IKK Turun ke Level Terendah, Begini Pengaruhnya ke Pasar Saham

Ifonti.com JAKARTA. Angin optimisme masyarakat terhadap geliat perekonomian nasional kembali meredup. Fenomena ini tercermin jelas dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang kini berada pada level terendah dalam tiga tahun terakhir, menjadi sinyal peringatan dini bagi stabilitas ekonomi ke depan.

Berdasarkan hasil Survei Bank Indonesia (BI), pada Agustus 2025, IKK tercatat anjlok ke posisi 117,2. Angka ini setara dengan level IKK yang tercatat pada September 2022, menunjukkan adanya pola penurunan yang serupa setelah rentang waktu tertentu.

Menanggapi kondisi ini, Ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan, menyoroti penurunan IKK sebagai sinyal kewaspadaan yang patut diperhatikan. Menurutnya, kondisi tersebut berpotensi menekan kinerja emiten-emiten yang sangat bergantung pada daya beli masyarakat, khususnya di sektor ritel, otomotif, dan properti.

“Perusahaan perlu fokus menjaga cash flow, meningkatkan efisiensi operasional, dan merancang strategi promosi yang adaptif agar demand atau permintaan tetap terjaga di tengah tekanan ini,” ungkap Felix kepada Kontan, Kamis (11/9/2025).

IKK Sentuh Level Terendah, Begini Pengaruhnya ke Pasar Saham

Dihubungi secara terpisah, Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, mengemukakan bahwa data IKK berfungsi sebagai indikator awal atau early warning terhadap potensi penurunan konsumsi. Sektor yang paling rentan terdampak secara langsung adalah sektor konsumsi, baik primer maupun non-primer, meliputi ritel, elektronik, pariwisata, hingga gaya hidup.

Selain itu, sektor properti dan otomotif juga sangat sensitif terhadap fluktuasi IKK. Hal ini karena keputusan pembelian produk di kedua sektor tersebut erat kaitannya dengan persepsi dan tingkat kepercayaan konsumen terhadap prospek ekonomi jangka menengah. Meskipun demikian, Ekky menambahkan bahwa kondisi ini tidak perlu disikapi secara berlebihan.

“Data IKK adalah refleksi dari kondisi masa lalu, sementara realitas ekonomi memiliki sifat yang sangat dinamis. Situasi dapat berubah dengan cepat, terlebih dalam iklim kebijakan saat ini yang menunjukkan responsivitas tinggi. Pemerintah juga tampak mulai aktif menggalakkan upaya pemulihan dan dorongan pertumbuhan ekonomi,” jelas Ekky kepada Kontan, Kamis (11/9/2025).

Ini yang harus dilakukan Investor

Dari perspektif investor, Felix Darmawan menyarankan agar portofolio diperkuat pada sektor-sektor defensif seperti perbankan besar, consumer staples, dan telekomunikasi. Di samping itu, investor juga perlu bersikap selektif dalam mengakumulasi saham di sektor siklikal.

Laksono Widodo, Direktur Utama PT BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS), menerangkan bahwa di tengah menurunnya optimisme konsumen, investor dituntut untuk mengedepankan strategi yang lebih selektif dan disiplin. Ia menguraikan beberapa pendekatan relevan yang bisa diterapkan.

Pertama, selektivitas sektoral. Investor disarankan untuk lebih berhati-hati terhadap sektor-sektor yang rentan terhadap perubahan sentimen konsumen, seperti konsumsi diskresioner, properti, dan otomotif. “Sebaliknya, sektor dengan karakteristik defensif seperti consumer staples, utilitas, telekomunikasi, serta beberapa komoditas tertentu cenderung lebih tangguh (resilient) karena permintaan terhadap produk dan jasanya relatif stabil meskipun daya beli melemah,” papar Laksono kepada Kontan, Kamis (11/9/2025).

Kedua, fokus pada fundamental yang solid. Prioritas sebaiknya diberikan pada emiten yang memiliki margin keuntungan sehat, neraca keuangan yang kuat, dan kemampuan untuk menjaga arus kas tetap positif. Emiten dengan struktur permodalan yang kokoh umumnya lebih mampu bertahan menghadapi gejolak makroekonomi maupun potensi penurunan permintaan dalam jangka pendek.

Ketiga, diversifikasi portofolio. Menghindari konsentrasi berlebihan pada saham-saham siklikal menjadi langkah krusial. Portofolio yang seimbang, dengan alokasi porsi saham defensif dan instrumen pendapatan tetap, dapat membantu mereduksi risiko sekaligus menjaga stabilitas imbal hasil investasi.

Mengapa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Turun Agustus 2025? Fokus pada Menengah Bawah

Keempat, memanfaatkan sentimen sebagai peluang. Penurunan IKK, meskipun dapat menciptakan tekanan harga jangka pendek pada saham-saham unggulan, justru bisa menjadi celah bagi investor dengan horizon jangka menengah hingga panjang. Kondisi ini berpotensi menjadi momentum ideal untuk melakukan akumulasi di valuasi yang lebih menarik, terutama pada emiten yang memiliki prospek bisnis berkelanjutan.

Senada dengan hal tersebut, Ekky Topan berpendapat bahwa situasi saat ini dapat dijadikan momentum untuk menemukan peluang di tengah tekanan pasar. Menurutnya, banyak saham, terutama di sektor konsumsi dan properti, kini memiliki valuasi yang mulai kembali ke level menarik. Dengan pendekatan yang selektif dan pertimbangan faktor fundamental yang kuat, investor masih dapat menemukan banyak ruang pertumbuhan di tengah dinamika pasar saat ini.

Ekky mencontohkan, saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) saat ini dinilai memiliki valuasi yang menarik untuk akumulasi, dengan target jangka menengah yang bisa mencapai Rp 11.500-Rp 20.000 jika terjadi pembalikan arah tren. Saham lain seperti PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) juga menarik, dengan target terdekat di Rp 2.000 dan target jangka panjang di kisaran Rp 2.400-Rp 2.500.

Untuk sektor properti, saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) berada di posisi menarik untuk akumulasi. CTRA berpotensi mencapai Rp 1.300-Rp 1.400 untuk investasi jangka panjang, sementara SMRA bisa bergerak ke kisaran Rp 550 dalam jangka menengah.