Harga Emas Meroket, Saham Tambang Emas Ini Siap Naik Kelas

Ifonti.com JAKARTA – Prospek sektor tambang emas di Indonesia semakin cemerlang, bersiap untuk naik kelas di panggung global. Dorongan signifikan datang dari keberhasilan eksplorasi yang ekstensif, penambahan kapasitas produksi yang substansial, serta gelombang penawaran umum perdana (IPO) perusahaan baru. Seluruh faktor ini secara kolektif menopang pertumbuhan saham emas yang berkelanjutan di masa mendatang.

Antusiasme investor kembali memuncak seiring dengan harga emas yang mencetak rekor tertinggi baru, menembus level fantastis sekitar US$ 4.000 per ons troy pada Oktober 2025. Kenaikan dramatis ini dipicu oleh rekor permintaan emas global, yang didorong kuat oleh aliran investasi masif dan aksi beli agresif yang dilakukan oleh bank sentral dunia. Fenomena ini menciptakan iklim yang sangat kondusif bagi saham tambang emas Indonesia.

Verdhana Sekuritas dalam laporannya memaparkan, lonjakan permintaan emas dunia yang mencapai rekor baru pada 2025 tidak hanya disokong oleh investasi kuat dan pembelian bank sentral, tetapi juga oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga yang kian santer. Di sisi lain, pasokan emas global tetap terbatas. Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala, termasuk durasi yang lebih lama untuk pengembangan proyek baru, penurunan kadar bijih emas, peningkatan biaya penambangan, serta rata-rata waktu pengembangan tambang emas global yang kini mencapai 14 tahun—dari fase eksplorasi hingga operasional tambang.

Menurut Analis Verdhana Sekuritas Indonesia, Michael Wildon, analisis Total Shareholder Return (TSR) mengindikasikan bahwa sektor emas Indonesia berpotensi menawarkan rata-rata imbal hasil yang menggiurkan, mencapai 45% pada tahun 2026, ditopang oleh pertumbuhan laba yang solid. Dalam risetnya pada 14 Oktober 2025, Michael memaparkan, “Kami memperkirakan sektor ini akan mencatat rata-rata pertumbuhan produksi 31% (CAGR) dan pertumbuhan laba 45% (CAGR) selama periode 2026–2029.”

Momentum revaluasi sektor ini semakin diperkuat oleh kesuksesan IPO Merdeka Gold Resources (EMAS) yang mencatatkan valuasi sekitar US$ 377 per ons saat penawaran perdana. Analis juga melihat potensi kenaikan besar bagi saham Bumi Resources Minerals (BRMS) dan Archi Indonesia (ARCI). Ini sejalan dengan upaya agresif mereka untuk mengkomersialkan cadangan emas skala besar melalui pengembangan tambang bawah tanah baru, yang menjanjikan peningkatan kapasitas produksi signifikan.

Di tengah prospek cerah ini, EMAS dan Indika Energy (INDY) dijadwalkan memulai operasi tambang emas pada tahun 2026, menempatkan sektor tambang emas Indonesia pada jalur pertumbuhan yang lebih berkelanjutan. Selain itu, akuisisi strategis aset emas Doup oleh United Tractors (UNTR) dinilai sangat menguntungkan dan diproyeksikan akan menjadi pendorong utama pertumbuhan laba UNTR di masa mendatang.

Secara global, perusahaan tambang emas telah berhasil mempertahankan margin keuntungan yang sehat, didukung oleh reli harga emas yang persisten. Sejak 2016, harga emas telah tumbuh dengan compound annual growth rate (CAGR) sebesar 12%, jauh melampaui kenaikan biaya operasional all-in sustaining cost (AISC) yang hanya 7,2%. Kondisi ini memungkinkan perusahaan tambang global untuk tetap mencatatkan arus kas bebas yang solid, bahkan di tengah tekanan biaya dan inflasi yang meningkat.

