC setelah paruh pertama yang cukup berat akibat tekanan harga minyak global yang turun ke kisaran US$67– US$ 68/barel dan lonjakan beban bunga. Menurutnya, prospek saham MEDC mulai cerah berkat stabilitas sektor gas melalui kontrak jangka panjang, serta keberhasilan akuisisi 24% hak partisipasi Repsol di PSC Corridor pada Juli 2025, yang meningkatkan porsi MEDC di blok gas strategis itu menjadi 70%.
“Corridor yang memasok gas ke domestik dan Singapura ini berpotensi menjadi mesin arus kas baru dengan margin tinggi,” ujar Sukarno kepada Kontan, Selasa (12/8). Meski demikian, Sukarno menyoroti tingginya biaya pendanaan akuisisi sebesar US$ 425 juta dan potensi risiko integrasi operasional Corridor. Sentimen yang perlu dicermati, menurutnya, adalah keberhasilan sinergi produksi Corridor, fluktuasi harga energi global, serta kontribusi proyek gas dan energi terbarukan dalam menopang EBITDA. “Jika eksekusi akuisisi mulus dan harga minyak sedikit pulih, saham MEDC berpotensi kembali pulih menuju Rp 1.450, menjadikannya pilihan menarik bagi investor jangka menengah – panjang yang siap menghadapi volatilitas migas,” jelas Sukarno.
Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, menambahkan bahwa tantangan utama MEDC lebih terarah pada penurunan harga minyak mentah di semester II setelah meredanya tensi geopolitik. Untuk analisis saham MEDC, investor dapat mencermati akuisisi terbaru perseroan terhadap Corridor Block. “Kami mengekspektasikan kenaikan EBITDA sebesar 5% dari akuisisi ini. Selain itu, perbaikan kinerja dari AMMN seiring dengan terus meningkatnya produksi smelter tembaga juga menjadi katalis positif,” ujar Harry kepada Kontan, Selasa (12/8).
Harga Migas Anjlok, Kinerja Medco Energi (MEDC) Jeblok
Ryan Winipta, Analis Indo Premier Sekuritas, dalam risetnya 31 Juli 2025, menjelaskan bahwa AMMN melaporkan pendapatan sebesar US$ 183 juta pada kuartal II – 2025, melonjak drastis dibandingkan US$2 juta pada kuartal I – 2025. Kenaikan ini disebabkan oleh penjualan katoda tembaga pertama yang dilakukan oleh AMMN setelah smelternya rampung. Sekitar 19.000 ton katoda tembaga terjual selama kuartal kedua dengan harga rata-rata penjualan (ASP) US$9,8 ribu per ton. Meskipun demikian, AMMN masih mencatat rugi bersih sebesar US$10 juta karena pabrik pemurnian logam mulia (PMR) baru memulai produksi komersial pada Juli 2025. Indo Premier Sekuritas memproyeksikan pendapatan MEDC mencapai US$ 2,19 miliar dan laba bersih US$ 193 juta pada tahun 2025.
Melihat potensi dan tantangan yang ada, sejumlah analis memberikan rekomendasi bervariasi. Andhika Audrey dan Harry Su merekomendasikan beli saham MEDC dengan target harga Rp 1.600 per saham. Sementara itu, Ryan Winipta merekomendasikan hold saham MEDC dengan target harga Rp 1.200 per saham.