Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan signifikan pada penutupan perdagangan akhir pekan, Jumat (29/8) lalu. Gelombang aksi demonstrasi yang melanda berbagai daerah menjadi pemicu utama gejolak ini, mendorong sentimen jual investor di pasar modal. Akibatnya, IHSG anjlok tajam sebesar 1,53 persen, mengakhiri sesi pada posisi 7.830,49. Kondisi ini sontak menimbulkan kekhawatiran meluas di kalangan pelaku pasar akan potensi berlanjutnya tren pelemahan pada pekan berikutnya.
Analis saham memperkirakan bahwa IHSG masih berpotensi melanjutkan tren pelemahan pada perdagangan besok, Senin (1/9). Gejolak yang terjadi di dalam negeri, khususnya aksi penyampaian aspirasi masyarakat yang terus-menerus dan bahkan menjadi sorotan utama media internasional, disebut sebagai faktor dominan. Senior Technical Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, memperingatkan, “Jika IHSG konsisten diperdagangkan di bawah level 7.750, maka potensi bearish consolidation phase terbuka lebar.”
Nafan memproyeksikan pergerakan harga saham gabungan ini akan berada dalam rentang support 7.736-7.668 dan resistance 7.900-7.958. Selain faktor domestik, kinerja historis bursa juga turut menjadi pertimbangan. Tercatat bahwa selama lima tahun terakhir, rata-rata kinerja bursa domestik pada bulan September cenderung bearish. Namun, ada secercah harapan karena pada bulan-bulan berikutnya, yakni Oktober hingga Desember, pasar justru berpotensi memasuki fase bullish.
Menyikapi situasi yang kurang kondusif ini, Nafan menambahkan bahwa Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki mitigasi yang bisa diterapkan. Sebagai contoh, BEI dapat mengimplementasikan kebijakan trading halt, sebuah langkah krusial untuk mencegah atau meredam panic selling yang berpotensi terjadi di tengah dinamika pasar yang tidak menentu.
Sementara itu, OJK juga diharapkan berperan aktif dalam memperkuat Self-Regulatory Organization (SRO). Langkah ini penting untuk memastikan SRO dapat menjalankan fungsinya secara optimal, terutama dalam memitigasi dampak dari kondisi politik dan keamanan yang kurang kondusif. Penekanan kebijakan yang pro-market, pro-growth, pro-development menjadi kunci untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan pasar modal Indonesia.
Tren Pergerakan IHSG Sepekan Terakhir
Tanggal Harga Pembukaan Harga Penutupan
22 Agustus 2025 7.910,10 7.858,85
25 Agustus 2025 7.921,02 7.926,91
26 Agustus 2025 7.971,79 7.905,76
27 Agustus 2025 7.923,00 7.936,18
28 Agustus 2025 7.951,87 7.952,09
29 Agustus 2025 7.899,89 7.830,49
Sumber grafis: BEI
Ringkasan
IHSG mengalami penurunan signifikan pada penutupan perdagangan Jumat (29/8) akibat aksi demonstrasi, dengan penurunan sebesar 1,53 persen ke level 7.830,49. Analis memprediksi potensi pelemahan IHSG berlanjut, dipengaruhi oleh gejolak domestik dan kinerja historis bursa yang cenderung bearish di bulan September. Rentang support diperkirakan 7.736-7.668 dan resistance 7.900-7.958.
BEI dan OJK diharapkan mengambil langkah mitigasi, seperti implementasi kebijakan trading halt untuk mencegah panic selling dan memperkuat Self-Regulatory Organization (SRO). Kebijakan yang pro-market, pro-growth, pro-development dianggap krusial untuk menjaga stabilitas pasar modal Indonesia. Dalam sepekan terakhir, IHSG menunjukkan fluktuasi dengan kecenderungan menurun.