Ifonti.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berjuang untuk menunjukkan performa terbaiknya, meskipun berulang kali mencatatkan rekor tertinggi baru. Secara fundamental, indeks ini dinilai masih rapuh, terutama karena tekanan jual besar-besaran dari investor asing yang terus berlanjut.
Meskipun demikian, peluang penguatan signifikan bagi IHSG di sisa tahun ini belum tertutup. Dukungan dari tradisi window dressing menjelang akhir tahun, ditambah dengan rilis kinerja kuartalan emiten yang berpotensi membaik, bisa menjadi katalis pendorong. Jika kedua sentimen positif ini terwujud, saham-saham blue chips berpeluang besar mencatatkan kinerja cemerlang menjelang penutupan tahun 2025.
Tren Historis Kuartal IV Masih Positif
Menilik data historis, Liza Camelia Suryanata, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, mengungkapkan bahwa IHSG di kuartal IV secara konsisten menunjukkan kinerja positif. “Di bulan Oktober, indeks rerata naik 1%, November mendatar, dan Desember menguat sekitar 2,3% hingga 3,1%,” papar Liza dalam risetnya pada Jumat (3/10/2025). Ia menambahkan, “Kombinasi ini menghasilkan return kuartalan sekitar 2% hingga 4% dengan rata-rata dari kisaran tersebut adalah sekitar 3%.”
Sebelumnya, IHSG sempat mendapat dorongan dari berbagai katalis positif seperti stimulus ekonomi, injeksi likuiditas perbankan, tren penurunan suku bunga global dan domestik, hingga rebalancing MSCI. Namun, sayangnya, faktor-faktor tersebut belum cukup kuat untuk menahan gelombang aksi jual investor asing. Tercatat hingga Jumat (3/10), investor asing telah melakukan net sell sebesar Rp 56,93 triliun di seluruh pasar sejak awal tahun.
IHSG Naik Tipis 0,23%, Cermati Saham Net Buy Terbesar Asing Selama Sepekan Terakhir
Window Dressing dan Kinerja Emiten Jadi Harapan Baru
Di tengah tekanan jual dari investor asing yang masih terasa, harapan investor kini tertuju pada dua sentimen utama: perbaikan kinerja kuartalan emiten dan fenomena window dressing. “Tradisi Desember (window dressing) tetap jadi faktor pendorong utama IHSG menjelang akhir tahun,” tegas Liza.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas. Ia meyakini bahwa kedua katalis ini berpotensi besar menjadi bahan bakar utama yang menggerakkan IHSG. “Apalagi, didukung dengan sentimen global maka tidak menutup kemungkinan potensi window dressing semakin besar,” jelas Nico. Menurutnya, peluang ini akan semakin kuat jika The Fed benar-benar merealisasikan pemangkasan suku bunga pada Oktober dan Desember.
Rekomendasi Saham Pilihan untuk Senin (6/10), IHSG Menguat 0,23% di Pekan Ini
Sentimen Global Masih Akan Berperan
Selain faktor domestik, Liza juga menyoroti sejumlah faktor eksternal yang dapat memengaruhi pergerakan pasar modal ke depan. “Sentimen global itu datang dari penutupan pemerintahan (government shutdown) AS yang memukul kondisi perekonomian dan pasar saham negeri Paman Sam,” ujarnya. Ia juga mencermati potensi kenaikan produksi minyak mentah dari pertemuan OPEC+, serta forum Conference of the Parties (COP) 30 di Brazil yang akan mengangkat narasi komoditas hijau seperti nikel dan tembaga, berpotensi memberikan dampak pada sektor terkait.
Blue Chips dan Sektor Prospektif di Akhir Tahun
Kinerja emiten yang tercermin dalam laporan keuangan kuartalan akan menjadi penentu arah IHSG selanjutnya. Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, memperkirakan sektor perbankan besar seperti BBCA dan BBNI akan membukukan laba yang lebih baik secara kuartalan karena adanya perbaikan pada net interest margin (NIM). “Pun sektor konsumer serupa ICBP dan MYOR, katanya, karena didukung oleh penurunan harga komoditas,” jelasnya.
Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee, menambahkan bahwa sektor properti seperti CTRA, BSDE, dan PWON juga berpeluang pulih, meskipun pemulihan penuh mungkin baru akan terlihat lebih jelas di akhir tahun. Hans juga menilai emiten konsumer lainnya seperti MAPI dan AMRT memiliki peluang serupa untuk bangkit. Liza turut menyebutkan bahwa sektor teknologi berpotensi diuntungkan jika ada katalis kontrak atau orderbook baru yang bersifat event-driven. “Kinerja emiten transportasi dan logistik pun kerap terangkat saat terjadinya periode puncak permintaan atau peak season jelang akhir tahun,” katanya. Sementara itu, Nico menilai sektor energi, teknologi, emas, non-siklikal, bahan dasar, dan industri juga berpeluang menjaring perbaikan kinerja di sisa tahun ini. “Apabila kenaikan blue chips sudah tinggi, hal ini perlu diwaspadai agar jangan sampai mengalami penurunan,” wantinya.
Rekomendasi Saham Pilihan Analis
Para analis telah menyusun daftar rekomendasi saham potensial yang patut dicermati:
- Liza memberikan rekomendasi untuk:
- Konsumer non-siklikal: JPFA (target Rp 2.330), ICBP (Rp 11.450), SSMS (Rp 2.400)
- Energi: AKRA (Rp 1.630)
- Infrastruktur: HGII (Rp 210), IPCC (Rp 1.330), PGEO (Rp 1.800)
- Keuangan: BBRI (Rp 4.720), BMRI (Rp 6.300)
- Barang baku dasar: ANTM (Rp 4.000)
- Konsumer siklikal: HRTA (Rp 1.100)
- Teknologi: CYBR (Rp 1.450)
- Untuk jangka panjang, Hans Kwee menyarankan akumulasi saham-saham blue chips seperti BBCA, ASII, dan BBRI, terutama saat terjadi koreksi pasar. “Lakukan akumulasi beli kalau terjadi koreksi di saham atau pasar saham,” sarannya.
- Sementara itu, Harry Su merekomendasikan BBCA, TLKM, ICBP, AMRT, dan JPFA, dengan target harga masing-masing Rp 9.600, Rp 3.900, Rp 12.800, Rp 3.000, dan Rp 2.000. “Kami menilai emiten ini defensif, memiliki fundamental kuat, dan berpotensi memberi kontribusi pada pergerakan IHSG di tengah volatilitas saham laggard,” tutupnya.
Tonton: 251003 IHSG Diharapkan Pulih di Kuartal 4