JAKARTA. Harga emas dunia terus menunjukkan kilau cemerlang, bahkan berulang kali memecahkan rekor tertinggi baru yang memukau pasar global. Fenomena ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk lembaga keuangan terkemuka.
Goldman Sachs, misalnya, mengeluarkan prediksi berani bahwa logam mulia ini berpotensi menembus level US$ 4.000 per ons troi, bahkan tak menutup kemungkinan mendekati angka US$ 5.000 per ons troi pada pertengahan tahun 2026. Proyeksi ambisius ini mencerminkan optimisme kuat terhadap masa depan emas.
Lonjakan harga emas ini sebagian besar dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap potensi intervensi politik Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed). Ketidakpastian semakin diperparah oleh keputusan Trump yang baru-baru ini memecat salah satu anggota Dewan Gubernur The Fed, Lisa Cook. Situasi ini mendorong para investor untuk berbondong-bondong mencari perlindungan di aset safe haven, dan emas menjadi pilihan utama.
Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Utama, menilai bahwa tren kenaikan harga emas ini menjadi katalisator positif yang signifikan bagi emiten produsen emas serta perusahaan-perusahaan yang memiliki eksposur besar terhadap logam mulia. “Prospek emiten emas masih sangat positif, terutama jika penguatan harga emas global dapat bertahan dalam jangka panjang,” ujarnya, menegaskan pandangan optimis ini.
Sejalan dengan pandangan tersebut, riset dari Mandiri Sekuritas turut mengamini bahwa melemahnya dolar AS dan tren penurunan suku bunga global semakin meningkatkan daya tarik emas sebagai pilihan investasi. Analis Mandiri Sekuritas memperkirakan bahwa harga emas akan tetap kuat, didukung oleh lonjakan masif dalam permintaan investasi emas melalui instrumen ETF emas.
Data menunjukkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, pembelian ETF emas telah mencapai lebih dari 1.000 ton, menjadikannya rekor tertinggi dalam satu dekade terakhir. Fenomena ini mencerminkan kepercayaan investor yang mendalam. Hingga tahun 2025, harga emas berjangka bahkan sudah melonjak 33% mencapai level US$ 3.653 per ons troi, menunjukkan momentum yang tak terbendung.
Emiten Emas Kebanjiran Sentimen Positif
Kenaikan harga emas global memberikan angin segar yang kuat bagi sejumlah emiten tambang emas di Indonesia, terutama yang sedang aktif mengembangkan proyek-proyek besar. Peluang ini membuka jalan bagi pertumbuhan signifikan di sektor pertambangan nasional.
Beberapa pemain kunci di antaranya adalah Far East Gold yang mengoperasikan tambang Woyla di Aceh dan Tengkagel di Jawa Timur, serta PT Yefta Touna yang sedang menggarap tambang emas di Sulawesi Tengah dengan cadangan bijih yang diperkirakan mencapai 15,8 juta ton. Selain itu, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) juga tak kalah ambisius dengan pengembangan Proyek Onto di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang berpotensi menjadi salah satu tambang emas dan tembaga terbesar di Asia Tenggara.
Mandiri Sekuritas secara tegas memberikan peringkat overweight untuk sektor tambang emas, mengindikasikan prospek yang sangat menjanjikan. Pilihan saham unggulan mereka jatuh pada PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), yang dinilai memiliki fundamental dan potensi pertumbuhan yang kuat.
MDKA menjadi unggulan utama, didorong oleh prospek kenaikan harga emas yang berkelanjutan serta rencana IPO anak usahanya, PT Pani Bersama Jaya (Pani Gold), yang segera melantai di bursa dengan kode saham PAMA. Mandiri Sekuritas merekomendasikan beli saham MDKA dengan target harga Rp 3.000 per saham, menunjukkan keyakinan pada potensi keuntungan yang besar.
Sementara itu, ANTM juga dipandang sangat menarik dengan proyeksi laba yang lebih solid di masa depan, ditopang oleh kinerja perdagangan emas dan penjualan nikel yang kuat. Mandiri Sekuritas pun memberikan rekomendasi beli saham ANTM dengan target harga Rp 3.800 per saham, menggarisbawahi posisi strategis perusahaan dalam pasar logam mulia dan nikel.