
Ifonti.com JAKARTA. Tren penurunan harga minyak kembali berlanjut pada perdagangan Kamis (13/11/2025) pagi, memperpanjang periode koreksi yang mendalam. Pada pukul 07.30 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Desember 2025 di New York Mercantile Exchange terpantau di level US$ 58,28 per barel. Angka ini mencerminkan penurunan tipis 0,36% dari posisi penutupan sehari sebelumnya yang berada di US$ 58,49 per barel, namun tetap menekan pasar yang sudah sensitif.
Koreksi harga minyak ini tidak terlepas dari tekanan yang terjadi pada Rabu (12/11/2025) sebelumnya, ketika pasar merespons kuatnya sinyal surplus pasokan minyak global yang kini mulai terwujud. Minyak WTI bahkan sempat anjlok lebih dari 4% pada perdagangan sebelumnya, membuatnya kini stabil di sekitar level US$ 58 per barel. Tak hanya WTI, harga minyak Brent sebagai patokan internasional juga tertekan, ditutup di bawah US$ 63 per barel, menggarisbawahi kekhawatiran yang meluas di kalangan investor.
Wall Street: Dow Jones Cetak Rekor, Penurunan Saham Amazon Membebani Nasdaq
Sinyal surplus pasokan ini diperkuat oleh laporan-laporan kunci dari lembaga-lembaga terkemuka. Mengutip Bloomberg, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) secara terbuka menyatakan bahwa pasokan minyak global telah melampaui permintaannya secara signifikan pada kuartal ketiga. Bersamaan dengan itu, Badan Informasi Energi Amerika Serikat (EIA) turut memberikan sentimen bearish dengan menaikkan proyeksi produksi minyak AS untuk tahun depan, mengindikasikan lonjakan output yang dapat memperparah kondisi kelebihan pasokan.
Kekhawatiran pasar akan semakin memuncak pada Kamis malam, saat Badan Energi Internasional (IEA) dijadwalkan merilis laporan bulanannya. Publikasi ini diantisipasi akan membawa sinyal bearish tambahan yang dapat memperburuk sentimen pasar minyak. Secara keseluruhan, harga minyak mentah memang telah mengalami tren penurunan sepanjang tahun ini, didorong oleh ekspektasi kelebihan pasokan yang meluas. Bahkan, IEA memproyeksikan bahwa surplus pasokan ini dapat mencapai rekor tertinggi pada tahun 2026, menandakan tantangan jangka panjang bagi stabilitas harga.
Proyek Pembangkit Listrik Mulai Beroperasi pada 2028, Simak Prospek CUAN
Penyebab utama di balik merosotnya harga minyak adalah peningkatan signifikan pasokan minyak dari aliansi OPEC+ — termasuk Rusia — serta lonjakan produksi dari negara-negara produsen di luar aliansi tersebut. Mike Wirth, CEO Chevron Corp, mengkonfirmasi fenomena ini dalam wawancara dengan Bloomberg TV, menyatakan, “Ada banyak pasokan minyak yang kembali dari negara anggota OPEC+ yang selama ini menahan pasokan.” Pernyataan ini menegaskan bahwa langkah strategis beberapa produsen untuk kembali meningkatkan output telah memperburuk dinamika pasokan-permintaan global, menekan harga semakin dalam.