Harga Emas Naik di Tengah Kekhawatiran Pasar dan Kuatnya Data Tenaga Kerja AS

Harga emas dunia melesat lebih dari 1% dalam perdagangan pada Rabu (5/11/2025) waktu setempat. Kenaikan signifikan ini didorong oleh meningkatnya sentimen penghindaran risiko di kalangan investor, sebuah fenomena menarik mengingat data tenaga kerja sektor swasta Amerika Serikat (AS) justru menunjukkan kinerja yang lebih kuat dari perkiraan.

Pada penutupan perdagangan, harga emas spot tercatat melonjak 1,3%, mencapai US$3.983,89 per ons troi pada pukul 14.30 waktu setempat. Sejalan dengan itu, kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember juga menguat 0,8%, ditutup pada level US$3.992,90 per ons, menandai hari yang bullish bagi logam mulia ini.

Kenaikan harga emas ini menjadi sorotan karena terjadi di tengah laporan ADP yang mengejutkan. Laporan tersebut menunjukkan peningkatan lapangan kerja swasta sebesar 42.000 pada bulan lalu, jauh melampaui perkiraan Reuters yang hanya sebesar 28.000. Data ini mengindikasikan bahwa pasar tenaga kerja AS masih menunjukkan ketahanan yang kuat, kondisi yang umumnya cenderung menekan harapan pasar akan pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh bank sentral.

Merespons situasi ini, Tai Wong, seorang trader logam independen, menyoroti, “Emas dan perak bergerak positif meskipun data tenaga kerja menunjukkan hasil yang lebih kuat dari perkiraan. Ini menjadi penghibur bagi investor bullish setelah logam mulia sempat melemah bersama aset berisiko kemarin.” Pernyataan ini menegaskan adanya pergeseran fokus investor dari data ekonomi yang kuat menuju perlindungan nilai di tengah volatilitas.

Di sisi lain, pasar saham AS terpantau terkoreksi dari level tertingginya. Kondisi ini dipicu oleh kekhawatiran pasar yang menilai valuasi saham sudah terlalu tinggi. Jim Wyckoff, analis senior Kitco Metals, mengamati bahwa kemunculan kembali permintaan terhadap aset lindung nilai seperti emas mengindikasikan ketidakpastian yang masih menghantui investor terhadap prospek pasar saham global.

Wyckoff menambahkan, “Ada kekhawatiran bahwa saham AS sudah terlalu mahal dan kemungkinan terbentuk gelembung di sektor kecerdasan buatan (AI).” Kekhawatiran akan potensi koreksi pasar yang lebih dalam atau bahkan gelembung ekonomi di sektor teknologi tinggi semakin mendorong investor untuk mencari keamanan dalam investasi emas.

Situasi ini juga dipengaruhi oleh kebijakan moneter. Pekan lalu, Federal Reserve telah memangkas suku bunga acuan AS, dan Ketua The Fed, Jerome Powell, mengisyaratkan bahwa langkah tersebut kemungkinan menjadi pemotongan terakhir untuk tahun ini. Meskipun demikian, kini pelaku pasar memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga tambahan pada Desember hanya sekitar 63%, menurun signifikan dari lebih dari 90% pada pekan sebelumnya.

Dalam kondisi suku bunga rendah dan ketidakpastian ekonomi yang berlanjut, emas, yang secara inheren tidak memberikan imbal hasil, tetap menjadi pilihan investasi yang menarik. Daya tarik ini mengemuka karena perannya sebagai penyimpan nilai dan pelindung kekayaan di tengah gejolak pasar dan ekonomi.

Selain faktor-faktor tersebut, pasar juga terus menanti keputusan krusial dari Mahkamah Agung AS. Keputusan ini terkait legalitas tarif impor era Presiden Donald Trump, yang sebelumnya dinilai oleh pengadilan lebih rendah melampaui kewenangan pemerintah, menambah lapisan ketidakpastian di lanskap ekonomi global.

Kekuatan pasar tidak hanya terasa pada emas, tetapi juga meluas ke logam mulia lainnya. Harga perak melonjak 2,2% menjadi US$48,13 per ons. Sementara itu, harga platinum meningkat 1,7% ke US$1.561,65, dan harga paladium menguat 2,4% ke US$1.424,22 per ons, mencerminkan sentimen positif yang menyeluruh di sektor ini.