Indonesia-Inggris Bersatu Atasi Perubahan Iklim: MoU di Belem!


Pemerintah Indonesia dan Inggris telah mengambil langkah signifikan dalam upaya global mengatasi perubahan iklim melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang krusial. Kesepakatan ini secara tegas menggarisbawahi komitmen kuat kedua negara untuk mempercepat transisi menuju ekonomi yang lebih rendah karbon, berkeadilan, dan tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Penandatanganan kerja sama penting ini berlangsung di Belem, Brasil, pada tanggal 7 November 2025. Momen bersejarah tersebut disaksikan oleh Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq, dan Secretary of State for Energy Security and Net Zero Inggris, Ed Miliband, menandai babak baru dalam kolaborasi lingkungan hidup internasional.

Menteri Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa kemitraan antara Indonesia dan Inggris ini melampaui sekadar kerja sama antarnegara. “Ini adalah pernyataan bersama yang kuat untuk masa depan bumi kita,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa Indonesia siap berperan sebagai mitra strategis global dalam memimpin solusi nyata menghadapi krisis iklim yang mendesak.

Lebih lanjut, Menteri Hanif menyoroti bagaimana MoU ini akan memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat kolaborasi utama dalam aksi iklim global. Ia menekankan pentingnya sinergi antara solusi berbasis alam dan teknologi, yang menurutnya harus berjalan beriringan untuk mencapai penurunan emisi secara signifikan dan berkelanjutan.

Kemitraan ini jauh dari bersifat simbolis; implementasinya akan segera diwujudkan melalui serangkaian inisiatif konkret. Ini mencakup pertukaran pengetahuan yang mendalam, pelaksanaan proyek-proyek bersama, serta pelatihan teknis yang menargetkan lintas lembaga dan daerah, memastikan dampak yang nyata dan terukur di lapangan.

Senada dengan itu, Ed Miliband mengungkapkan pandangannya mengenai potensi kolaborasi ini. “Dengan menggabungkan kekuatan bersama Indonesia, kami menunjukkan bahwa aksi iklim yang tegas dapat benar-benar membangun masa depan yang lebih baik bagi anak cucu kita,” kata Miliband. Ia menambahkan bahwa kerja sama ini akan mengintegrasikan kebijakan iklim, membuka peluang inovasi dan kesejahteraan, serta membantu mencapai tujuan iklim bersama sambil menciptakan lapangan kerja layak dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Secara spesifik, kerja sama Indonesia–Inggris akan berfokus pada penguatan strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, implementasi tata kelola karbon yang transparan, dan integrasi pembangunan rendah karbon di berbagai level pemerintahan. Untuk menjamin efektivitas dan keberlanjutan program, kedua negara sepakat membentuk Joint Steering Committee (JSC) yang bertanggung jawab atas koordinasi, pemantauan, dan evaluasi.

Melalui JSC, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengelola Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) akan memainkan peran sentral dalam mendorong sinergi antara kementerian, lembaga riset, dan pemerintah daerah. Selain itu, JSC akan berupaya memperluas kerja sama dalam teknologi rendah emisi dan menarik investasi hijau, selaras dengan semangat Perjanjian Paris dan Agenda 2030 Sustainable Development Goals.

Inggris Tertarik Kerja Sama di Sektor Energi, Karbon, dan FOLU

Inggris secara khusus menyatakan minat besar pada kerja sama mitigasi di sektor energi, sektor Forestry and Other Land Use (FOLU), serta pengembangan tata kelola karbon yang mendukung rantai pasok global berkelanjutan. Di sisi lain, Indonesia menegaskan fokusnya pada pengembangan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Iklim, penguatan pasar karbon berintegritas tinggi, pengembangan biodiversity credits, serta fasilitasi pertemuan seller–buyer karbon untuk memperluas akses perdagangan karbon internasional yang kredibel.

“Kami sangat optimistis bahwa kerja sama ini akan secara signifikan mempercepat pencapaian target emisi nasional, memperkuat integritas pasar karbon, dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi hijau yang berkelanjutan,” ujar Menteri Hanif. Ia menegaskan bahwa inisiatif ini bukan hanya sebatas diplomasi, melainkan merupakan langkah konkret menuju masa depan yang rendah emisi dan berkeadilan bagi semua.

Penandatanganan MoU yang strategis ini bertepatan dengan pelaksanaan COP30 di Belem, Brasil, sebuah forum penting di mana Indonesia kembali menegaskan peran kepemimpinannya dalam aksi iklim global. Dalam forum tersebut, Menteri Hanif mengumumkan target ambisius Indonesia untuk mencapai transaksi karbon hingga 90 juta ton CO₂ ekuivalen dari sektor kehutanan, kelautan, energi, dan industri, dengan potensi nilai ekonomi yang fantastis mencapai Rp 15 triliun.

“Angka ini sangat vital untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hijau dan mendukung upaya mitigasi nasional yang berkeadilan,” tegas Menteri Hanif. Ia menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa diplomasi lingkungan tidak lagi berhenti di meja negosiasi, melainkan telah memasuki fase implementasi nyata untuk membawa perubahan positif yang berkelanjutan.

Ringkasan

Indonesia dan Inggris telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) di Belem, Brasil, yang menegaskan komitmen bersama untuk mengatasi perubahan iklim dan mempercepat transisi menuju ekonomi rendah karbon. Kerja sama ini akan difokuskan pada penguatan strategi mitigasi dan adaptasi, implementasi tata kelola karbon yang transparan, dan integrasi pembangunan rendah karbon di berbagai tingkatan pemerintahan.

MoU ini akan diimplementasikan melalui pertukaran pengetahuan, proyek bersama, dan pelatihan teknis. Inggris tertarik pada kerja sama di sektor energi, FOLU, dan pengembangan tata kelola karbon. Indonesia fokus pada RUU Perubahan Iklim, penguatan pasar karbon, pengembangan biodiversity credits, dan fasilitasi pertemuan seller-buyer karbon. Kedua negara akan membentuk Joint Steering Committee (JSC) untuk koordinasi dan evaluasi program.