Investasi Aman Akhir Tahun: Strategi Jitu Hadapi Pasar Volatil

Menjelang kuartal IV-2025, lanskap pasar modal kembali diwarnai gejolak signifikan. Dinamika global yang tak terduga serta arah kebijakan moneter yang masih diselimuti ketidakpastian memicu volatilitas tinggi, menantang para pelaku pasar. Namun, di tengah ketidakpastian ini, para analis sepakat bahwa peluang untuk meraih imbal hasil optimal tetap terbuka lebar, asalkan investor memegang teguh strategi investasi yang disiplin dan selaras dengan profil risiko masing-masing.

“Kunci utama menghadapi gejolak pasar adalah tetap fokus pada strategi jangka panjang dan tidak mudah panik,” ujar Wahyu Laksono, Founder Traderindo.com. Ia menekankan pentingnya menetapkan tujuan keuangan yang jelas dan memahami profil risiko pribadi sejak awal. Langkah ini krusial agar investor tetap tenang saat pasar bergejolak. Wahyu menganjurkan agar portofolio investasi disesuaikan dengan toleransi risiko yang dimiliki, apakah seorang investor tergolong konservatif, moderat, atau agresif.

Strategi Investasi

Mengenai implementasi strategi investasi, Wahyu menyoroti esensi diversifikasi portofolio. Ia menyarankan penyebaran investasi ke beragam instrumen seperti saham, obligasi, properti, dan emas. Tak kalah penting, praktik rebalancing secara berkala dianggap vital untuk menjaga komposisi aset tetap seimbang, secara otomatis membantu investor untuk “menjual tinggi” dan “membeli rendah”. Untuk memitigasi risiko, Wahyu menyarankan fokus pada saham berfundamental kuat (blue chip) dan obligasi pemerintah. Adapun emas dapat berfungsi sebagai lindung nilai di tengah ketidakpastian global.

Pendekatan lain datang dari Perencana Keuangan Advisors Alliance Group, Andy Nugroho, yang menyarankan investor untuk mengubah pendekatannya dari trading jangka pendek menjadi investasi berbasis dividen. Senada, Analis BRI Danareksa Sekuritas, Chory Agung Ramdhani, menggarisbawahi pentingnya memperkuat disiplin investasi jangka panjang melalui metode dollar-cost averaging (DCA) atau investasi secara berkala tanpa memedulikan fluktuasi harga.

Chory melihat bahwa fokus investasi ke depan akan tertuju pada sektor hilirisasi komoditas serta energi baru terbarukan (EBT). Meski demikian, sektor perbankan besar diperkirakan akan tetap menjadi jangkar stabilitas pasar. Dari sisi instrumen, obligasi negara dinilai menawarkan pendapatan tetap yang stabil di tengah ketidakpastian suku bunga global. Andy Nugroho menambahkan bahwa potensi investasi juga dapat dijaring di sektor teknologi dan pembangunan infrastruktur. Melengkapi, Wahyu Laksono menyebut sektor digital, teknologi hijau, obligasi pemerintah, dan emas sebagai pilihan instrumen yang tangguh menghadapi ketidakpastian global.

Strategi investasi di kuartal IV 2025, menurut Chory, membutuhkan perpaduan optimisme dan kehati-hatian. Ia menekankan pentingnya “memperbesar porsi cash atau dana likuid sebagai amunisi untuk memanfaatkan koreksi pasar”. Momentum window dressing, lanjutnya, dapat dimanfaatkan secara selektif, terutama pada saham big caps berfundamental kuat serta saham dividen yang prospektif di awal tahun berikutnya.

Chory juga menyarankan agar alokasi investasi disesuaikan secara cermat dengan profil risiko masing-masing investor. Bagi investor konservatif yang mengutamakan stabilitas, disarankan untuk mengalokasikan mayoritas dana ke obligasi sekitar 40%-60% dan kas atau reksa dana pasar uang (RDPU) 20%-40%, dengan porsi saham yang lebih kecil, sekitar 10%-30%.

Untuk investor moderat, prinsip keseimbangan menjadi panduan utama. Idealnya, alokasi dapat meliputi 40%-60% di saham, sisanya dibagi merata untuk obligasi sekitar 30%-40%, dan kas atau RDPU sekitar 10%-20%.

Sementara itu, investor agresif tetap berfokus pada pertumbuhan, dengan menempatkan mayoritas investasi di saham atau reksa dana saham sekitar 60%-80%, serta mempertahankan porsi kas minimal 10%-20%.

Ringkasan

Menghadapi pasar modal yang volatil di kuartal IV-2025, investor disarankan untuk berpegang pada strategi investasi jangka panjang yang disiplin dan sesuai profil risiko. Diversifikasi portofolio ke berbagai instrumen seperti saham, obligasi, properti, dan emas, serta melakukan rebalancing secara berkala menjadi kunci utama. Para ahli juga menekankan pentingnya fokus pada saham berfundamental kuat (blue chip) dan obligasi pemerintah untuk memitigasi risiko.

Strategi investasi berbasis dividen dan dollar-cost averaging (DCA) direkomendasikan untuk memperkuat disiplin investasi jangka panjang. Sektor hilirisasi komoditas, energi baru terbarukan (EBT), dan perbankan besar diprediksi menjadi fokus investasi, sementara obligasi negara dinilai stabil. Investor juga disarankan untuk menyesuaikan alokasi aset dengan profil risiko masing-masing, dengan memperbesar porsi cash untuk memanfaatkan koreksi pasar.