Kemenhub: 12.900 orang terdaftar jadi sopir taksi listrik asal Vietnam Xanh SM

Sebanyak 12.900 orang tercatat bergabung sebagai sopir taksi listrik Xanh SM sejak perusahaan asal Vietnam tersebut beroperasi di Indonesia. Mayoritas atau sekitar 11.700 pengemudi berada di wilayah Jabodetabek.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengakui tingginya minat masyarakat menjadi sopir Xanh SM, termasuk dari kalangan pengemudi transportasi sebelumnya. Namun, pemerintah menegaskan tidak ada praktik pembajakan tenaga kerja dalam perekrutan pengemudi perusahaan taksi listrik tersebut.

Staf Ahli Bidang Teknologi dan Energi Kemenhub Suharto mengatakan pemerintah sejak awal menetapkan koridor bagi XanhSM untuk membuka lapangan kerja baru saat masuk ke dalam negeri. Karena itu, perusahaan tidak diperkenankan merekrut sopir aktif dari perusahaan taksi eksisting.

“Wajar kalau minatnya tinggi. Tapi sejak awal kami tetapkan koridor bahwa Xanh SM harus membuka lapangan kerja baru,” kata Suharto dalam diskusi publik Intrans, Selasa (16/12).

Menurut Suharto, salah satu faktor yang mendorong tingginya minat menjadi sopir Xanh SM adalah tingkat pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan moda transportasi lain. Pendapatan bersih sopir Xanh SM diperkirakan mencapai Rp 192.000 per hari, hampir dua kali lipat dibandingkan sopir taksi konvensional yang sekitar Rp 100.000 per hari, serta jauh di atas pengemudi taksi daring yang rata-rata Rp 69.000 per hari.

Ia menjelaskan pendapatan sopir Xanh SM sekitar 92% lebih tinggi dibandingkan taksi konvensional karena pengemudi tidak dibebani biaya sewa kendaraan maupun perawatan. Selain itu, biaya energi yang dikeluarkan hanya sekitar Rp 33.000 per hari, jauh lebih rendah dibandingkan taksi daring dan taksi konvensional yang dapat mencapai Rp 100.000 per hari.

Meski demikian, Suharto mencatat sekitar 22% dari total sopir Xanh SM saat ini berasal dari sektor transportasi. Rinciannya, 9,6% merupakan mantan pengemudi taksi daring dan 3,4% berasal dari PT Blue Bird Tbk. Ia menegaskan para mantan sopir Blue Bird tersebut telah menganggur sekitar 30 hari sebelum bergabung dengan Xanh SM.

“Mayoritas sopir Xanh SM bukan berasal dari perusahaan taksi eksisting. Harapan kami data ini bisa menjernihkan polemik yang ada,” ujarnya.

Di sisi lain, Direktur Utama Blue Bird Adrianto Djokosoetono menyampaikan sekitar 90% pendapatan perseroan masih berasal dari layanan taksi. Namun, saat ini terjadi pergeseran sumber pendapatan ke segmen non-taksi seiring perubahan kebutuhan pelanggan.

Karena itu, Blue Bird berencana memperbesar kehadiran di pasar non-taksi yang saat ini masih relatif kecil, sekaligus mempercepat transformasi digital agar seluruh layanannya terintegrasi dalam satu platform.

“Kami ingin semua produk bisa diakses melalui satu platform, dibayar dengan berbagai metode, dan tidak hanya melalui kanal milik kami sendiri,” kata Adrianto.

Tahun ini, Blue Bird mengalokasikan belanja modal sebesar Rp 1,6 triliun dan telah menyerap sekitar 75% dari target tersebut. Perseroan juga menambah 1.500 armada baru untuk layanan taksi dan non-taksi sebagai bagian dari strategi menjadi penyedia layanan mobilitas terpadu atau mobility as a service.

“Kami memang bernama Blue Bird Tbk, tapi isinya bukan hanya taksi. Kami ingin melayani lebih banyak jenis kebutuhan mobilitas pelanggan,” ujarnya.