IHSG Naik di Tengah Gejolak Politik: Kenaikan Semu? Analis Ungkap!

Pada perdagangan Selasa (2/9/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menunjukkan kekuatannya, menorehkan penguatan signifikan sebesar 0,58% atau setara 65,52 poin, menutup sesi di level 7.801,58. Kenaikan ini menandai kebangkitan kembali setelah dua hari berturut-turut mengalami koreksi, dipicu oleh eskalasi sosial politik di dalam negeri yang sempat memicu sentimen negatif pasar.

Saham apa saja yang menjadi pendorong utama penguatan IHSG kali ini?

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) tampil sebagai penopang utama, melesat 7,04% dan memberikan kontribusi hingga 9,31 poin terhadap lonjakan IHSG. Selain DCII, beberapa emiten besar lainnya juga turut menyumbang energi positif, antara lain PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN).

Fenomena ketergantungan pada saham tertentu ini bukan kali pertama terjadi di pasar modal. Sebelumnya, pada 15 Agustus 2025, IHSG sempat menorehkan sejarah dengan menembus level psikologis 8.000 untuk pertama kalinya. Namun, pencapaian luar biasa tersebut juga sangat bergantung pada pergerakan saham DCII yang saat itu melesat 6,91% dan menyumbang kontribusi fantastis sebesar 20,05 poin.

Meskipun demikian, penguatan IHSG yang terjadi belakangan ini dinilai oleh sebagian kalangan sebagai cerminan yang tidak sepenuhnya representatif terhadap kondisi pasar secara menyeluruh, bahkan sering disebut sebagai penguatan yang “semu”. Ini memicu pertanyaan tentang fundamental sebenarnya dari pergerakan indeks.

Mengapa penguatan IHSG dinilai semu dan belum mencerminkan fundamental pasar secara luas?

Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat, menjelaskan bahwa penguatan IHSG lebih banyak dipengaruhi oleh bobot kapitalisasi pasar saham-saham tertentu yang memiliki valuasi besar. Data BEI saat IHSG menembus 8.000 pada 15 Agustus lalu menunjukkan adanya ketimpangan yang mencolok: sebanyak 451 saham (47,17%) justru mengalami pelemahan, sementara hanya 244 saham (25,52%) yang berhasil menguat.

Teguh menilai, kondisi ini menciptakan ilusi bahwa IHSG terlihat kokoh di permukaan, padahal mayoritas saham di pasar modal masih bergerak lesu. Hal ini semakin dipertegas oleh pergerakan saham-saham populer dengan kapitalisasi besar seperti BBCA, BBRI, TLKM, dan ASII yang cenderung bergerak di kisaran harga yang relatif sama atau stagnan, tidak ikut menopang penguatan yang terjadi secara merata.

Bagaimana pandangan para analis pasar lainnya mengenai dinamika IHSG saat ini?

Senada dengan pandangan tersebut, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisory, Ekky Topan, mengemukakan bahwa penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belakangan ini memang sangat bertumpu pada kinerja saham-saham berkapitalisasi besar, khususnya PT DCI Indonesia Tbk (DCII) dan PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA). “Jika kedua saham raksasa ini dikeluarkan dari perhitungan, IHSG kemungkinan besar hanya akan berada di kisaran level 7.500,” jelas Ekky.

Pernyataan Ekky tersebut semakin memperkuat argumen bahwa penguatan IHSG belum didukung secara merata oleh seluruh sektor ekonomi, termasuk sektor perbankan yang fundamental, sektor konsumer yang vital, maupun sektor riil lainnya. Kondisi ini menunjukkan belum adanya daya dukung yang kuat dari berbagai lini ekonomi untuk menciptakan penguatan yang lebih berkelanjutan.

Sementara itu, pengamat pasar modal Hendra Wardana memberikan pandangan dari sisi teknikal, menilai bahwa IHSG masih memiliki potensi rawan terkoreksi dalam waktu dekat. “Jika terjadi aksi profit taking pada saham-saham fenomenal seperti DCII, DSSA, atau BREN yang telah melesat tinggi, IHSG berpotensi kembali menguji level support di area 7.400–7.500,” ujarnya, menyoroti risiko penurunan.

Hendra menambahkan, agar IHSG dapat memiliki tenaga penggerak yang lebih seimbang dan penguatan yang berkelanjutan dalam jangka panjang, pergerakan positif dari sektor perbankan dan konsumer sangat dibutuhkan untuk ikut serta mendorong indeks secara menyeluruh. Hal ini akan mengurangi ketergantungan pada segelintir saham dan mencerminkan kondisi ekonomi yang lebih sehat.

Ringkasan

Pada perdagangan Selasa, IHSG naik 0,58% menjadi 7.801,58 setelah terkoreksi dua hari akibat sentimen sosial politik. Kenaikan ini didorong oleh saham-saham tertentu, terutama PT DCI Indonesia Tbk (DCII), yang mengundang pertanyaan mengenai representasi kondisi pasar secara keseluruhan.

Analis menilai penguatan IHSG ini bersifat “semu” karena sangat bergantung pada saham berkapitalisasi besar seperti DCII dan DSSA. Jika saham-saham ini dikeluarkan dari perhitungan, IHSG diperkirakan berada di level yang lebih rendah. Selain itu, pergerakan sektor perbankan dan konsumer yang stabil dinilai penting untuk penguatan IHSG yang berkelanjutan.