Kinerja Lesu Emiten BUMN BMRI, TLKM Cs di Tengah Target Dividen Jumbo 2025

JAKARTA – Laporan keuangan terkini menyoroti sebuah paradoks menarik di kancah korporasi Indonesia. Ketika sederet emiten BUMN mencatatkan penurunan signifikan pada kinerja laba bersih mereka per kuartal III/2025, pemerintah justru menargetkan perolehan dividen BUMN yang tinggi untuk tahun buku yang sama. Sebuah kontras yang memantik pertanyaan mengenai strategi dan optimisme di balik target dividen jumbo tersebut.

Berdasarkan rilis laporan keuangan, mayoritas Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mengalami tekanan pada pertumbuhan laba bersih. Contohnya, PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) membukukan laba bersih sebesar Rp41,37 triliun pada periode tersebut, terkoreksi 10,22% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Senada, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) juga mencatatkan laba bersih Rp41,23 triliun, menurun 9,10% YoY. Tak ketinggalan, PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) melaporkan laba bersih Rp15,23 triliun, menyusut 7,32% YoY.

Tren koreksi laba juga merambah sektor lain. Raksasa telekomunikasi, PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM), membukukan penurunan laba bersih 10,69% YoY menjadi Rp15,78 triliun. Dari sektor pertambangan, PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) mencatatkan laba bersih Rp1,39 triliun, anjlok tajam hingga 56,85% YoY.

Masih di subsektor tambang, PT Timah Tbk. (TINS) melaporkan laba bersih Rp602,42 miliar, terkoreksi 33,71% YoY. Sementara itu, PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) dari sektor energi membukukan penurunan laba 9,68% YoY menjadi US$237,89 juta.

Kinerja serupa juga terlihat pada PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) dengan laba bersih US$104,27 juta, turun 22,17% YoY. Anak usaha Pertamina lainnya, PT Elnusa Tbk. (ELSA), mencatatkan laba bersih Rp526,56 miliar, menurun tipis 4,48% YoY.

Di sektor infrastruktur, PT Jasa Marga Tbk. (JSMR) melaporkan laba yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp2,72 triliun, terkoreksi 17,33% YoY. Lebih mengkhawatirkan, emiten konstruksi PT Adhi Karya Tbk. (ADHI) dan PT PP Tbk. (PTPP) menghadapi pukulan telak. Laba bersih ADHI anjlok 93,62% YoY menjadi hanya Rp4,4 miliar, sementara PTPP mencatatkan koreksi ekstrem 97,92% YoY menjadi Rp5,55 miliar.

Namun, tidak semua emiten BUMN mengalami nasib serupa. Beberapa berhasil mencatatkan pertumbuhan laba yang impresif. PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), misalnya, berhasil meraup laba bersih Rp5,97 triliun, melesat 171,41% YoY. Begitu pula PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BBTN) yang tumbuh 10,58% YoY, mencapai laba bersih Rp2,30 triliun.

Di tengah volatilitas laba ini, proyeksi dividen BUMN justru mencuat. Danantara, melalui Chief Executive Officer (CEO)-nya, Rosan Roeslani, dengan optimis menargetkan kontribusi dividen dari badan usaha milik negara ini mencapai sekitar Rp140 triliun untuk tahun buku 2025. Angka ini menunjukkan harapan besar pemerintah terhadap profitabilitas jangka panjang BUMN, terlepas dari tantangan kinerja kuartalan.

Sebagai perbandingan, laporan Bisnis mencatat bahwa pada tahun 2024, Danantara—yang disebut oleh Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa—berhasil menghimpun dividen sekitar Rp90 triliun. Sebagian besar dari jumlah signifikan tersebut berasal dari tujuh BUMN utama yang bergerak di sektor perbankan, telekomunikasi, dan pertambangan, yang juga merupakan perusahaan terbuka.

Menanggapi hal ini, Muhammad Wafi, Head of Research KISI Sekuritas, menyatakan bahwa meskipun laba BUMN mencatatkan koreksi hingga kuartal III/2025, proyeksi dividen dari Danantara tetap realistis. Ia melihat bahwa target dividen tidak semata-mata bergantung pada pertumbuhan laba murni.

Wafi menjelaskan, “Proyeksi dividen itu bisa lebih karena policy-driven, bukan murni pertumbuhan laba.” Hal ini mengindikasikan bahwa keputusan politik atau kebijakan pemerintah memiliki peran sentral dalam menentukan besaran dividen.

Ia menambahkan bahwa meski laba BUMN lesu, pemerintah memiliki opsi untuk mendorong rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) yang lebih tinggi. Strategi ini dapat menjadi penopang penting bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dengan demikian, Wafi menyimpulkan, “Potensi dividen BUMN tetap stabil bahkan naik, walau labanya turun.”

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Angga Septianus, Community and Retail Equity Analyst Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT). Menurut Angga, terkait prospek dividen, meskipun beberapa sektor menunjukkan penurunan laba, pemerintah sebagai pemegang saham utama BUMN tetap memegang kendali atas kebijakan optimalisasi penerimaan dividen.

Angga merinci, “Sehingga nilai total dividen berpotensi meningkat melalui kontribusi dari emiten yang masih membukukan kinerja kuat, efisiensi kas, dan kebijakan payout ratio yang stabil.” Ini menunjukkan bahwa diversifikasi kinerja dan kebijakan finansial yang bijak dapat menjaga arus dividen tetap mengalir deras.

Melihat ke depan, prospek kinerja emiten BUMN di kuartal terakhir 2025 diproyeksikan masih cenderung positif. Potensi pemulihan daya beli masyarakat, didukung oleh peningkatan belanja pemerintah dan gelontoran stimulus, diharapkan mampu mendorong recovery performa finansial.

Disclaimer: Artikel ini bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Tim editorial tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi yang diambil.