Investor Wajib Tahu: Dana Asing Kabur? Ini Saham Pilihan Analis!

JAKARTA. Di tengah gejolak pasar keuangan, sebuah fenomena menarik terjadi pada pekan lalu: dana asing terpantau mengalir deras ke pasar saham domestik, bahkan di saat bersamaan terjadi aksi jual signifikan pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN).

Kendati Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan Jumat (14/11) di zona merah, melemah 0,02% ke level 8.370 dan mencatatkan penurunan 0,29% sepanjang sepekan, data dari RTI justru menunjukkan optimisme investor asing. Mereka membukukan pembelian bersih sebesar Rp 600,82 miliar di pasar reguler dan mencapai Rp 4,84 triliun di seluruh pasar.

Di sisi lain, laporan Bank Indonesia (BI) memperkuat gambaran tersebut, dengan mencatat modal asing keluar sebesar Rp 6,33 triliun dari pasar SBN dan Rp 1,39 triliun dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) pada pekan kedua November 2025. Namun, anomali terjadi di pasar saham, di mana BI juga membukukan pembelian bersih oleh investor asing sebesar Rp 3,92 triliun.

Melihat rentang waktu yang lebih panjang, dinamika dana asing ini menjadi semakin kompleks. Dalam enam bulan terakhir, total aliran dana asing masuk mencapai Rp 16,18 triliun di seluruh pasar, sejalan dengan kenaikan IHSG sebesar 22,52%. Namun, secara year to date (YTD), arus modal asing masih menunjukkan keluar bersih sebesar Rp 34,68 triliun, meskipun IHSG tetap membukukan kenaikan impresif 18,23%.

Menanggapi fenomena tersebut, CEO Edvisor Profina Visindo, Praska Putrantyo, mengamati bahwa pergeseran dana asing dari SBN ke pasar saham memang menjadi pemicu utama pergerakan pekan lalu.

Praska memproyeksikan, meskipun tidak masif, aksi jual bersih atau net sell oleh investor asing di pasar saham berpotensi berlanjut hingga akhir Desember 2025. Hal ini dipicu oleh potensi profit taking setelah IHSG berkali-kali mencetak rekor all-time high (ATH), ditambah dengan mengecilnya peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed di bulan Desember 2025. Namun, ia menambahkan, “Yang bisa mengkompensasi net sell secara YTD adalah kinerja emiten-emiten yang memiliki daya tarik secara fundamental jangka panjang dan sektor bisnis yang saat ini sedang naik daun, seperti energi, properti, keuangan, dan infrastruktur.” Ia juga mengingatkan bahwa IHSG, setelah menembus level 8.400, mulai rawan terhadap profit taking. Kendati demikian, proyeksi Praska untuk IHSG hingga akhir tahun tetap berada di level 8.000, dengan kisaran 8.100–8.200.

Pandangan senada disampaikan oleh Harry Su, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia. Menurutnya, besarnya akumulasi net sell asing secara YTD membatasi peluang pembalikan menjadi net buy yang signifikan hingga akhir tahun.

Ia menambahkan, risiko net sell kembali tetap membayangi, terutama jika volatilitas global meningkat akibat faktor eksternal seperti data inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi dari ekspektasi, atau potensi profit taking setelah reli kuat di beberapa saham berkapitalisasi pasar besar. Namun, Harry Su menekankan bahwa “Secara umum, sentimen sampai akhir tahun masih konstruktif selama likuiditas global membaik dan Bank Indonesia (BI) menjaga stabilitas rupiah.”

Harry Su menjelaskan, meskipun secara historis aliran dana asing berkorelasi positif dengan pergerakan IHSG, struktur pasar saat ini telah berubah, dengan porsi investor domestik yang lebih dominan. “Itu sebabnya IHSG dapat tetap terkoreksi, meskipun asing membukukan net buy besar dalam satu sesi,” tegasnya. Oleh karena itu, net buy asing menjelang akhir tahun, meskipun memberikan penopang bagi emiten big caps, tidak menjamin IHSG akan mencapai all-time high baru tanpa partisipasi aktif dari investor domestik. Ia juga memperingatkan adanya kemungkinan koreksi, mengingat valuasi beberapa sektor yang mulai mendekati rata-rata historis serta aksi window dressing domestik yang terkadang tidak seragam. “Dampak positif dari net buy asing ini lebih ke menjaga stabilitas IHSG dan mengurangi volatilitas, bukan mendorong reli agresif,” pungkasnya. Untuk proyeksi IHSG, Harry Su menargetkan level 8.120 pada akhir tahun 2025, dengan asumsi price to earning ratio (PER) sebesar 13x.

Rekomendasi Saham Analis

Dalam mencari peluang di tengah dinamika pasar ini, Praska Putrantyo merekomendasikan beberapa sektor saham yang masih menarik bagi investor asing. Selain perbankan, sektor-sektor seperti energi, minyak dan gas (migas), batubara, infrastruktur, dan barang konsumen non-primer patut dicermati. Khusus untuk saham-saham BUMN, ia menyarankan fokus pada sektor bisnis yang prospektif dengan proyeksi kinerja keuangan yang membaik dalam jangka pendek dan menengah, seperti emiten BUMN dari sektor perbankan, energi, migas, dan infrastruktur.

Berdasarkan analisisnya, Praska merekomendasikan saham ADRO dengan target harga Rp 2.100 per saham, BMRI Rp 5.000 per saham, PGAS Rp 1.850 per saham, dan MAPI Rp 1.550 per saham.

Senada dengan Praska, Harry Su juga memaparkan sektor-sektor yang menarik bagi investor asing. Di luar perbankan, minat mulai menyebar ke sektor komunikasi, energi (terutama gas dan downstream oil), serta selective consumer yang menunjukkan perbaikan margin. Ia menambahkan bahwa investor asing kini lebih selektif, mencari emiten dengan pertumbuhan pendapatan yang terukur, tata kelola perusahaan yang kuat, dan likuiditas tinggi. Ini berarti tidak hanya emiten konglomerasi besar, tetapi juga mid-large caps berkualitas dengan fundamental kokoh menjadi incaran. “Untuk emiten BUMN, ketertarikannya juga tetap ada terutama pada subsektor telekomunikasi dan perbankan,” pungkas Harry.

Adapun rekomendasi saham dari Harry Su meliputi TLKM dengan target harga Rp 3.900 per saham, ICBP Rp 12.800 per saham, serta BBCA Rp 9.600 per saham.

Ringkasan

Artikel ini membahas dinamika aliran dana asing di pasar saham Indonesia, di mana terjadi anomali berupa pembelian bersih di pasar saham di tengah keluarnya dana dari SBN dan SRBI. Meskipun IHSG mencatatkan penurunan mingguan, investor asing membukukan pembelian bersih yang signifikan. Secara year-to-date, arus modal asing masih menunjukkan keluar bersih, namun IHSG tetap mencatatkan kenaikan.

Para analis memprediksi potensi profit taking oleh investor asing dapat berlanjut hingga akhir Desember 2025, namun kinerja emiten dengan fundamental kuat dan sektor bisnis yang sedang naik daun dapat mengkompensasi. Rekomendasi saham dari analis meliputi ADRO, BMRI, PGAS, MAPI, TLKM, ICBP, dan BBCA dengan target harga tertentu, dengan fokus pada sektor perbankan, energi, infrastruktur, dan barang konsumen non-primer.