Harga Minyak Dunia Turun Hampir US$1 Jelang KTT Trump-Putin

Ifonti.com Harga minyak dunia menutup perdagangan akhir pekan Jumat (15/8/2025) dengan penurunan signifikan, nyaris US$1 per barel. Penurunan ini mencerminkan kegugupan pelaku pasar yang menanti hasil krusial dari pembicaraan tingkat tinggi antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Pertemuan yang sangat diantisipasi ini berpotensi memicu pelonggaran sanksi terhadap Moskow, khususnya yang berkaitan dengan konflik berkepanjangan di Ukraina.

Melansir laporan Reuters, minyak mentah berjangka Brent merosot 99 sen atau 1,5%, mengakhiri sesi pada US$65,85 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI), patokan harga minyak AS, melemah US$1,16 atau 1,8% menjadi US$62,80 per barel. Tekanan jual mendominasi pasar saat perhatian global tertuju pada KTT yang sarat implikasi geopolitik ini.

Alaska Jadi Panggung Trump-Putin, Nasib Ukraina Jadi Taruhan

Presiden Trump tiba di Alaska pada Jumat, siap untuk KTT bersejarah dengan Putin. Sebelumnya, Trump telah menyatakan keinginannya untuk melihat gencatan senjata di Ukraina terlaksana “secepatnya.” Trump bahkan sempat melontarkan penilaian bahwa Rusia siap untuk mengakhiri perang. Namun, di sisi lain, ia juga mengancam akan memberlakukan sanksi sekunder yang lebih berat bagi negara-negara yang masih membeli minyak Rusia, jika perundingan damai tidak menunjukkan kemajuan berarti.

Menanggapi momentum penting ini, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengungkapkan harapan Rusia agar pertemuan tersebut menghasilkan keputusan konkret, sebagaimana dilaporkan oleh Interfax. Potensi perubahan kebijakan dan resolusi konflik di Ukraina ini menjadi fokus utama yang memengaruhi pergerakan harga minyak global.

Dennis Kissler, senior vice president trading di BOK Financial, memperingatkan bahwa, “Jika pengumuman gencatan senjata dibuat, ini akan menjadi sentimen negatif bagi harga minyak dalam jangka pendek.” Prospek berakhirnya konflik di Ukraina, yang selama ini menjadi salah satu faktor penopang harga minyak, justru bisa berbalik menekan pasar. Untuk keseluruhan pekan ini, WTI tercatat turun 1,7% dan Brent melemah 1,1%, merefleksikan kehati-hatian investor.

Harga Emas Mengarah ke Kerugian Mingguan, Perhatian Tertuju pada KTT Trump-Putin

Selain dinamika geopolitik, data ekonomi China yang menunjukkan pelemahan turut memicu kekhawatiran terhadap permintaan bahan bakar di pasar global. Data pemerintah Tiongkok mengungkapkan bahwa pertumbuhan output industri turun ke level terendah dalam delapan bulan terakhir, sementara pertumbuhan penjualan ritel melambat, mencapai tingkat terlemah sejak Desember. Angka-angka ini mengindikasikan perlambatan ekonomi di salah satu konsumen minyak terbesar dunia, menambah tekanan pada harga komoditas.

Meskipun demikian, terdapat gambaran yang sedikit berbeda dari sektor kilang minyak di China. Throughput kilang minyak negara tersebut meningkat 8,9% secara tahunan pada Juli, meskipun angka ini lebih rendah dibandingkan kinerja Juni yang merupakan level tertinggi sejak September 2023. Peningkatan ekspor produk minyak, dibanding tahun lalu, juga mengisyaratkan adanya permintaan domestik yang lebih rendah, yang pada akhirnya membebani pasar minyak secara keseluruhan.

Harga Minyak Anjlok Menjelang KTT Trump-Putin di Alaska

Proyeksi meningkatnya surplus pasar minyak juga menjadi sentimen negatif yang signifikan. Selain itu, prospek suku bunga AS yang kemungkinan tetap tinggi untuk jangka waktu lebih lama turut menekan pasar komoditas. Indikator pasokan di masa depan, jumlah rig minyak di AS, juga menunjukkan peningkatan satu unit menjadi 412 pada minggu ini, menurut data dari Baker Hughes, menandakan potensi peningkatan produksi.

Analis Bank of America telah memperluas proyeksi mereka mengenai surplus pasar minyak, seiring dengan peningkatan pasokan dari kelompok produsen OPEC+ (terdiri dari OPEC, Rusia, dan sekutu lainnya). Mereka kini memperkirakan surplus rata-rata sebesar 890.000 barel per hari dari Juli 2025 hingga Juni 2026. Prediksi ini selaras dengan pandangan International Energy Agency (IEA) yang dirilis minggu ini, yang menyatakan bahwa pasar minyak terlihat “melimpah” setelah peningkatan output terbaru dari aliansi OPEC+. Kombinasi faktor-faktor ini menciptakan lanskap yang menantang bagi pergerakan harga minyak di masa mendatang.