Laju pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara semakin tancap gas, membawa angin segar bagi para emiten yang turut ambil bagian dalam megaproyek strategis ini. Kelanjutan proyek IKN ini diperkirakan akan memberikan dampak positif signifikan terhadap kinerja perusahaan-perusahaan yang terlibat.
Kesiapan IKN Nusantara sebagai pusat pemerintahan dan ibu kota politik Indonesia pada tahun 2028 kini semakin dipertegas dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025. Fungsi vital ini akan terwujud sepenuhnya setelah seluruh kompleks pembangunan tiga lembaga negara—eksekutif, legislatif, dan yudikatif—rampung dan siap mendukung operasionalnya.
Komitmen finansial pemerintah juga terlihat jelas; alokasi anggaran dari APBN 2026 untuk proyek IKN telah ditetapkan sebesar Rp 6,26 triliun. Secara keseluruhan, total anggaran IKN Tahap II diproyeksikan mencapai Rp 48,8 triliun hingga tahun 2028, menunjukkan skala investasi yang masif.
Melangkah lebih jauh, dua emiten BUMN Karya terkemuka, ADHI dan WIKA, turut memaparkan progres signifikan dalam pembangunan IKN Nusantara.
Rozi Sparta, Corporate Secretary PT Adhi Karya Tbk (ADHI), mengungkapkan bahwa hingga Agustus 2025, perusahaan telah menggarap 7 proyek infrastruktur dan 4 proyek gedung di IKN. Deretan proyeknya mencakup Duplikasi Jembatan Pulau Balang II, Peningkatan Jalan Paket A di KIPP 1B, serta pembangunan Masjid IKN. Rozi menegaskan komitmen ADHI untuk mendukung percepatan pembangunan IKN. Sejak 2022, ADHI telah mengerjakan total 25 proyek IKN senilai Rp 11 triliun yang terdiri dari 12 proyek gedung dan 13 proyek infrastruktur. Proyek yang sedang berjalan saat ini mencapai nilai Rp 6,90 triliun.
Senada, Ngatemin, Corporate Secretary PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), menyampaikan bahwa perseroan tengah aktif mengerjakan 6 Proyek Strategis Nasional (PSN) di IKN. Proyek-proyek tersebut meliputi Tol Sepinggan Paket 1B, Tol IKN Segmen 3B-2 Kariangau–Tempadung, Peningkatan Jalan Paket G Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP), Jaringan IPAL 1 dan 3 KIPP, Jaringan Interkoneksi IPA Sepaku, Kantor Kementerian PU Wing 1, serta Pembangunan Gereja Basilika Katedral. Ngatemin memastikan bahwa progres pelaksanaan proyek-proyek ini sejalan dengan amanat Perpres Nomor 79 Tahun 2025, yang berfokus pada percepatan target pembangunan IKN. Nilai kontrak berjalan proyek WIKA di IKN saat ini mencapai Rp 4,5 triliun, dari total nilai proyek sebesar Rp 10,6 triliun yang telah diperoleh sejak awal pembangunan IKN.
Tak hanya BUMN Karya, sektor properti swasta juga turut meramaikan geliat investasi IKN, meskipun dengan skala proyek yang berbeda.
PT Ciputra Development Tbk (CTRA), misalnya, terlibat dalam pembangunan rumah susun (rusun) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di IKN, terdiri dari 10 menara rusun dan 22 rumah tapak untuk Eselon 1, melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Ciputra telah menyelesaikan review feasibility studies (FS) untuk proyek ini pada Juni 2025. Selain itu, CTRA juga merencanakan pengembangan kawasan terintegrasi yang lebih luas, meskipun tahap pembahasannya masih berlangsung dan belum mencapai fase konstruksi fisik.
Kemudian, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI), pada tahun 2023, melakukan investasi minoritas melalui perusahaan asosiasinya, PT Kusuma Putra Alam (KPA), yang telah membangun tahap pertama Hotel Nusantara dengan kapasitas 100 kamar.
Sementara itu, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) telah melaksanakan groundbreaking pembangunan Sekolah Islam Al Azhar Summarecon Nusantara di IKN pada Juni 2024, menandai dimulainya fasilitas pendidikan di calon ibu kota.
Menurut Liza Camelia Suryanata, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, emiten seperti PT PP Tbk (PTPP), WIKA, dan ADHI memegang porsi proyek inti IKN yang krusial, meliputi jalan, gedung, dan infrastruktur KIPP, sehingga nilai proyek mereka cenderung stabil. Sementara itu, CTRA fokus pada rusun ASN, sedangkan PANI dengan proyek hotel dan SMRA dengan proyek sekolah berperan sebagai pendukung ekosistem di IKN.
