Judi online (judol) telah terbukti secara signifikan menghambat potensi pertumbuhan ekonomi nasional. Dana masyarakat yang seharusnya berputar di sektor ekonomi lokal justru tersedot, diperparah dengan maraknya praktik jual beli rekening yang kian menyuburkan aktivitas ilegal ini. Oleh karena itu, kolaborasi erat antarlembaga pemerintah, sektor perbankan, dan partisipasi aktif masyarakat mendesak untuk diperkuat demi menanggulangi ancaman ini.
Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Firman Hidayat, menjelaskan bahwa kajian DEN mengidentifikasi dampak negatif judi online terhadap perekonomian berasal dari hilangnya efek pengganda (multiplier effect). Dana masyarakat yang seharusnya diinvestasikan atau dibelanjakan untuk konsumsi tidak lagi berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal. Estimasi DEN menunjukkan bahwa pada tahun 2024, dampak judol berpotensi memangkas 0,3% dari pertumbuhan ekonomi. Ini berarti, jika pertumbuhan ekonomi tahun lalu mencapai 5%, seharusnya bisa mencapai 5,3% tanpa adanya judol. Angka 0,3% ini dinilai krusial untuk pencapaian target pertumbuhan yang telah ditetapkan.
Firman Hidayat juga mencontohkan studi dari Brasil, di mana pengeluaran rumah tangga untuk judi melonjak dua kali lipat menjadi 19,9% dari pendapatan. Akibatnya, alokasi untuk kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, dan obat-obatan menurun dari 63% menjadi 57%. Penurunan konsumsi esensial inilah yang memicu kontraksi pada pertumbuhan ekonomi. Fenomena serupa, yakni hilangnya multiplier effect akibat dana judi yang dilarikan ke luar negeri, juga dialami oleh negara lain seperti Hong Kong dan Afrika Selatan. Hong Kong diperkirakan kehilangan potensi pajak sebesar HK$9,4 miliar per tahun (sekitar Rp19,6 triliun), sementara Afrika Selatan mengalami kerugian sekitar R110 juta per tahun (sekitar Rp99,9 miliar).
Lebih lanjut, data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan nilai perputaran dana judi online di Indonesia mencapai angka fantastis, Rp 927 triliun, hingga Kuartal I 2025. Dari jumlah tersebut, DEN memproyeksikan 70% dana dilarikan ke luar negeri, yang secara otomatis meniadakan efek pengganda bagi perekonomian domestik. Firman menegaskan, “Yang lari ke luar negeri itu bukan cuma duitnya, multiplier effect-nya [ke negara] nol.” Riset independen Katadata Insight Center (KIC), berdasarkan data PPATK tahun 2024, juga menyoroti bahwa mayoritas pemain judol di Indonesia (71%) berasal dari kelompok masyarakat menengah ke bawah, dengan penghasilan di bawah Rp5 juta. Sementara itu, kelompok pemain terbesar kedua (15%) adalah mereka yang berpenghasilan antara Rp5 juta hingga Rp10 juta.
Jual Beli Rekening: Akar Penyubur Judi Online
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengungkapkan bahwa salah satu kontributor utama maraknya transaksi judi online adalah penyalahgunaan rekening dorman dan praktik jual beli rekening. PPATK telah memantau 1,5 juta rekening yang terindikasi digunakan untuk tindak pidana. Dari jumlah tersebut, 150 ribu rekening diidentifikasi sebagai rekening nominee, yaitu rekening yang digunakan oleh pihak selain pemilik aslinya. Rinciannya, 120 ribu rekening nominee terindikasi terlibat jual beli, 20 ribu terkait peretasan, dan 10 ribu lainnya untuk penyimpangan lain. Ivan juga menjelaskan bahwa lebih dari 50 ribu rekening nominee ini sebelumnya berstatus dorman alias tidak aktif sebelum dialiri dana ilegal.
Hery Gunardi, Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), menegaskan bahwa sektor perbankan memiliki tugas pengawasan rekening yang ketat, diatur dalam serangkaian kebijakan Anti Pencucian Uang (APU), Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPPSPM). Bank telah membentuk unit khusus untuk memantau transaksi mencurigakan, termasuk yang menggunakan rekening dorman. Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.03/2022, rekening dorman didefinisikan sebagai rekening yang tidak mengalami transaksi debit atau kredit selama enam bulan berturut-turut. Rekening semacam ini wajib dikelola bank dengan prinsip kehati-hatian, mencakup penonaktifan sementara, pembatasan transaksi, penutupan rekening, serta pemantauan khusus guna mencegah penyalahgunaan.
Studi Katadata Insight Center (KIC) yang berkolaborasi dengan Perbanas pada April 2025, juga mengonfirmasi praktik jual beli rekening sebagai faktor signifikan dalam pertumbuhan judol di masyarakat. Direktur Eksekutif KIC, Fakhridho Susilo, Ph.D., menyoroti temuan menarik ini: “Maraknya jual beli rekening demi mendapat uang secara instan. Masyarakat rela walau rekeningnya dipakai untuk menampung judol.” KIC menambahkan bahwa praktik ini kerap melibatkan sindikat penadah rekening untuk memfasilitasi transaksi judol. Masyarakat yang menjual rekeningnya tidak hanya berisiko terhadap keamanan data dan skor kredit yang buruk, tetapi juga berpotensi terjerat masalah hukum jika rekening tersebut terbukti digunakan untuk aktivitas ilegal.
