JAKARTA – Periode semester I-2025 menjadi tantangan berat bagi emiten-emiten Grup Alamtri. PT Alamtri Resources Tbk (ADRO), PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR), dan PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) melaporkan penurunan kinerja keuangan yang cukup tajam. Namun, di balik angka-angka yang menyusut, para analis meyakini ketiga perusahaan ini tetap menyimpan prospek menjanjikan untuk jangka panjang.
Dalam rincian laporan keuangan, ADRO mencatat penurunan pendapatan usaha sebesar 18,60% secara tahunan (yoy), menjadi US$ 857,69 juta pada semester pertama tahun ini. Penurunan yang lebih drastis terlihat pada laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk, anjlok hingga 77,54% yoy menjadi US$ 174,94 juta. Senada, ADMR juga mengalami tekanan serupa, dengan pendapatan usaha yang terkoreksi 26,87% yoy menjadi US$ 443,94 juta, dan laba bersihnya merosot 43,52% yoy, mencapai US$ 140,49 juta.
Tak terkecuali, AADI pun tak luput dari pelemahan. Perusahaan ini membukukan penurunan pendapatan usaha sebesar 9,77% yoy, mencapai US$ 2,40 miliar di semester I-2025. Dampaknya, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk AADI turut tergerus 50,09% yoy, menyisakan US$ 428,68 juta.
Menurut Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo, Praska Putrantyo, biang keladi utama di balik merosotnya kinerja Grup Alamtri tersebut adalah pelemahan harga batubara di pasar global. Kondisi kelebihan pasokan komoditas ini telah menekan harga jual rata-rata (average selling price/ASP) produk secara signifikan, yang pada gilirannya menggerus margin laba perusahaan.
AADI, yang merupakan spin-off bisnis batubara termal dari Grup Alamtri, menjadi entitas yang paling merasakan tekanan ini. Praska menjelaskan, perusahaan sangat terdampak oleh fluktuasi harga dan lemahnya permintaan batubara global, mengingat porsi penjualan ekspornya yang masif. Data laporan keuangan menunjukkan, dari total pendapatan usaha AADI sebesar US$ 2,40 miliar, sebanyak US$ 1,86 miliar berasal dari penjualan ekspor batubara. India tercatat sebagai pasar tujuan ekspor utama, dengan nilai penjualan mencapai US$ 464,70 juta.
Di sisi lain, Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, mengemukakan penyebab lain untuk ADRO. Menurutnya, penurunan kinerja pendapatan dan laba bersih ADRO juga dipengaruhi oleh restrukturisasi bisnis pasca-divestasi unit pertambangan batubara termal ke AADI. Kini, fokus bisnis ADRO telah bergeser secara signifikan menuju sektor energi terbarukan.
Meskipun demikian, para analis sepakat bahwa prospek kinerja ketiga emiten Grup Alamtri tetap menjanjikan di sisa semester II-2025, bahkan untuk jangka panjang. ADMR, misalnya, dinilai memiliki daya tahan yang lebih kuat berkat bisnis pertambangan batubara metalurgi yang dioperasikannya. Ekky Topan menjelaskan, batubara metalurgi adalah batubara premium yang dikenal memiliki volatilitas harga lebih rendah dan permintaan global yang stabil, terutama didorong oleh sektor baja.
Sementara itu, ADRO yang kini gencar beralih fokus ke energi terbarukan, sedang serius menggarap proyek-proyek strategis seperti smelter aluminium dan pembangkit listrik berbasis energi hijau. Realisasi proyek-proyek ini diharapkan menjadi fundamental penopang pertumbuhan jangka panjang ADRO. Di lain sisi, AADI juga dipandang memiliki valuasi yang cukup menarik pada harga sahamnya saat ini. Potensi AADI sangat besar, khususnya jika mampu mengoptimalkan produksi secara efisien saat pasar batubara kembali stabil.
Mengacu pada prospek tersebut, Praska Putrantyo menyoroti ADRO dan ADMR sebagai emiten unggulan Grup Alamtri saat ini, berkat inisiatif kuat mereka dalam proyek energi terbarukan dan smelter aluminium. Praska menambahkan, AADI masih relatif rentan terhadap gejolak harga batubara yang belum menunjukkan pemulihan signifikan. Ia menyarankan investor untuk memantau perkembangan laporan keuangan secara kuartalan dan merekomendasikan saham ADRO untuk dikoleksi jangka panjang, dengan target harga Rp 2.100 per saham, sembari menunggu momentum yang tepat.
Berbeda pandangan, Ekky Topan justru melihat AADI layak dikoleksi untuk jangka panjang, dengan target harga optimistis di kisaran Rp 9.800 hingga Rp 10.000 per saham. Selain itu, saham ADMR juga menarik untuk diakumulasi dengan target jangka menengah di rentang Rp 1.400 hingga Rp 1.500 per saham. Ekky pun tidak ketinggalan merekomendasikan ADRO sebagai investasi jangka panjang yang menarik, dengan target harga yang lebih tinggi, yaitu sekitar Rp 2.500 per saham.
Secara keseluruhan, meskipun kinerja keuangan Grup Alamtri di semester I-2025 menunjukkan perlambatan akibat dinamika pasar komoditas, strategi diversifikasi dan potensi pasar yang ada memberikan landasan kuat bagi pertumbuhan di masa depan. Investor disarankan untuk terus mencermati perkembangan, terutama pada sektor energi terbarukan dan batubara metalurgi, yang diproyeksikan akan menjadi pendorong utama nilai ketiga emiten ini.