NEW YORK – Harga minyak global kembali tertekan, mencatatkan penurunan lebih dari 1% pada perdagangan Rabu (5/11/2025) dan mencapai posisi terendah dalam dua pekan terakhir. Penurunan ini didorong oleh kekhawatiran serius mengenai kelebihan pasokan minyak dunia atau yang dikenal sebagai ‘glut‘, meskipun sinyal permintaan bahan bakar di Amerika Serikat (AS) menunjukkan kekuatan yang cukup untuk menahan pelemahan lebih dalam.
Pada penutupan perdagangan, minyak mentah Brent ditutup melemah signifikan, yakni 92 sen atau 1,43%, mengakhiri hari di posisi US$ 63,52 per barel. Tak jauh berbeda, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat juga terpangkas 96 sen atau 1,59%, sehingga bertengger pada level US$ 59,60 per barel.
Pelemahan harga minyak ini dipicu oleh rilis data pemerintah AS yang menunjukkan lonjakan stok minyak mentah yang jauh melampaui perkiraan. Energy Information Administration (EIA) melaporkan bahwa persediaan minyak mentah AS melonjak 5,2 juta barel menjadi 421,2 juta barel dalam sepekan terakhir. Angka ini jauh di atas ekspektasi para analis yang hanya memproyeksikan kenaikan sekitar 600.000 barel.
“Peningkatan impor dan aktivitas penyulingan yang masih lesu akibat perawatan musiman menjadi faktor utama pendorong penumpukan stok minyak di AS,” jelas Matt Smith, analis utama minyak wilayah Amerika di Kpler, memberikan gambaran mengenai situasi persediaan di negara tersebut. Meskipun demikian, sinyal positif datang dari pasar domestik AS, di mana penurunan stok bensin mencapai 4,7 juta barel menjadi 206 juta barel. Penurunan ini jauh lebih besar dari perkiraan awal sebesar 1,1 juta barel, menunjukkan adanya peningkatan permintaan.
Di sisi lain, kekhawatiran terhadap peningkatan pasokan minyak global juga turut menekan harga. Kanada berencana meninjau kembali kebijakan pembatasan emisi di sektor minyak dan gas dalam rencana anggaran yang diumumkan Perdana Menteri Mark Carney. Potensi pencabutan batas emisi ini dikhawatirkan dapat meningkatkan produksi minyak secara signifikan. “Jika Kanada benar-benar mencabut kebijakan tersebut, pasokan minyak bisa meningkat lebih cepat,” kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group, menyoroti dampak potensial terhadap pasar.
Tekanan harga juga diperparah oleh keputusan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+. Kelompok ini memutuskan untuk menambah produksi sebesar 137.000 barel per hari pada Desember mendatang, sebelum menghentikan rencana kenaikan produksi lanjutan pada kuartal I-2026. Sementara itu, meskipun produksi minyak Kazakhstan—tidak termasuk kondensat gas—turun 10% pada Oktober menjadi 1,69 juta barel per hari, angka tersebut masih berada di atas kuota produksi OPEC+.
Situasi pasokan global semakin kompleks dengan gangguan di Rusia, di mana pelabuhan Laut Hitam Tuapse menghentikan ekspor bahan bakar dan kilang minyak di wilayah tersebut menunda proses pengolahan. Hal ini terjadi menyusul serangan drone Ukraina pada akhir pekan lalu, menambah ketidakpastian dalam rantai pasok energi.
Secara keseluruhan, pasar minyak global saat ini menghadapi kombinasi tekanan ganda. Peningkatan stok dan prospek kenaikan pasokan bertemu dengan tingginya ketidakpastian geopolitik yang terus membayangi stabilitas rantai energi dunia, menciptakan volatilitas yang signifikan dalam pergerakan harga.