IHSG Hari Ini: Analis Ungkap Saham Potensi Cuan Jelang BI Rate

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pekan depan, seluruh mata pelaku pasar akan tertuju pada pengumuman keputusan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) yang dijadwalkan pada 19 November 2025. Dinamika pasar saham Indonesia, khususnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), diperkirakan akan sangat dipengaruhi oleh ekspektasi terhadap langkah kebijakan moneter Bank Indonesia tersebut.

Menjelang momen krusial ini, Analis Fundamental BRI Danareksa Sekuritas, Abida Massi Armand, menyampaikan bahwa konsensus pasar saat ini cenderung memproyeksikan Bank Indonesia akan melakukan pelonggaran moneter dengan menurunkan suku bunga acuan ke level 4,50%. Proyeksi ini sejalan dengan tren pelonggaran moneter global yang tengah berlangsung.

Jika Bank Indonesia benar-benar memangkas suku bunga, dampaknya akan sangat positif bagi aliran modal asing. Hal ini akan mencerminkan kondisi inflasi yang terkendali dan stabilitas makroekonomi yang baik, sehingga meningkatkan daya tarik portofolio investasi Indonesia, terutama di sektor saham. Meski demikian, penurunan suku bunga BI umumnya membawa risiko pelemahan rupiah dalam jangka pendek. Namun, Abida menilai pelemahan tersebut berpotensi terbatas, terutama jika didukung oleh inflasi yang rendah dan neraca perdagangan yang masih kuat. Kombinasi net inflow asing, proyeksi likuiditas global yang lebih longgar, serta keyakinan terhadap ekonomi domestik dapat menjadi penahan depresiasi rupiah.

Dalam skenario ini, Abida memproyeksikan pergerakan IHSG akan cenderung mixed, dengan kecenderungan menguji area support di 8.315–8.355 sebagai zona pertahanan utama. Level ini menjadi kunci stabilitas indeks di tengah penantian keputusan suku bunga global dan respons pasar terhadap dibukanya kembali layanan pemerintahan AS pasca-government shutdown. Selama level support tersebut tidak ditembus, peluang technical rebound IHSG tetap terbuka lebar. Di sisi lain, IHSG akan menghadapi resistance terdekat di 8.440–8.480. Jika level ini berhasil ditembus, momentum penguatan dapat berlanjut seiring membaiknya risk appetite global. Namun, jika resistance ini bertahan, pergerakan indeks cenderung terbatas dan rentan konsolidasi.

Abida juga menyoroti sektor-seektor yang paling sensitif terhadap perubahan suku bunga, yaitu perbankan dan properti. Kedua sektor ini menjadi perhatian utama jelang pengumuman keputusan BI. Saham-saham perbankan besar cenderung diuntungkan dari biaya dana (cost of fund) yang lebih rendah, yang berpotensi memicu akselerasi pertumbuhan kredit. Selain itu, bank digital atau bank berukuran menengah (mid-size banks) dengan pertumbuhan kredit yang tinggi juga akan mendapatkan dorongan positif dari pelonggaran kebijakan moneter ini.

Sementara itu, di sektor properti, pengembang dengan cadangan lahan (landbank) besar dan tingkat utang (leverage) yang terkontrol menjadi kandidat menarik menjelang penurunan suku bunga. Penurunan suku bunga KPR (Kredit Pemilikan Rumah) akan meningkatkan permintaan KPR dan penjualan residensial. Emiten konstruksi swasta dengan cadangan proyek (backlog) yang kuat juga berpotensi diuntungkan dari peningkatan aktivitas sektor properti dan penurunan biaya pembiayaan.

Dalam daftar rekomendasinya, Abida menjagokan saham-saham perbankan seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BTPS, mengingat fundamentalnya yang kuat, pertumbuhan kredit yang stabil, serta sensitivitas positif terhadap penurunan suku bunga. Untuk sektor properti, emiten seperti CTRA, BSDE, dan PWON patut dicermati berkat kombinasi neraca keuangan yang sehat dan eksposur yang kuat di segmen residensial maupun komersial. Sektor konstruksi swasta seperti ACST atau SSIA juga berpotensi mendapatkan momentum jika penjualan properti meningkat. Abida menambahkan bahwa target harga ke depan masih dapat direvisi naik jika BI benar-benar menurunkan suku bunga dan aliran modal asing kembali menguat. Sektor perbankan kemungkinan akan menjadi pemimpin kenaikan IHSG, sementara properti berpotensi menyusul seiring perbaikan permintaan KPR. Re-rating valuation pada dua sektor ini dapat memperkuat tren positif IHSG menuju resistance berikutnya setelah 8.480.

Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, yang memperkirakan Bank Indonesia justru masih akan mempertahankan suku bunga acuannya. Proyeksi ini muncul karena tekanan yang dialami rupiah terhadap dolar AS. Selain itu, dari sisi eksternal, The Fed (bank sentral AS) dipandang belum akan memulai pelonggaran kebijakan moneternya pada Desember 2025, sehingga peluang penurunan suku bunga kemungkinan akan bergeser ke Januari 2026.

Secara teknikal, Nafan menilai IHSG masih berada dalam tren naik. Meskipun terjadi koreksi, pergerakan tersebut dinilai wajar sebagai bagian dari proses pembentukan tren penguatan berikutnya. Sentimen pasar sejauh ini tetap positif, ditopang oleh komitmen BI menjaga stabilitas nilai tukar, upaya memperkuat arus masuk modal asing, serta dukungan faktor eksternal seperti meredanya tensi perang tarif dan perkembangan positif terkait berakhirnya government shutdown AS. Dengan demikian, Nafan memproyeksikan level support IHSG berada di 8.310-8.355 dan resistance di 8.448-8.506.

Ringkasan

Menjelang pengumuman BI Rate, pasar memproyeksikan penurunan suku bunga ke 4,50%, yang dapat memicu net inflow asing dan berdampak positif pada IHSG. Analis menyoroti sektor perbankan (BBCA, BBRI, BMRI, BTPS) dan properti (CTRA, BSDE, PWON) sebagai yang paling sensitif terhadap perubahan suku bunga, merekomendasikan saham-saham tersebut. IHSG diperkirakan akan menguji support di 8.315–8.355 dan resistance di 8.440–8.480.

Namun, analis lain memprediksi BI akan mempertahankan suku bunga karena tekanan pada rupiah dan kebijakan The Fed yang belum melonggar. Secara teknikal, IHSG masih dalam tren naik dengan support di 8.310-8.355 dan resistance di 8.448-8.506, didukung oleh sentimen positif pasar dan faktor eksternal yang mereda.