Harga Minyak Anjlok: Untung atau Buntung Emiten Petrokimia?

JAKARTA – Dinamika harga minyak mentah global yang cenderung terkoreksi dalam beberapa waktu terakhir menghadirkan dampak yang bervariasi bagi emiten-emiten di sektor petrokimia.

Berdasarkan data dari Trading Economics pada Kamis (28/8) pukul 17.08 WIB, harga minyak mentah dunia jenis West Texas Intermediate (WTI) tercatat di level US$ 63,89 per barel, mengalami penurunan 0,42%. Dalam sebulan terakhir, harga minyak WTI ini telah tergelincir sebesar 7,66%. Senada, harga minyak mentah Brent juga terkoreksi 0,42% menjadi US$ 67,76 per barel pada hari yang sama, dengan akumulasi penurunan 5,46% sepanjang bulan terakhir.

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Arinda Izzati, menjelaskan bahwa penurunan harga minyak dunia ini dapat menjadi angin segar bagi emiten petrokimia. Pasalnya, biaya bahan baku utama seperti naphtha dan gas feedstock yang menjadi input produksi dapat ditekan. “Dengan input yang lebih murah, margin operasi perusahaan berpotensi membaik, terutama bagi emiten yang sudah efisien secara operasional,” terang Arinda pada Kamis (28/8).

Namun, di sisi lain, koreksi harga minyak mentah seringkali diikuti oleh penurunan harga produk petrokimia di pasar global akibat kelebihan pasokan. Kondisi ini dapat menekan margin keuntungan emiten, mengingat harga jual produk petrokimia juga turut melemah. Padahal, selain biaya bahan baku, ada sejumlah komponen biaya lain yang bersifat tetap dan harus ditanggung oleh perusahaan petrokimia tanpa mengalami perubahan signifikan.

Menghadapi fluktuasi harga minyak ini, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan oleh emiten petrokimia. Salah satunya adalah diversifikasi produk dengan mengalihkan sebagian fokus ke produk Specialty atau spesialisasi. Langkah ini penting untuk tidak hanya bergantung pada produk berbasis komoditas dan berupaya meraih margin laba yang lebih tinggi.

“Selain itu, emiten juga dapat memaksimalkan kinerja operasi melalui digitalisasi dan penguatan keunggulan rantai pasok. Ini termasuk meninjau ulang footprint pabrik dan menutup fasilitas yang kurang marjinal,” tambah Arinda.

Secara umum, prospek kinerja emiten produsen petrokimia diperkirakan masih akan menantang. Hal ini disebabkan oleh pelemahan permintaan global, terutama akibat kelebihan pasokan dari kapasitas produksi baru di Tiongkok dan Timur Tengah. Dari sisi domestik, ketergantungan tinggi pada impor bahan baku serta keterbatasan infrastruktur terintegrasi masih menjadi hambatan utama bagi emiten petrokimia dalam meningkatkan daya saing mereka.

Bagi investor yang tertarik untuk berinvestasi di sektor petrokimia, Arinda merekomendasikan saham BRPT dan TPIA. Saham BRPT ditargetkan dapat menyentuh level Rp 2.400 per saham, sedangkan TPIA diproyeksikan melaju hingga level Rp 9.000 per saham.

Ringkasan

Penurunan harga minyak mentah global dapat memberikan dampak positif bagi emiten petrokimia karena menekan biaya bahan baku seperti naphtha dan gas feedstock, sehingga berpotensi meningkatkan margin operasi. Namun, penurunan harga minyak juga dapat menyebabkan penurunan harga produk petrokimia global akibat kelebihan pasokan, yang dapat menekan margin keuntungan emiten.

Untuk menghadapi fluktuasi harga minyak, emiten petrokimia dapat melakukan diversifikasi produk ke produk spesialisasi dan memaksimalkan kinerja operasi melalui digitalisasi serta penguatan rantai pasok. Prospek kinerja emiten petrokimia masih menantang akibat pelemahan permintaan global dan ketergantungan impor bahan baku, dengan rekomendasi saham BRPT dan TPIA bagi investor.