IHSG Jumat Pagi Dibuka Menguat, Emiten-emiten Ini Jadi Pendorong

Memulai perdagangan hari Jumat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan ketahanan yang mengejutkan. Meskipun mayoritas pasar saham kawasan Asia dan global terpantau melemah, IHSG justru bergerak menguat, memberikan sinyal kontras di tengah sentimen pasar yang lesu.

Pada pembukaan sesi pagi, IHSG berhasil mengukuhkan kenaikan sebesar 9,52 poin atau 0,11 persen, bertengger di level 8.346,5. Tren positif ini turut diikuti oleh indeks LQ45, yang mencakup 45 saham unggulan, dengan kenaikan tipis 0,40 poin atau 0,05 persen ke posisi 848,05.

Meski demikian, pandangan ahli masih diselimuti kehati-hatian. Ratih Mustikoningsih, seorang Financial Expert dari Ajaib Sekuritas, dalam kajiannya di Jakarta, Jumat (7/11/2025), memproyeksikan bahwa IHSG berpotensi mengalami pelemahan dengan kisaran pergerakan antara 8.200 hingga 8.350 poin untuk hari ini. Prediksi ini mengindikasikan adanya potensi volatilitas meskipun ada penguatan di awal sesi.

Beralih ke sektor domestik, data menunjukkan bahwa Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada kuartal III-2025 masih mencatat penguatan tipis sebesar 0,84 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini sedikit melambat dibandingkan penguatan pada kuartal sebelumnya, yaitu 0,90 persen (yoy) di kuartal II-2025.

Namun, gambaran berbeda terlihat dari sisi jumlah unit penjualan properti. Pada kuartal III-2025, terjadi penurunan 1,29 persen (yoy), meskipun ini merupakan perbaikan signifikan dibandingkan kontraksi 3,80 persen (yoy) pada kuartal II-2025. Fakta menarik lainnya adalah dominasi skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yang menyokong 74,41 persen dari total pembiayaan properti residensial.

Belum pulihnya permintaan properti residensial ini diyakini terhambat oleh beberapa faktor krusial. Secara historis, masa transisi pemerintahan kerap memicu ketidakpastian yang berdampak pada investasi. Selain itu, iklim suku bunga tinggi yang berkelanjutan dan daya beli masyarakat yang belum optimal turut menjadi beban bagi sektor ini.

Melangkah ke kancah internasional, kekhawatiran pelaku pasar global semakin menguat terhadap kondisi overvalue pada saham-saham perusahaan Artificial Intelligence (AI) dan semikonduktor di Wall Street, Amerika Serikat (AS). Sektor-sektor yang sempat menjadi primadona ini diperkirakan akan mencatatkan pertumbuhan di bawah ekspektasi pada periode mendatang, memicu aksi jual dan koreksi di pasar.

Di kawasan Asia, perhatian investor terpusat pada rilis data inflasi China yang dijadwalkan pada akhir pekan. Data sebelumnya untuk September 2025 menunjukkan adanya deflasi, baik di tingkat konsumen sebesar 0,3 persen (yoy) maupun di tingkat produsen yang mencapai 2,3 persen (yoy). Fenomena deflasi ini menjadi sorotan serius bagi stabilitas ekonomi regional.

Deflasi di China ini dikhawatirkan akan membawa dampak negatif yang signifikan bagi ekonomi global secara keseluruhan. Salah satu konsekuensi yang paling terasa adalah potensi penurunan permintaan komoditas non migas, yang bisa memengaruhi banyak negara pengekspor.

Sentimen negatif dari pasar global telah terlihat jelas pada perdagangan Kamis (06/11), di mana bursa saham Eropa serempak ditutup di zona merah. Indeks Euro Stoxx 50 anjlok 1,10 persen, disusul oleh indeks FTSE 100 Inggris yang terkoreksi 0,42 persen. Sementara itu, indeks DAX Jerman melemah 1,31 persen, dan indeks CAC Prancis juga turut tergerus 1,36 persen.

Kondisi serupa juga melanda bursa saham AS di Wall Street pada perdagangan Kamis (06/11). Ketiga indeks utama ditutup dengan pelemahan signifikan: Indeks Dow Jones Industrial Average terpangkas 0,84 persen ke level 46.913,65; indeks S&P 500 turun 1,12 persen menjadi 6.720,39; dan indeks Nasdaq Composite mencatat pelemahan terbesar, yakni 1,91 persen, ditutup pada level 25.130,04.

Sementara itu, performa bursa saham regional Asia pada pagi ini menunjukkan gambaran yang beragam namun cenderung bearish. Indeks Nikkei Jepang anjlok paling dalam, melemah 953,18 poin atau 1,91 persen ke 49.930,80. Diikuti oleh indeks Shanghai yang terkoreksi tipis 5,57 poin atau 0,14 persen menjadi 4.002,25, dan indeks Hang Seng Hong Kong yang tertekan 206,77 poin atau 0,80 persen ke level 26.275,50. Berbeda dengan tren umum, indeks Strait Times Singapura justru berhasil menguat 8,24 poin atau 0,18 persen, mencapai 4.493,07, menunjukkan adanya anomali di tengah pelemahan pasar lainnya.