Sebagai respons, PPATK telah mengambil langkah tegas dengan menerapkan kebijakan penghentian sementara transaksi rekening dorman. Kebijakan ini terbukti efektif menurunkan jumlah transaksi judi online pada periode awal implementasinya. PPATK mencatat, nilai perputaran uang judi online pada Semester I 2025 mencapai Rp 99,68 triliun, menunjukkan penurunan signifikan sebesar 72% secara year-on-year (YoY). Senada dengan itu, jumlah transaksi pada periode yang sama juga menurun 17% menjadi 174,9 juta.
Ivan Yustiavandana menekankan bahwa proses penghentian sementara rekening dorman ini tidak dilakukan secara sepihak atau serta-merta, melainkan melalui prosedur panjang. Ia juga meluruskan narasi yang keliru, menyatakan, “Jangan dinarasikan perampasan, penyitaan. Dana nasabah tetap aman. Sudah kita buka semua [rekening yang dibekukan].” Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya pengkinian data yang diwajibkan undang-undang semata-mata untuk menjaga integritas sistem keuangan Indonesia. Fransiska Oei, Ketua Bidang Hukum dan Kepatuhan Perbanas, menjelaskan bahwa berdasarkan arahan PPATK pada 2 Agustus, kini terdapat tiga jenis kebijakan pencabutan status penghentian sementara untuk rekening dorman:
- Rekening berisiko rendah: status penghentian sementaranya dicabut dengan Surat Resmi PPATK.
- Rekening berisiko sedang: status penghentian sementaranya dapat langsung dicabut oleh bank setelah menerima pengaduan, melakukan customer due diligence (CDD), atau pengkinian data, dengan bukti pelaporan berkala ke PPATK.
- Rekening berisiko tinggi: pencabutan status penghentian sementaranya memerlukan persetujuan atau surat pencabutan penghentian sementara dari PPATK terlebih dahulu.
Dampak Sosial dan Mental yang Merusak Akibat Judi Online
Dampak judi online tidak hanya terbatas pada sektor ekonomi, tetapi juga merambat ke aspek sosial dan mental masyarakat. Riset KIC, berdasarkan data PPATK tahun 2024, kembali menegaskan bahwa mayoritas pemain judol di Indonesia (71%) adalah masyarakat menengah ke bawah, berpenghasilan di bawah Rp5 juta, diikuti oleh 15% pemain berpenghasilan Rp5 juta-Rp10 juta. Temuan ini menggarisbawahi kerentanan kelompok masyarakat ini terhadap jebakan judol.
Kajian KIC lebih lanjut mencatat bahwa judi online membawa dampak sosial-ekonomi negatif yang serius bagi masyarakat kecil, meliputi peningkatan tindak pidana, gangguan kesehatan mental, hingga kehancuran rumah tangga. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan peningkatan kasus perceraian akibat judi (baik daring maupun luring) mencapai 83,8% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan total 2.889 perkara. Angka ini secara jelas menggambarkan betapa destruktifnya dampak judol terhadap keutuhan keluarga.
Dampak sosial negatif judol ini bersifat universal, terbukti melalui studi pembanding yang dilakukan DEN. Di Hong Kong pada tahun 2014, misalnya, 20% penjudi yang sudah kecanduan dilaporkan memiliki pemikiran untuk bunuh diri, dan 62% mengaku mengalami penurunan produktivitas. Studi di Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa probabilitas remaja penjudi melakukan kejahatan meningkat signifikan seiring dengan besarnya kerugian yang dialami; mencapai 15% untuk kerugian USD 500-1.000, dan melonjak hingga 27,5% untuk kerugian yang lebih besar.
Firman Hidayat menekankan bahwa untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, diperlukan sumber daya manusia unggul yang terbebas dari masalah sosial dan mental akibat judi online. Ia menegaskan, “2045 Indonesia Emas, kita harus punya manusia Indonesia yang unggul. Kalau kena kesehatan mental, bunuh diri, target 2045 ini akan sulit tercapai.” Ini menjadi peringatan serius akan pentingnya penanganan judol demi masa depan bangsa.
Peran Teknologi dan Pentingnya Kolaborasi Lintas Lembaga
Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Teguh Arifiyadi, menggarisbawahi krusialnya kolaborasi antara pemerintah, regulator, dan sektor swasta dalam memerangi kejahatan finansial. Modus judi online kini semakin canggih, tidak hanya mengandalkan situs web konvensional, tetapi juga memanfaatkan berbagai alat seperti alamat IP, mesin pencari teks, hingga pencarian gambar. Oleh karena itu, sinergi lintas sektor dan peningkatan literasi keuangan menjadi kunci untuk mengendalikan kejahatan finansial secara efektif, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga level profesional. Teguh menekankan bahwa edukasi dan kolaborasi antarinstansi terkait sangat vital untuk meminimalisir dampak negatif kejahatan finansial, dengan memberikan pemahaman sejak dini kepada anak-anak dan masyarakat mengenai bahayanya serta cara melindungi diri dari risiko kejahatan online.
