Ifonti.com JAKARTA – PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) berhasil mencatat lonjakan kinerja yang signifikan pada semester I 2025. Meskipun demikian, sebagian besar pertumbuhan fantastis ini dinilai berasal dari keuntungan yang bersifat non-operasional.
Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis, emiten petrokimia raksasa milik Prajogo Pangestu ini sukses membalik kondisi dari rugi bersih US$ 46,62 juta pada periode yang sama tahun lalu (semester I 2024) menjadi laba bersih impresif sebesar US$ 1,61 miliar di semester I 2025. Tak hanya itu, pendapatan Chandra Asri Pacific (TPIA) juga melesat tajam, dari US$ 866,49 juta menjadi US$ 2,92 miliar.
Andre Kohr, Direktur sekaligus Chief Financial Officer TPIA, menjelaskan bahwa pencapaian luar biasa ini terutama didorong oleh akuisisi Aster Chemicals and Energy Pte. Ltd. (Aster) dari Shell pada 1 April 2025. Akuisisi strategis ini sekaligus menandai langkah TPIA merambah bisnis kilang.
“Kontributor utama pencapaian ini adalah pencatatan keuntungan dari pembelian dengan harga rendah (bargain purchase accounting) atau negative goodwill yang berasal dari akuisisi tersebut,” ungkap Andre dalam keterbukaan informasi pada 31 Juli 2025. Dari akuisisi Aster Chemicals and Energy ini, TPIA memperoleh keuntungan masif senilai US$ 1,75 miliar.
Namun, di balik keuntungan besar tersebut, aksi korporasi ini juga turut meningkatkan beban pokok pendapatan secara signifikan, dari US$ 853,64 juta menjadi US$ 3,02 miliar. Lonjakan beban ini dipicu oleh integrasi nilai barang jadi milik Aster sebesar US$ 455,25 juta, kenaikan biaya bahan baku yang melonjak dari US$ 610,63 juta menjadi US$ 2,09 miliar, serta biaya fabrikasi yang meningkat dari US$ 104,54 juta menjadi US$ 207,96 juta.
Tidak hanya itu, beban keuangan TPIA juga turut naik 39,6% secara year-on-year, dari US$ 77,22 juta menjadi US$ 107,80 juta. Peningkatan ini terutama diakibatkan oleh bunga utang bank yang melonjak dari US$ 36,84 juta menjadi US$ 72,99 juta. Akibatnya, alih-alih mencatat laba kotor, TPIA justru membukukan rugi kotor sebesar US$ 99,51 juta, berbalik dari laba kotor US$ 12,84 juta pada periode yang sama tahun lalu.
TPIA Chart by TradingView
Menanggapi kinerja keuangan TPIA ini, Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menilai bahwa bisnis inti TPIA di sektor petrokimia masih berada di bawah tekanan. Hal ini disebabkan oleh kelebihan pasokan di Asia dan tipisnya margin produk. Selain itu, harga bahan baku berbasis nafta tetap tinggi, sementara permintaan global belum sepenuhnya pulih. Sebelum konsolidasi Aster Chemicals and Energy, TPIA bahkan masih membukukan rugi US$ 23,58 juta pada kuartal I 2025.
“Lonjakan laba TPIA terutama karena keuntungan non-operasional,” tegas Ekky. Ia menambahkan, prospek TPIA ke depan akan sangat bergantung pada keberhasilan integrasi Aster serta perbaikan kinerja operasional secara fundamental. Sentimen positif untuk saham TPIA dapat muncul dari peningkatan kapasitas aset baru, potensi ekspansi melalui akuisisi pabrik plastik, serta posisi kas perusahaan yang masih kuat. Namun, risiko tetap membayangi dari lemahnya siklus industri petrokimia global dan potensi tekanan biaya akibat aset tua di Singapura.
Senada, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menyatakan bahwa margin TPIA tertekan oleh penurunan harga jual rata-rata, khususnya poliolefin. Hal ini disebabkan oleh lemahnya permintaan global dan tingginya harga bahan baku. Lebih lanjut, utilisasi pabrik Chandra Asri Pacific juga turun menjadi 88% karena adanya perawatan dan rendahnya permintaan pasar.
Menurut Wafi, untuk memperbaiki kinerja TPIA ke depan, perusahaan perlu meningkatkan pemanfaatan kapasitas pabrik guna menurunkan biaya per unit. Selain itu, ia menyarankan agar TPIA mencari bahan baku yang lebih murah atau melakukan kontrak jangka panjang yang stabil, serta memperbesar kontribusi produk bernilai tambah dan bermargin tinggi. Ia juga merekomendasikan perluasan pasar ekspor, termasuk ke wilayah Asia Tenggara dan India.
Dengan kondisi demikian, Ekky merekomendasikan sikap wait and see untuk saham TPIA. Sementara itu, Wafi menilai valuasi TPIA saat ini tergolong mahal, dengan rasio price to book value 8,7 kali. Ia menyarankan investor untuk mempertimbangkan masuk pada kisaran harga Rp 8.500 per saham.