Harga emas melesat tinggi pada Jumat (7/11/2025), menembus level US$ 4.000 per ons, didorong oleh pelemahan dolar Amerika Serikat dan gejolak ketidakpastian seputar potensi penutupan pemerintahan federal AS. Kondisi ini secara signifikan meningkatkan daya tarik logam mulia sebagai aset ‘safe haven’ bagi para investor global yang mencari perlindungan nilai.
Pada penutupan perdagangan Jumat, harga emas spot melonjak 0,7% ke posisi US$ 4.005,21 per ons pada pukul 15.15 ET (20.15 GMT). Sementara itu, kontrak emas berjangka AS untuk pengiriman Desember turut menguat 0,5%, mengakhiri sesi di level US$ 4.009,80 per ons. Kenaikan harga emas ini diperkuat oleh sentimen pasar yang mencari keamanan di tengah ketidakpastian ekonomi makro.
Katalis utama di balik kenaikan harga emas adalah depresiasi dolar AS. Saat dolar melemah terhadap mata uang utama lainnya, emas batangan yang dihargakan dalam mata uang Negeri Paman Sam menjadi lebih terjangkau dan menarik bagi investor yang memegang mata uang asing, sehingga memicu peningkatan permintaan global.
Di tengah ketidakpastian ekonomi dan politik, emas selalu menjadi pilihan utama sebagai lindung nilai yang andal. “Pergerakan harga yang terjadi baru-baru ini secara teknis mengindikasikan bahwa kita mungkin sedang mendekati titik terendah untuk harga emas dan perak,” ujar Jim Wyckoff, analis senior dari Kitco Metals, seperti dikutip oleh Reuters. Emas, sebagai aset yang tidak memberikan imbal hasil, cenderung diuntungkan dalam lingkungan suku bunga rendah, memperkuat posisinya sebagai pelindung nilai saat pasar bergejolak.
Ketidakpastian politik di Amerika Serikat, khususnya ancaman penutupan pemerintahan yang menunda perilisan laporan penggajian non-pertanian bulanan, mengalihkan fokus para trader ke data sektor swasta. Laporan yang menunjukkan hilangnya lapangan kerja pada bulan Oktober memicu spekulasi tentang kemungkinan penurunan suku bunga Federal Reserve pada akhir tahun ini. Pasar kini mencatat peluang 66% untuk pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Desember mendatang, menurut data dari FedWatch CME Group.
Secara geopolitik, dinamika perdagangan global juga turut memengaruhi permintaan emas. Tiongkok dikabarkan sedang merancang rezim perizinan baru untuk logam tanah jarang yang berpotensi mempercepat pengiriman, meskipun kemungkinan besar tidak akan sepenuhnya mencabut pembatasan seperti yang diharapkan Washington. Commerzbank menyoroti situasi ini, menyatakan dalam catatannya, “Meskipun gelombang kebijakan perdagangan telah sedikit mereda, konflik belum sepenuhnya terselesaikan. Oleh karena itu, emas kemungkinan akan tetap diminati sebagai aset safe haven.”
Namun, tidak semua pasar menunjukkan sentimen positif yang sama. Di India, permintaan emas fisik tetap lesu. Harga emas yang berfluktuasi cenderung membuat pembeli enggan melakukan pembelian, bahkan mendorong para pedagang lokal untuk menawarkan diskon besar guna menarik minat konsumen di tengah ketidakpastian harga.