Investasi EBT Tembus US$ 1,3 Miliar, REC Dorong Daya Tarik Energi Hijau

Ifonti.com – JAKARTA. Sektor energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan, dengan realisasi investasi EBT pada semester I tahun 2025 mencapai sekitar US$ 1,3 miliar atau setara Rp 21,64 triliun. Data ini dicatat oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menegaskan komitmen Indonesia terhadap pengembangan energi bersih.

Target ambisius Kementerian ESDM untuk investasi EBT di sepanjang tahun 2025 adalah US$ 1,5 miliar. Angka ini menunjukkan peningkatan moderat dari realisasi tahun sebelumnya, di mana investasi EBT pada tahun 2024 tercatat sebesar US$ 1,49 miliar atau sekitar Rp 24,04 triliun. Meskipun ada sedikit penurunan dalam nilai rupiah di semester awal, tren peningkatan target mengindikasikan optimisme terhadap sektor ini.

Untuk memberikan gambaran lebih luas, data dari Climate Policy Initiative (CPI) dalam laporan Pembiayaan Sektor Ketenagalistrikan Indonesia 2019–2023 mengungkapkan total investasi sektor ketenagalistrikan selama lima tahun terakhir mencapai US$ 38,02 miliar. Angka tersebut menandakan rata-rata investasi sebesar US$ 7,6 miliar per tahun, dengan kontribusi rata-rata investasi tahunan khusus untuk EBT mencapai US$ 1,79 miliar.

Guna mendorong laju investasi EBT, keberadaan Sertifikat Energi Terbarukan atau Renewable Energy Certificate (REC) menjadi sorotan. Direktur Utama Indonesia Commodity & Derivative Exchange (ICDX) atau Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI), Fajar Wibhiyadi, menekankan bahwa REC dapat memberikan efek pengganda (multiplier effect) yang signifikan bagi pembangkit listrik berbasis EBT. Ini terwujud dalam bentuk pendapatan tambahan di luar penjualan listrik konvensional.

“Adanya pendapatan tambahan ini tentunya bisa mempercepat pengembalian modal investasi (payback period),” ungkap Fajar dalam keterangannya, Kamis (6/11/2025). Pernyataan ini menegaskan peran strategis REC dalam meningkatkan daya tarik finansial proyek-proyek EBT, mengurangi risiko, dan mempercepat realisasi keuntungan bagi para investor.

Lebih lanjut, Fajar menjelaskan bahwa REC berfungsi sebagai insentif khusus bagi pihak-pihak yang giat mengembangkan pembangkit listrik berbasis EBT, sebuah keuntungan yang tidak dapat dinikmati oleh pengembang pembangkit listrik non-EBT. Oleh karena itu, perdagangan REC diharapkan menjadi “pemanis” yang efektif, memikat para pelaku usaha untuk lebih aktif berinvestasi dalam pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT di Indonesia.

Potensi Indonesia dalam pengembangan EBT memang luar biasa. “Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT seperti pembangkit listrik tenaga air, tenaga surya (matahari), tenaga panas bumi (geothermal), tenaga bayu (angin), serta tenaga sampah,” terang Fajar, menggarisbawahi kekayaan sumber daya energi terbarukan yang melimpah di tanah air.

Sebagai informasi, REC adalah sebuah sertifikat yang diterbitkan atas produksi tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT), yang telah memenuhi standar pengakuan baik secara nasional maupun internasional.

Dalam sistem perhitungannya, setiap 1 REC setara dengan 1 MWh energi listrik. Di Indonesia, perdagangan REC ini diimplementasikan oleh Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (ICDX atau BKDI), yang telah terintegrasi dengan infrastruktur sistem registri dari Evident I-REC dan APX TIGRs, memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap transaksi.