Andhika Cipta Labora, Analis Kanaka Hita Solvera, turut mengamini prospek positif ini. Dengan ditetapkannya IKN sebagai ibu kota politik pada tahun 2028, ia melihat dampak yang sangat baik bagi emiten-emiten terkait. Proyek konstruksi akan secara langsung melibatkan BUMN Karya, sementara perpindahan ASN ke IKN akan mendorong permintaan signifikan untuk proyek hotel dan sekolah, menciptakan peluang bisnis yang menjanjikan.
Prospek dan Rekomendasi
Menyoroti ke depan, Liza Camelia Suryanata menegaskan bahwa Perpres 79/2025 yang mengukuhkan IKN sebagai ibu kota politik pada 2028 dan menjamin kelanjutan proyek, akan menjadi sentimen positif yang kuat bagi para emiten IKN. Namun, ia juga mengingatkan akan adanya risiko yang perlu dicermati, seperti sumber pendanaan (APBN atau KPBU), termin pembayaran, serta tantangan eksekusi proyek-proyek sosial yang cenderung membutuhkan waktu balik modal lebih panjang. Bagi emiten konstruksi, perbaikan margin dan arus kas juga menjadi agenda penting.
Kinerja CTRA dinilai relatif kuat, didukung oleh pendapatan prapenjualan township. Sementara itu, valuasi PANI dan SMRA cenderung lebih spekulatif, sangat bergantung pada tingkat okupansi hotel dan sekolah yang akan dibangun di IKN.
Liza melihat PTPP dan WIKA memiliki bias positif terbesar dari pembangunan IKN, mengingat porsi proyek mereka yang signifikan. Namun, perlu dicatat bahwa saham WIKA masih dalam status suspensi sejak Februari 2025. Investor yang tertarik dapat mempertimbangkan anak usahanya, PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON), yang menunjukkan tren pergerakan saham lebih baik. Adapun ADHI berada pada posisi yang lebih netral, sementara CTRA prospektif dengan dukungan pipeline rusun ASN. Pergerakan saham PANI tetap spekulatif, dan SMRA cenderung netral karena dampak proyek sekolah terhadap laba akan terlihat secara bertahap.
Menambah perspektif, Andhika Cipta Labora memprediksi bahwa kinerja para emiten ini akan menunjukkan perbaikan signifikan pada Semester II 2025, seiring dengan proyeksi penurunan suku bunga. Penurunan suku bunga ini akan mengurangi beban keuangan emiten, khususnya bagi BUMN Karya yang proyek-proyeknya akan semakin meningkat berkat kelanjutan IKN. Demikian pula, kinerja PANI, CTRA, dan SMRA akan terangkat karena penurunan suku bunga KPR dan KPA akan mendorong peningkatan marketing sales perseroan.
Mengenai valuasi saham, ADHI dan PTPP saat ini memiliki Price to Earning Ratio (PER) di atas 15x, yang mengindikasikan valuasi tergolong mahal. Berdasarkan data RTI, PER ADHI tercatat 145,98x dan PTPP 18,34x. Sebaliknya, CTRA dan SMRA dinilai memiliki valuasi yang lebih menarik dengan PER di bawah 15x, masing-masing sebesar 6,75x dan 6,69x.
Atas dasar analisis tersebut, Andhika Cipta Labora merekomendasikan buy on weakness untuk saham SMRA dan CTRA, dengan target harga masing-masing di rentang Rp 450 – Rp 1.020 per saham. Sementara itu, rekomendasi buy diberikan untuk PANI dengan target harga Rp 15.000 per saham. Untuk ADHI, Andhika menyarankan buy on breakout di level Rp 286 per saham, dengan target harga Rp 304 per saham.
Ringkasan
Pembangunan IKN terus berjalan dengan dukungan anggaran dari APBN dan partisipasi aktif dari berbagai emiten, termasuk BUMN Karya seperti ADHI dan WIKA yang mengerjakan proyek infrastruktur dan gedung. Sektor properti swasta seperti CTRA, PANI, dan SMRA juga turut berinvestasi di IKN dengan fokus pada rusun ASN, hotel, dan fasilitas pendidikan.
Perpres 79/2025 yang menegaskan IKN sebagai ibu kota politik pada 2028 menjadi sentimen positif bagi emiten terkait. Beberapa analis merekomendasikan saham SMRA dan CTRA dengan valuasi menarik, serta PANI dan ADHI dengan strategi buy on weakness dan buy on breakout. Kinerja emiten diperkirakan akan membaik pada Semester II 2025 seiring penurunan suku bunga.