Fransiska Oei dari Perbanas menjelaskan bahwa bank-bank telah mengambil berbagai langkah pengetatan dan edukasi untuk mencegah kejahatan finansial. Institusi perbankan di Indonesia terus memperkuat sistem pengamanan dari sisi teknologi dan hukum guna mengantisipasi potensi kejahatan. Salah satu langkah fundamental adalah verifikasi data nasabah yang lebih komprehensif, melalui kerja sama dengan instansi terkait seperti Dukcapil, AHU, dan Direktorat Jenderal Pajak. Namun, Fransiska juga mengingatkan bahwa para penipu (fraudster) sangat dinamis, sehingga bank harus memiliki strategi yang fleksibel dan responsif terhadap setiap perubahan modus operandi. Prinsip aksi-reaksi dianggap esensial untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi masyarakat dari kerugian yang lebih besar.
Sebagai solusi jangka panjang, Hery Gunardi dari Perbanas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mengintensifkan edukasi dan literasi keuangan, termasuk literasi keuangan digital. Ia meyakini bahwa literasi yang kuat adalah garis pertahanan pertama masyarakat dari kejahatan finansial, sekaligus fondasi kokoh bagi terwujudnya sistem keuangan yang inklusif, aman, dan tangguh. Hery juga berharap Dialog Kebijakan Katadata menjadi momentum untuk menyepakati bahwa pengaturan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pengelolaan rekening perbankan dapat mengacu pada parameter terbaik yang telah diterapkan di berbagai negara. “Kepercayaan kepada lembaga keuangan perbankan ini sangat sensitif. Jadi memang kepercayaan masyarakat itu harus kita jaga. Kalaupun ada isu harus kita luruskan sehingga membuat nasabah menjadi tenang,” tegasnya.
Senada dengan itu, Ivan Yustiavandana dari PPATK menegaskan bahwa pemberantasan judi online tidak bisa diemban sendirian oleh satu pihak. Ia sangat menekankan pentingnya kolaborasi yang lebih kuat antar semua pihak. “Saya sepakat kuncinya adalah kolaborasi. PPATK tak bisa sendiri. OJK tak bisa sendiri, siapa pun dari kami (PPATK, Perbanas, OJK, Kominfo, aparat penegak hukum) dalam konteks sendiri, pasti tak akan bisa apa-apa,” ujarnya. “Saya berharap ke depan, kolaborasi akan lebih kuat lagi.” Pernyataan ini menegaskan bahwa pendekatan holistik dan terpadu adalah kunci keberhasilan dalam memerangi kejahatan finansial seperti judi online.
Pembelajaran bagi Bank: Dinamis dan Responsif Adalah Kunci
Salah satu pembelajaran krusial bagi sektor perbankan dalam memerangi kejahatan finansial adalah kebutuhan akan upaya tanpa henti (tireless effort). Kejahatan finansial yang memanfaatkan jasa perbankan menuntut strategi yang senantiasa diperbarui dan respons cepat terhadap dinamika yang terjadi. Menghadapi fraudster yang terus beradaptasi dengan teknologi baru, bank harus mampu menjaga kecepatan dan akurasi dalam menanggapi setiap ancaman yang muncul.
Di samping itu, kolaborasi yang erat antara bank dengan berbagai instansi pemerintah dan lembaga swasta merupakan faktor penentu dalam mencegah dan menangani kejahatan finansial. Dalam konteks ini, sektor perbankan harus terus berinovasi dalam mengembangkan kebijakan yang lebih baik, memperbaiki sistem pengamanan, serta secara aktif meningkatkan literasi masyarakat guna menekan praktik kejahatan finansial seminimal mungkin. Dengan penerapan langkah-langkah strategis dan terjalinnya kolaborasi yang solid, Indonesia dapat secara efektif mengurangi dampak kejahatan finansial, menjaga stabilitas ekonomi, dan melindungi masyarakat dari berbagai praktik merugikan tersebut.
Ringkasan
Judi online (judol) menghambat pertumbuhan ekonomi dengan mengalihkan dana masyarakat dari sektor produktif, berpotensi memangkas pertumbuhan ekonomi hingga 0,3% di tahun 2024. Praktik jual beli rekening memperparah masalah ini, dengan PPATK mengidentifikasi 1,5 juta rekening terindikasi, dimana 70% dana judol mengalir ke luar negeri. Mayoritas pemain judol (71%) berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan di bawah Rp5 juta, menunjukkan kerentanan ekonomi.
Dampak judol meluas ke masalah sosial seperti perceraian yang meningkat 83,8% di tahun 2024 dan masalah kesehatan mental. Pemberantasan judol memerlukan kolaborasi erat antarlembaga pemerintah, sektor perbankan, dan masyarakat. Peningkatan literasi keuangan dan respons dinamis terhadap modus kejahatan yang terus berkembang sangat penting untuk melindungi masyarakat dan menjaga stabilitas sistem keuangan.