Fenomena mengejutkan tengah meramaikan jagat media sosial. Banyak warganet ramai-ramai menceritakan pengalaman mereka menjual emas batangan dengan harga yang jauh melampaui banderol harga resmi. Situasi ini memicu keheranan sekaligus pertanyaan di kalangan masyarakat.
Ambil contoh pada Senin, 20 Oktober 2025, ketika harga emas tercatat di kisaran Rp 2,6 juta per gram. Namun, di platform daring, beberapa individu berani menawarkan logam mulia mereka hingga Rp 3,2 juta per gram. Bahkan, sebuah akun media sosial secara spesifik mengiklankan 10 gram emas batangan Antam dengan kelengkapan surat dan kondisi tersegel, dihargai Rp 32 juta – setara dengan Rp 3,2 juta per gram.
“Jual emas Antam 10 gram, surat lengkap, masih diplastik, tidak ada minus, harga Rp 32 juta,” demikian unggahan dari akun @reza*** pada Minggu, 19 Oktober 2025, yang viral dan menjadi sorotan.
Pertanyaannya kemudian mengerucut: faktor-faktor apa yang menyebabkan harga jual emas di pasaran melambung begitu tajam, jauh meninggalkan patokan harga resmi yang ada?
Harga Emas Rebound ke US$ 4.263 Senin (20/10) Pagi, Setelah Turun Tajam
Penyebab harga jual emas melonjak tajam
Menurut Rijadh Djatu Winardi, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), pemicu utama lonjakan harga emas di pasaran adalah ketidakseimbangan fundamental antara permintaan dan penawaran emas. Ia menjelaskan, secara global, harga emas memang sedang berada dalam tren kenaikan signifikan. Hal ini dipicu oleh tingginya ketidakpastian ekonomi dunia, mulai dari gejolak geopolitik yang tak menentu hingga arah kebijakan suku bunga di negara-negara maju yang sulit diprediksi.
“Dalam kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian seperti ini, para investor secara alami akan cenderung beralih mencari aset lindung nilai atau yang dikenal sebagai safe haven asset. Dan dalam konteks ini, emas selalu menjadi pilihan utama yang paling dicari,” ujar Rijadh, seperti yang disampaikannya kepada Kompas.com pada Senin, 20 Oktober 2025.
Kenaikan minat ini terlihat dari lonjakan permintaan emas yang tajam, baik dari kalangan investor institusi maupun individu, tidak terkecuali di Indonesia. Namun, inti permasalahannya terletak pada kenyataan bahwa peningkatan permintaan yang masif ini tidak dibarengi dengan ketersediaan pasokan yang memadai di pasar domestik.
Produksi dan distribusi logam mulia adalah proses yang memerlukan waktu dan tahapan kompleks; tidak bisa serta-merta menyesuaikan diri dengan lonjakan permintaan yang mendadak. Konsekuensinya, terjadilah permintaan berlebih atau excess demand, sebuah kondisi di mana jumlah emas yang ingin dibeli jauh melampaui ketersediaan di pasar. “Implikasi langsung dari kondisi ini adalah harga emas di luar gerai resmi menjadi jauh lebih mahal,” jelasnya.
Dalam skenario seperti ini, para penjual individu atau toko non-resmi memiliki posisi tawar yang jauh lebih kuat. Mereka menawarkan stok emas yang siap dibeli dan langsung tersedia, tanpa perlu antrean atau waktu tunggu, sebuah keuntungan yang tidak didapatkan di gerai resmi. Kondisi ini pada akhirnya menciptakan apa yang disebut sebagai market premium atau harga kelangkaan, yaitu tambahan harga emas yang dibayar konsumen di atas nilai intrinsik logam mulia itu sendiri.
Maka dari itu, Rijadh menyimpulkan, harga yang terbentuk di pasaran bukanlah lagi cerminan murni dari nilai dasar emas, melainkan lebih merupakan representasi dari harga kelangkaan. Angka ini bisa sangat jauh berbeda dari harga resmi yang ditetapkan, mencerminkan dinamika penawaran dan permintaan yang tidak seimbang.
Distribusi belum efisien
Selain faktor fundamental permintaan dan penawaran, distribusi emas di Indonesia juga turut berperan dalam membentuk harga pasar yang melambung. Rantai distribusi logam mulia ini masih tergolong panjang dan kurang efisien. Dalam praktiknya, proses penjualan melibatkan banyak pihak: dari gerai resmi, berlanjut ke toko-toko perhiasan, hingga akhirnya ke penjual individu yang beroperasi melalui platform daring atau grup komunikasi seperti WhatsApp.
Rijadh menambahkan, meskipun gerai resmi berfungsi sebagai acuan harga emas, para reseller di tingkat selanjutnya secara inheren akan menambahkan margin. Margin ini bukan hanya untuk menutup biaya operasional, logistik, dan keamanan, tetapi juga sebagai keuntungan mereka.
Ketika permintaan emas melonjak tinggi, margin keuntungan ini bisa membengkak drastis. Hal ini karena pembeli, yang terdesak kebutuhan atau kesempatan, menjadi sangat rela untuk membayar lebih demi segera mendapatkan emas fisik tanpa harus menunggu lama. Dengan demikian, harga yang terbentuk di pasar tidak lagi murni mencerminkan peningkatan nilai intrinsik emas itu sendiri, melainkan lebih kepada “willingness to pay” atau kemauan pembeli untuk membayar lebih tinggi demi ketersediaan instan.
Tabel Harga Emas Antam 20 Okt 2025 – Semua Ukuran Turun 0,5% Sehari
Perilaku spekulatif dan efek FOMO
Faktor terakhir yang tidak kalah signifikan adalah perilaku spekulatif masyarakat, yang sering kali terdorong oleh fenomena Fear Of Missing Out (FOMO) atau rasa takut ketinggalan momentum. Banyak yang percaya bahwa harga emas akan terus menanjak, memicu mereka untuk terburu-buru membeli.
“Keyakinan bahwa harga emas akan terus naik membuat banyak orang rela membeli dengan harga berapa pun, asalkan mereka bisa segera memiliki emas fisik di tangan,” papar Rijadh. Ia menambahkan bahwa situasi ini diperkuat oleh masifnya pemberitaan mengenai lonjakan harga emas global, yang disinyalir akibat ketegangan geopolitik dan pelemahan nilai tukar dolar AS.
Dalam kondisi psikologis ini, ketika masyarakat telah yakin bahwa harga emas tidak akan kembali turun, pasar cenderung menjadi sangat emosional. Momen ini kemudian dimanfaatkan oleh sebagian penjual yang tidak bertanggung jawab, dengan menaikkan harga jual emas setinggi mungkin demi meraup keuntungan maksimal dari kepanikan pembeli.
Tonton: Emas Tembus US$4.378! HSBC Sebut Bisa Tembus US$ 5.000 Apa Selanjutnya?
Artikel ini telah disunting dan dikembangkan dari versi asli yang tayang di Kompas.com dengan judul “Mengapa Jual Emas di Pasaran Bisa Jauh Lebih Tinggi dari Harga Resmi?”.