
Ifonti.com JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan hari Rabu, 29 Oktober 2025, dengan kembali tergelincir ke zona merah. Kondisi ini kontras dengan pergerakan mayoritas bursa saham Asia yang justru menunjukkan tren penguatan.
Berdasarkan data RTI pada pukul 09.18 WIB, pelemahan IHSG tercatat sebesar 0,26% atau setara dengan penurunan 20,84 poin, membawa indeks ini menuju level 8.071,79. Dinamika pasar pagi ini menunjukkan 235 saham mengalami koreksi, sementara 274 saham berhasil menguat, dan 170 saham lainnya terpantau stagnan.
Aktivitas perdagangan di bursa juga cukup ramai dengan total volume mencapai 4,7 miliar saham, menghasilkan nilai transaksi sekitar Rp 2,15 triliun.
Lima indeks sektoral turut menekan laju IHSG pada sesi pagi ini. Dari jumlah tersebut, tiga sektor yang mencatatkan pelemahan terdalam adalah IDX-Property yang anjlok 1,98%, diikuti IDX-Industry dengan koreksi 0,96%, serta IDX-Energy yang melemah 0,35%.
Rupiah Spot Dibuka Melemah ke Rp 16.615 Per Dolar AS Hari Ini (29/10)
Beberapa saham unggulan yang tergabung dalam indeks LQ45 juga turut merasakan dampak pelemahan. Tiga saham dengan koreksi terbesar di antaranya:
- PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) turun 2,36% ke Rp 620
- PT Bank Jago Tbk (ARTO) melemah 2,17% ke Rp 2.250
- PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) terkoreksi 2,09% ke Rp 1.405
Laba Bersih Bukalapak (BUKA) Melonjak Jadi Rp 2,4 Triliun di Kuartal III 2025
Di sisi lain, beberapa saham LQ45 justru berhasil mencetak kenaikan signifikan. Daftar penguat terbesar (Top Gainers LQ45) pagi ini meliputi:
- PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) melesat 3,69% ke Rp 2.250
- PT Map Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA) menguat 3,50% ke Rp 740
- PT XL Axiata Tbk (EXCL) naik 3,29% ke Rp 2.510
Cek Harga Emas Antam Hari Ini (29/10), Turun Rp 15.000 Jadi Rp 2.267.000 Per Gram
MBMA Chart by TradingView
Bursa Asia Menguat, Didorong Optimisme AI
Berbeda dengan pergerakan IHSG, bursa saham Asia justru menunjukkan performa positif pada Rabu, 29 Oktober. Penguatan ini terutama disokong oleh lonjakan di Wall Street yang diliputi euforia terhadap perkembangan pesat teknologi kecerdasan buatan (AI). Sentimen optimisme ini juga mengarahkan perhatian investor pada antisipasi keputusan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) serta rilis laporan keuangan dari sejumlah raksasa teknologi global.
Berbagai sentimen positif membanjiri pasar, salah satunya datang dari raksasa chip Nvidia yang dilaporkan mencatat pemesanan chip AI fantastis senilai US$ 500 miliar. Tak hanya itu, Nvidia juga mengumumkan rencana pembangunan tujuh superkomputer canggih untuk Departemen Energi Amerika Serikat, semakin menegaskan dominasinya di sektor AI.
Di sisi lain, Microsoft juga membuat gebrakan dengan mencapai kesepakatan untuk mengubah OpenAI menjadi public benefit corporation, di mana Microsoft akan memiliki 27% saham. Berita-berita positif ini secara signifikan mendorong indeks MSCI Asia-Pacific di luar Jepang naik 0,16%, sementara Nikkei Jepang melonjak lebih dari 1% dan mencapai rekor tertinggi baru. Tak ketinggalan, Indeks Kospi Korea Selatan juga berhasil menembus level tertinggi sepanjang masa, didukung oleh kinerja cemerlang SK Hynix, pemasok utama chip Nvidia.
Charu Chanana, Chief Investment Strategist Saxo, yang dikutip dari Reuters, menyoroti bahwa ekspektasi terhadap kinerja sektor teknologi saat ini sangat tinggi. “Investor ingin melihat bukti monetisasi AI yang berkelanjutan,” tambahnya, menggarisbawahi pentingnya profitabilitas jangka panjang dari inovasi kecerdasan buatan.
Indeks Nikkei Sentuh Rekor Rabu (29/10) Pagi, Pasar Asia Tunggu Keputusan The Fed
The Fed dan Arah Kebijakan Global
Fokus pasar kini beralih pada pertemuan The Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan akan memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin pada hari ini. Tidak hanya itu, investor juga sangat menantikan sinyal dari bank sentral AS mengenai kemungkinan pengakhiran kebijakan quantitative tightening (QT) yang telah diterapkan.
IHSG Tertekan 3 Hari Beruntun, Cek Saham Net Sell dan Net Buy Terbesar Asing Kemarin
Chanana menambahkan, “Jika The Fed menandai akhir QT, itu akan dibaca sebagai sinyal dovish,” mengindikasikan bahwa langkah tersebut dapat diinterpretasikan sebagai pertanda kebijakan moneter yang lebih longgar.
Di pasar obligasi, imbal hasil obligasi AS tenor dua tahun terpantau stabil di 3,49%, sedangkan tenor 10 tahun berada di 3,98%. Sementara itu, pergerakan nilai tukar dolar AS menunjukkan pelemahan terhadap sebagian besar mata uang utama. Euro berhasil menguat ke US$ 1,1652 dan pound sterling juga terapresiasi ke US$ 1,3272, mencerminkan sentimen pasar yang bergeser.