Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan apresiasi mendalam atas langkah penegakan hukum terhadap mantan Direktur Utama PT Investree Radhika Jaya, Adrian Gunadi. AFPI sangat berharap penangkapan Adrian Gunadi ini akan secara signifikan memperkuat kembali kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas dan integritas industri pinjaman daring atau yang populer disebut pinjol.
AFPI secara khusus memberikan pujian kepada institusi-institusi kunci yang terlibat, termasuk Polri, Kejaksaan Agung, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, serta Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kolaborasi antarlembaga ini dianggap krusial dalam menjaga integritas ekosistem fintech pendanaan bersama. Penegakan hukum yang teguh dan transparan adalah pilar utama untuk membangun fondasi kepercayaan yang kokoh di mata publik.
“Penegakan hukum yang konsisten adalah kunci utama yang akan semakin memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap industri fintech pendanaan bersama. Kami, dari AFPI, menyatakan kesiapan penuh untuk bekerja sama apabila dibutuhkan dalam setiap tahapan proses hukum,” tegas Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, dalam keterangan tertulis yang diterima pada Sabtu, 27 September.
Lebih lanjut, AFPI berkomitmen untuk terus mendorong seluruh anggotanya agar senantiasa menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, mengutamakan perlindungan konsumen, serta patuh sepenuhnya terhadap setiap regulasi yang berlaku. Langkah ini diharapkan dapat menjadi benteng pertahanan bagi industri dari praktik-praktik ilegal dan merugikan.
Penangkapan Adrian Gunadi menjadi sorotan utama setelah OJK berhasil membawanya kembali ke tanah air dari luar negeri, menyusul proses panjang dan rumit. Adrian tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, pada Jumat, 26 September, dan langsung dititipkan di Rutan Bareskrim Polri untuk menjalani proses hukum lanjutan. Adrian Gunadi sendiri diduga telah merugikan miliaran rupiah, mencapai angka fantastis sekitar Rp 2,7 triliun, dan kini terancam hukuman penjara hingga 10 tahun atas perbuatannya.
Deputi Komisioner Bidang Hukum dan Penyidikan OJK, Yuliana, menjelaskan bahwa penetapan Adrian sebagai tersangka dilakukan setelah ia terbukti menggunakan dua perusahaan, yakni PT Radika Persada Utama (RPU) dan PT Putra Radika Investama (PRI), sebagai ‘special purpose vehicle’ untuk menghimpun dana ilegal. Dana tersebut, yang dikumpulkan atas nama PT Investree Radhika Jaya, diduga kuat digunakan untuk kepentingan pribadi Adrian Gunadi, bukan untuk operasional perusahaan secara sah.
“Adrian Gunadi diduga melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat tanpa mengantongi izin resmi dari OJK. Dalam upaya penegakan hukum ini, OJK telah berkoordinasi secara erat dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk menjerat tersangka sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” papar Yuliana dalam konferensi pers yang digelar di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, pada Jumat, 26 September. Kasus ini menjadi pengingat penting akan urgensi kepatuhan dan pengawasan ketat dalam industri keuangan digital.
Ringkasan
AFPI menyambut baik penangkapan mantan Direktur Utama Investree, Adrian Gunadi, dan berharap hal ini dapat memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap industri pinjol. Penangkapan ini merupakan hasil kolaborasi berbagai lembaga seperti Polri, Kejaksaan Agung, OJK, dan PPATK, yang dianggap penting untuk menjaga integritas ekosistem fintech pendanaan bersama.
Adrian Gunadi ditangkap karena diduga melakukan penghimpunan dana ilegal melalui PT Radika Persada Utama (RPU) dan PT Putra Radika Investama (PRI), merugikan sekitar Rp 2,7 triliun. OJK telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk menjerat tersangka sesuai hukum yang berlaku, menekankan pentingnya kepatuhan dan pengawasan ketat dalam industri keuangan digital.