
Ifonti.com – JAKARTA. Harga aset kripto terpantau ambles beberapa waktu terakhir. Tekanan ini terjadi di tengah sentimen global yang memburuk. Kondisi tersebut menegaskan pasar kripto masih berada dalam fase penuh tekanan dan dominasi sentimen risk-off.
Melansir Coinmarketcap pada Minggu (23/11/2025) pukul 10.00 WIB, harga Bitcoin (BTC) menyusut 10,32% dalam tujuh hari terakhir menjadi US$ 85.944,90. Kemudian Ethereum (ETH) harganya merosot 11,93% selama sepekan jadi US$ 2.816,91.
Adapun XRP (XRP) memerah 9,43% sepekan terakhir jadi US$ 2,03. Sedang harga Solana (SOL) turun 7,52% ke US$ 130,03. Terakhir ada harga Binance Coin (BNB) yang juga susut 9,88% selama sepekan jadi US$ 845,70.
Sell-Off Global Bikin Cemas, Investor Bisa Lirik Aset Safe Haven Ini
Vice President Indodax, Antony Kusuma, turut mengamini kondisi kelesuan ini. Katanya, perdagangan kripto memang mengalami tekanan signifikan dalam beberapa minggu terakhir. Berdasarkan data per November 2025, pasar kemungkinan mulai memasuki fase bearish.
Bitcoin sendiri terkoreksi sekitar 30% dari level tertingginya, dan sempat menyentuh area harga di bawah US$ 87.000. Penurunan ini terjadi di tengah meningkatnya ketidakpastian mengenai arah pemangkasan suku bunga AS menjelang Desember 2025 dan kebijakan SEC yang tidak menempatkan aset kripto sebagai fokus utama dalam prioritas pemeriksaan 2026.
Selain itu, arus keluar yang cukup besar dari ETF Bitcoin spot di Amerika Serikat juga menambah tekanan di sisi permintaan. Kondisi tersebut membuat sentimen jual masih dominan. Namun, secara fundamental, Bitcoin tetap menunjukkan ketahanan. Beberapa institusi besar justru memanfaatkan fase bearish untuk melakukan akumulasi.
“Seperti yang sering terjadi pada siklus sebelumnya, kondisi ekstrem seperti ini kerap membuka peluang baru bagi investor berpengalaman yang berani mengambil posisi di tengah tekanan pasar,” jelas Antony kepada Kontan, Jumat (21/11/2025).
Indeks sentimen Fear & Greed global memang menunjukkan kondisi ketakutan yang ekstrem, dan hal ini mempengaruhi keputusan investor ritel maupun institusi di berbagai negara. Ketika pasar global berada dalam tekanan, secara umum perdagangan kripto di Indonesia juga ikut merasakan dampaknya.
Meski Terkoreksi di Akhir Pekan, IHSG Masih dalam Tren Menguat
Di dalam negeri, pola pergerakannya cenderung sejalan dengan tren bearish global, meskipun intensitasnya bisa sedikit berbeda. Volume transaksi memang mengalami penyesuaian, terutama dari sisi trader ritel yang lebih berhati-hati dan memilih menunggu kepastian arah suku bunga Amerika Serikat, regulasi pemerintah, serta situasi makro global lainnya.
“Secara keseluruhan, pasar kripto di Indonesia tetap mengikuti arah global, keyakinan terhadap aset digital tetap kuat, meskipun harga sedang berada dalam tekanan,” lanjutnya.
Antony bilang, tren pasar dalam negeri akan sangat bergantung pada perkembangan makro internasional, karena sifat dan karakteristik investasi kripto yang didominasi oleh pasar global.
Namun bila fase bearish global berlanjut, pasar domestik kemungkinan bergerak lebih hati-hati, dengan perhatian yang lebih besar pada aset berfundamental kuat dan strategi investasi jangka panjang.
Jika dilihat dari perkembangan regulasi dan perilaku pasar, Antony memproyeksi perdagangan kripto di dalam negeri hingga tahun 2026 cenderung bergerak lebih lambat karena mengikuti arah sentimen global.
Sehingga melihat kondisi pasar saat ini, dia bilang, aset kripto yang masih potensial untuk dilirik adalah aset dengan fundamental kuat dan adopsi luas. Secara umum, Antony melihat potensi BTC dan ETH pada akhir tahun 2025, akan didorong oleh siklus pasar dan kemajuan ekosistem masing-masing.
Untuk tahun 2026, aset-aset ini diprediksi akan melanjutkan tren yang relatif positif, khususnya jika adopsi institusional semakin masif dan solusi skalabilitas berjalan optimal.
“Kami mengimbau investor untuk menggunakan strategi Dollar-Cost Averaging (DCA) dan diversifikasi untuk menghadapi ketidakpastian harga di masa depan,” pungkasnya.