Namun, di Indonesia, sektor tambang emas menghadapi tantangan baru yang signifikan. Kenaikan tarif royalti oleh pemerintah hingga 60% dan penerapan mandatori biodiesel B40, yang berpotensi mendorong kenaikan biaya bahan bakar sekitar 25%, menjadi faktor risiko utama. Mengingat royalti menyumbang hampir 30% dari total biaya AISC, Michael Wildon memperkirakan biaya AISC akan naik menjadi US$ 1.500–US$ 1.800 per ons pada periode 2025-2026. Meskipun demikian, tambang emas di Indonesia diprediksi masih mampu menjaga margin kas bersih sekitar 45%–50%. Ditambah lagi, kualitas bijih emas yang lebih tinggi pada tambang milik BRMS dan ARCI diharapkan dapat membantu menekan biaya produksi secara keseluruhan.

Sentimen positif bagi saham sektor emas di Indonesia juga mulai menguat berkat masuknya beberapa perusahaan emas ke indeks ETF emas global. BRMS dan AMMN telah berhasil masuk ke indeks GDX dan/atau GDXJ pada September 2025. Michael memperkirakan bahwa setiap kenaikan bobot 1% di ETF GDX dapat menarik arus dana sekitar US$ 200 juta. Lebih lanjut, ARCI dan EMAS disebut-sebut sebagai kandidat kuat yang berpeluang masuk ke indeks tersebut pada tahun 2026, membuka pintu bagi masuknya investasi asing yang lebih besar.

Menyikapi keseluruhan dinamika ini, Michael Wildon dengan tegas menyatakan, “Secara keseluruhan, kami tetap optimis terhadap prospek sektor tambang emas Indonesia.” Optimisme ini didasari oleh beberapa faktor kunci yang menguntungkan, antara lain eksekusi proyek yang baik, potensi pertumbuhan laba jangka panjang yang solid, serta valuasi saham yang menarik. Asumsi yang digunakan adalah harga emas spot berkisar antara US$ 3.300–US$ 3.800 per ons untuk tahun 2025-2026. “Kami melihat profil risiko dan potensi keuntungan sektor ini sangat menarik,” tambahnya.

Verdhana Sekuritas merekomendasikan beberapa saham unggulan di sektor ini: Archi Indonesia (ARCI) dengan target harga di Rp 1.635 per saham, Indika Energy (INDY) di Rp 3.600 per saham, Merdeka Gold Resources (EMAS) di Rp 5.225, Bumi Resources Minerals (BRMS) di Rp 1.135, dan United Tractors (UNTR) di Rp 39.200. Secara spesifik, Verdhana Sekuritas mempertahankan rekomendasi Buy untuk BRMS, mengingat posisinya sebagai salah satu pemain awal di segmen tambang junior yang didukung oleh sejumlah katalis positif kuat. Selain itu, mereka memulai peliputan saham ARCI dengan rekomendasi Buy, berkat pemulihan kinerja produksi dan penemuan cadangan emas berkadar tinggi yang signifikan.

Lebih lanjut, Verdhana Sekuritas juga memulai peliputan EMAS dengan rekomendasi Buy, mempertimbangkan posisinya sebagai salah satu pemain utama yang menjanjikan dalam industri emas Indonesia. Sementara itu, rekomendasi Buy untuk INDY dan UNTR dipertahankan, mengingat valuasi saham keduanya yang dinilai masih sangat menarik untuk investasi jangka panjang.

Secara keseluruhan, Verdhana Sekuritas meyakini bahwa Indonesia berada dalam posisi yang sangat strategis untuk mengambil manfaat optimal dari siklus kenaikan harga emas global. Keunggulan ini didukung oleh biaya produksi yang kompetitif, kemampuan adaptasi yang baik terhadap regulasi baru yang berlaku, serta potensi penciptaan nilai tambah melalui ekspansi strategis dan penambahan cadangan baru. “Kami percaya Indonesia berada di posisi strategis untuk menikmati siklus naik emas global, dengan daya saing biaya, kemampuan adaptasi terhadap regulasi baru, dan nilai tambah dari cadangan baru serta ekspansi tambang,” pungkas Michael Wildon, menegaskan keyakinan kuat terhadap masa depan industri emas Indonesia.